Gue mencoba membuat analisis kecil kecilan. Ilmu hitung atau yang biasa kita sebut matematika merupakan instrumen yang bermuara pada ilmu waris. Dalam hal ini, secara tidak langsung matematika akan bermuara pada ilmu fiqih. Karena ilmu waris dalam islam pasti membutuhkan ilmu hitung atau matematika. Ilmu waris tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa memahami ilmu hitung. Begitupun ilmu jual beli, ilmu sewa menyewa, maupun ilmu pinjam meminjam. Ilmu ilmu dalam fiqih tersebut membutuhkan instrumen matematika dalam prakteknya.
Ilmu fisika, biologi, kimia, merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk tentang fenomena alam dan mahluk hidup. Maka dapat disimpulkan bahwa ilmu fisikia, biologi, dan kimia merupakan instrumen yang bermuara pada ilmu tauhid. Karena ketika mempelajari instrumen tersebut, kita semakin banyak mengetahui betapa Allah SWT maha sempurna dalam menciptakan sesuatu. Fenomena alam dan mahluk hidup yang terangkum dalam ilmu fisika, biologi, dan kimia, bukanlah fenomena sederhana, namun fenomena rumit yang harus diterjemahkan secara ilmiah oleh para ilmuwan.
Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang akan bermuara pada akhlaq tasawuf. karena ketika kita mengetahui etika atau tata cara berkomunikasi, maka secara tidak langsung kita akan lebih baik dalam mempraktekan etika dalam berkomunikasi/berinteraksi. Ujung dari ilmu komunikasi akan bermuara pada ilmu akhlaq tasawuf.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka seyogianya semakin banyak seseorang berilmu, maka semakin beriman pula kepada sang pencipta karena semakin banyak ia mengetahui akan kebesaran-kebesaran Allah SWT. Semakin baik juga akhlaqnya karena semakin banyak pengetahuan tentang akhlaq, dan semakin baik ibadahnya karena semakin banyak pengetahuan tentang rukun, syarat, dan hukum suatu ibadah dalam syariat islam.
Hal yang perlu ditekankan disini adalah ketiga elemen ilmu diatas harus dipelajari secara terus menerus, dipelajari dengan seimbang, dan tidak berat sebelah. Karena ketiga elemen ilmu tersebut mempunyai keterikatan pada proses ibadah dalam islam.Â
Imam Malik berkata "Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam." ('Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
Pada realitanya, ketika seseorang mempelajari fiqih tanpa tasawuf maka orang tersebut sangat mudah untuk menyalah-nyalahkan orang lain. Perasaan merasa paling benar inilah yang sangat dihindari dari akhlaq tasawuf.Â
Pun sebaliknya, ketika seseorang mempelajari tasawuf tanpa mempelajari fiqih, kemungkinan besar ibadah orang tersebut tidak akan sesuai syariat islam. Karena ia tidak mempelajari fiqih yang membahas tentang rukun, syarat, dan tata cara dalam beribadah yang sesuai syariat islam.Â
Ini merupakan salah satu dari sekian banyak dalil yang menekankan pentingnya menyeimbangkan pencarian tiga elemen ilmu tersebut.
Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang beramal tidak mengikuti perintah kami, maka akan ditolak." (HR Muslim).
Imam Malik berkata: "Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia"(Kitab Ihyaulumudin).