Mohon tunggu...
Abdulazisalka
Abdulazisalka Mohon Tunggu... Tutor - Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Membacalah, Bertindaklah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dikejar Utang, Suami Hilang

16 November 2020   16:52 Diperbarui: 16 November 2020   17:10 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Wanita yang sedang pusing. Sumber: medcom.

Baca cerita sebelumnya di sini.

Akhir tahun ini tak seperti yang lalu-lalu. Sudah berhari-hari kadang hujan turun, kadang tidak. Tak seperti tahun sebelumnya. Mendung nyaris hadir setiap hari, tetapi hujan belum tentu datang. Kota ini selalu menyimpan misteri sendiri.

Berada di jalanan pada siang hari terik, kaki ini tak ubahnya seperti bawang yang disangrai di atas wajan. Tapi jika malam hari, jika tak memakai jaket rasanya sangat dingin. Diatas jalanan kota ini, dari kejauhan tampak seorang perempuan paruh baya berjalan cepat sambil membawa tas kresek. Ia membelokkan langkah kakinya menuju rumah megah, berhalaman luas. Temboknya tinggi, pagarnya berwarna merah marun.

"Permisi.. Bu RT.. Assalamualaikum.." Ia mengucap salam sambil menekan bel rumah.

"Bu Tut, ya?" Dengan pelan terdengar balasan dari dalam.

"Iya, Bu."

"Masuk, Bu. Duduk dulu ya. Tunggu sebentar." Sambil mencari kerudung untuk dikenakannya.

***

Sementara itu, di Pabrik tempat Tika bekerja..

"Ka, kamu kenapa? Seharian kok murung saja. Ayo ke kantin, kita makan," ajak Diyah, teman kerja Tika.

Tika mengangguk, tanda ia setuju. Ia membereskan kertas dan plastik didepannya. Setelah selesai, ia berjalan mengikuti Diyah. Sambil berjalan, ia melepas topi yang meringkas rambutnya.

Kantin pabrik pengemasan minuman itu sangat luas dan terbuka. Kursi dan meja panjang berjajar. Ratusan orang bisa makan dalam waktu bersamaan di ruangan itu. Tika dan Diah larut dalam keriuhan para buruh yang sedang makan siang sembari istirahat.

Mereka berdua, memesan makanan paling murah. Tak lupa sambal dan kerupuk bawang. Diyah dan Tika mencari kursi paling sudut untuk duduk dan mengusir lapar. Sembari makan mereka saling bicara.

"Yah, aku butuh uang nih," ucap Tika setelah menelan suapan ke tiga.

"Tiap hari juga butuh uang. Gajian sebentar lagi. Sabar saja, lah," sahut Diyah sambil menyuapkan makanannya.

"Aku tuh butuh uang banyak. Udah bosan rasanya kerja memburuh begini. Gaji kecil, capek. Aku mau buka usaha sendiri saja."

"Basi banget!." jawab Diyah.

"Aku serius, Kupikir, aku perlu lingkungan baru supaya tak jadi gila," Tika terlihat serius.

Diyah selesai makan. Ia beranjak ke wastafel untuk mencuci tangan. Kemudian ia kembali ke Tika, mengambil air putih dan meneguknya. Tika masih mengaduk-aduk makanannya tanpa selera.

"Tik, kamu mau duit banyak dan cepat?" tanya Diyah.

"Hmm, iya" Tika sambil bergumam.

"Cari aja sugar daddy!"

Tika tersedak makanan yang baru saja ia telan. Ia terbatuk-batuk kecil. Wajahnya memerah menahan batuknya. Diyah tertawa sambil menawarkan air putih kepadanya. Mereka berlalu sambil memikirkan biaya hidup yang terus mencekiknya.

***

"Bu Tut, gimana jualannya?" tanya Bu RT.

"Iya, Bu, ini mau setor. Kerudungnya laku empat. Gamisnya laku tiga. Sempaknya ini Bu lumayan, laku delapan. Heran kenapa sempak yang laris ya Bu. Sepertinya bapak-bapak suka merk itu," Jawab Tutut dengan penuh semangat.

"Memang benar, suami saya juga suka sekali sempak merk itu. Adem dan empuk dipakai katanya. Sekarang sering panas, jadi suka cari yang adem-adem. Nanti kalau dingin, baru cari yang anget-anget," Bu RT bicara sambil terkikik dan gemas sendiri.

"Iya, Bu, hehe," Bu Tutut, menjawab sambil cengar-cengir.

"Oke, terus uangnya bagaiman, Bu,?"

"Oh, iya, Bu, saya mau bilang anu, itu Bu. Uangnya kurang dua ratus ribu karena saya pakai dulu. Saya minta maaf ya, Bu. Soalnya suami saya butuh untuk ongkos, Bu. Cuma suami saya sudah dua hari hilang kabar. "

Suasana tiba-tiba mencekam. Hening tiada suara beberapa detik. Akhirnya Bu RT menarik napas penuh tekanan. Raut wajahnya berubah mendadak. Canda dan ramah tamah mendadak sirna. Otot wajahnya menegang seketika. Begitulah ternyata, uang sering berhasil merubah manusia.

***

Tutut terlilit hutang daganganya. Belum lagi hutang-hutang diwarung untuk mebeli rokok suaminya. Sepertinya cinta Tutut pada suaminya tak terbatas walau seakan ia benci. Tika juga harus mempersiapkan biaya buku adiknya, bayar listrik yang sebentar lagi akan di putus. Suami Tutut sedang perjalanan ke Kota sebelah. Menelusuri warung kopi pada lorong-lorong jalan sempit. Ia tak memberi kabar, sedang apa dan dimana.

Lantas apa yang akan terjadi dengan Tutut?, Apakah Tika akan mencari sugar daddy?, Sedang melakukan apa suami Tutut di Kota sebelah?.

Bersambung.......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun