Mohon tunggu...
Aziz Baskoro Abas
Aziz Baskoro Abas Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang Nulis

Doyan Nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbedaan Antara Hawa Nafsu dan Syahwat

5 Januari 2023   16:19 Diperbarui: 5 Januari 2023   16:22 3691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pecihitam.org

Sekali-kali gua mau nulis serius ah. Tulisan ini bisa banget dikoreksi, karena pemahaman gua dari penjelasan guru-guru gua juga masih cetek.

Gua mau nulis tentang 'Hawa Nafsu'. Sependek pengetahuan dari apa yang gua pelajarin, hawa nafsu terdiri dari dua kata (dari bahasa Arab); Hawa dan Nafsu.

Hawa = Keinginan
Nafsu = Diri/Jiwa

Jadi, Hawa Nafsu = Keinginan Diri 

Hawa nafsu (keinginan diri) bersifat liar, bebas, luas, tanpa batas dan tanpa tepi. Syariat atau hukum Fiqih yang memberi batasannya; antara halal dan haram.

Tiap orang bebas berkeinginan. Pengen kaya, pengen cakep, pengen temennya jatoh miskin, pengen ini dan itu. Banyak dah.

Sementara, hawa nafsu yang berkonotasi buruk, dari beberapa kitab karya Ulama yang dijelasin Guru gua, hampir selalu menggunakan diksi 'syahwat' (dari bahasa Arab). Di situ letak bedanya. Syahwat, udah pasti nafsu (keinginan) yang buruk.

Pembatas antara keinginan diri (hawa nafsu) disebut buruk, dan keinginan diri (hawa nafsu) disebut baik adalah syariat (Fiqih). Itu mutlak jadi pembatasnya. 

Kalo sampe sini udah sama persepsinya, baru lanjut ke tingkatan-tingkatan keinginan diri (hawa nafsu).

Di kitab Sirojut Tolibin, keinginan diri (hawa nafsu) punya 7 tingkatan:

1. Nafsul Ammaroh
2. Nafsul Lawwamah
3. Nafsul Mulhamah
4. Nafsul Mutmainnah
5. Nafsu Rodiyah
6. Nafsu Mardiyah
7. Nafsul Kamilah

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Singkatnya begini, tingkatan nomor 1 adalah tingkatan paling buruk. Keinginan dirinya (hawa nafsunya) selalu mengajak kepada hal-hal yang buruk. Dan dirinya kalah dengan seruan keinginan dirinya (hawa nafsunya) menuju keburukan.

Semakin naik ke nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, maka keinginan dirinya (hawa nafsunya) semakin kaga aneh-aneh. Apalagi sekadar kepengen, misal; "Ah, mijit plus-plus enak kali ya". Yahh, udah kaga bakal terbesit yang begituan mah wkwk.

Semakin tingkatannya naik, maka keinginan dirinya (hawa nafsunya) semakin terorientasi hanya untuk mengabdi, menyembah, sadar bener-bener posisinya cuma pengabdi, penyembah, dan pemuja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun