Seorang Ustadz senior memberi instruksi secara mendadak kepada seluruh santri kelas 2 Aliyah (2 SMA) untuk berkumpul setelah prosesi salat Isya berjamaah.
Kami, santri kelas 2 Aliyah, termasuk aku, mengindahkan instruksi sang Ustadz. Kami duduk rapi di teras masjid. Sedangkan sang Ustadz berdiri, sudah bersikap siap di hadapan kami.
Dipamerkannya selembar surat oleh Sang Ustadz ke hadapan santri. Aku belum tau itu surat apa.
Sang Ustdadz bertanya, "Nak, kalian mondok di sini untuk apa?"
"Mencari ilmu!" jawab para santri serentak.
"Apakah kalian mondok untuk pacaran?"
"Bukan!" jawab Santri lagi serempak.
Sang Ustad menyeru, "Ilham! Kamu maju ke depan."
Ah, ternyata benalu dari perkumpulan yang menjengkelkan ini adalah Ilham, salah satu kawan di angkatanku. Ia ketahuan berpacaran. Ustadz itu mendapati tulisan surat milik Ilham untuk seorang santriwati.
Ilham berjalan ke depan. Ia berdiri mematung, menyembunyikan wajah malunya dengan menundukkan kepala. Aku sudah bisa menebak. Ilham pasti akan dipermalukan di depan santri satu angkatan. Ini memang ritual sanksi yang selalu berulang.
"Ustadz tidak mau ada yang seperti dia lagi. Cukup Ilham yang terakhir melanggar aturan-aturan pondok," tegas Sang Ustad. "Mengerti, Nak?"