Mohon tunggu...
Abdulah Mazid
Abdulah Mazid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masyarakat

Hai! Saya Abdul; orang biasa yang terkadang suka membaca, menulis, memancing dan tidur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kerajaan Lautan dan Keluarga Kerapu

30 Juli 2024   00:04 Diperbarui: 30 Juli 2024   00:12 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kerajaan Lautan dan Keluarga Kerapu

Di kedalaman lautan yang misterius, di antara bayang-bayang terumbu karang yang megah, hiduplah keluarga Kerapu. Ibu Kerapu, dengan hati lembut dan bijaksana, Ayah Kerapu, yang perkasa dan setia, serta tiga anak kerapu yang ceria. Mereka tinggal di sebuah gua karang yang memancarkan keindahan bawah laut, tempat mereka belajar dan bermimpi.

Namun, suatu hari badai dahsyat mengamuk di lautan, meremukkan banyak terumbu karang dan menggulung arus tenang menjadi gelombang ganas. Makanan menjadi langka, dan lautan yang dulu penuh dengan kehidupan, kini menjadi arena perjuangan yang getir.

"Ibu, kami lapar," rintih anak-anak kerapu dengan mata sayu, membuat hati Ibu Kerapu teriris. Dia memutuskan untuk meninggalkan gua mereka, bergabung dengan Ayah Kerapu mencari makanan di perairan dalam yang gelap dan berbahaya.

"Aku harus pergi bersamamu, Ayah. Kita harus memastikan anak-anak kita tidak kelaparan," bisik Ibu Kerapu dengan tekad yang membara.

Ayah Kerapu mengangguk setuju, dan mereka berenang bersama ke kedalaman lautan, meninggalkan anak-anak mereka di gua yang sepi. Sementara itu, anak-anak kerapu merasa ditinggalkan. Mereka merindukan kehangatan dan kasih sayang Ibu Kerapu yang tak tergantikan.

Hari demi hari, Ibu Kerapu dan Ayah Kerapu berjuang melawan arus dan bahaya laut dalam, membawa pulang ikan-ikan untuk keluarga mereka. Namun, meskipun perut kenyang, hati anak-anak kerapu tetap lapar akan cinta dan perhatian yang dulu melimpah.

Di sudut lain lautan, keluarga Anemon hidup dalam kedamaian yang berbeda. Ibu Anemon tetap tinggal di terumbu karang, mengasuh dan mengajar anak-anaknya dengan kelembutan tanpa batas. Meskipun Ayah Anemon bekerja keras mencari makanan, keutuhan dan kebahagiaan keluarga mereka tidak tergoyahkan.

Suatu senja yang kelabu, Ibu Kerapu kembali ke gua dengan sejumput makanan, namun disambut oleh keheningan yang menyayat. "Anak-anakku, di mana kalian?" panggilnya dengan suara lirih, namun hanya gema kesedihan yang menjawab.

Dengan mata penuh air mata, salah satu anak kerapu berenang perlahan mendekat. "Kami merindukanmu, Ibu. Kami ingin belajar dan bermain denganmu seperti dulu," katanya dengan suara yang nyaris patah.

Ibu Kerapu tersentak menyadari betapa dalam luka yang ditinggalkannya. Meskipun membantu Ayah Kerapu penting, perannya sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya tak bisa digantikan oleh apapun.

Keesokan harinya, dengan hati yang penuh penyesalan, Ibu Kerapu berbicara dengan Ayah Kerapu. "Ayah, aku harus lebih banyak berada di gua bersama anak-anak kita. Mereka membutuhkan bimbingan dan kasih sayangku."

Ayah Kerapu menatapnya dengan mata penuh pengertian. "Kamu benar, Ibu. Kehadiranmu lebih penting bagi mereka daripada apapun yang bisa kita berikan."

Namun, takdir telah bermain dengan kejam. Anak-anak kerapu, yang terlalu lama kehilangan bimbingan, sudah terlalu lemah. Dalam usaha mereka untuk tetap hidup, mereka terseret arus dan menghilang dalam kedalaman lautan yang tak bertepi.

Ibu Kerapu, dengan hati yang hancur, menghabiskan sisa hidupnya di gua karang, mengenang tawa anak-anaknya yang kini hanya tinggal bayangan. Ayah Kerapu, yang juga dilanda duka, berenang di lautan dalam dengan kesepian yang tak terobati.

Kerajaan lautan, belajar dari tragedi keluarga Kerapu, menyadari bahwa peran perempuan dalam mengasuh dan mendidik anak-anak sangatlah penting. Meskipun peran mencari nafkah juga berarti, keseimbangan antara keduanya adalah kunci untuk kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga, agar tidak ada lagi cerita pilu di kedalaman lautan yang biru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun