Begitu gaya Mbok Jum sering kali menyela rayuan-rayuan maut Fajar yang "membawa terbang" tiap kali datang makan ke warung. Tapi selalu Tutut diam tersipu malu sambil tersenyum. Gadis muda lugu dan lucu yang merindukan cinta itu telanjur jatuh hati tiap kali dirayu Fajar.
Apa lagi sebenarnya yang lebih indah dari janji-janji manis seorang lelaki?
Ia hanya takut keluar dari sarang yang mendekapnya. Ia boleh melarat dan miskin, tapi sejak bekerja dengan Mbok Jum, makan tak pernah kekurangan. Rumahnya boleh saja di desa yang tak ada listrik, berdinding bambu jelek keropos, tapi ia selalu tidur dengan nyenyak di atas dipan jeleknya. Tutut dan neneknya memang melarat, tapi mereka tak punya hutang. Sejauh itu, hidupnya biasa saja. Ia selalu berdoa pada Tuhan, semoga mereka mati dengan mudah tanpa sakit yang menghabiskan banyak biaya.
Benar saja, doanya sakti mandraguna. Suatu petang, neneknya tiba-tiba lunglai ambruk tak berdaya saat sedang mengambil nasi untuk makan malam. Tutu menemukannya tergeletak di tanah dapur ketika ia baru saja keluar dari kamar mandi. Ia berusaha membangunkannya tapi neneknya tak pernah bangun lagi.
Neneknya telah pergi, meninggalkan Tutut sendiri menjalani takdir yang kadang tak memihak padanya.Â
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H