Mohon tunggu...
Abdul Afwu
Abdul Afwu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemikir Lepas

Ini adalah sampah pikiran, saya membuang semuanya di sini. Umpanya itu bermanfaat bagi anda, ambil. Apabila mengganggu saya minta maaf, harap maklum ini sampah.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Berlagak Zainuddin, Menulis Surat Saat Putus Cinta

5 Juli 2024   00:13 Diperbarui: 5 Juli 2024   00:18 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://about.vidio.com/wp-content/uploads/2020/12/sinopsis-van-1024x681.jpg

SURAT PERTAMA

Teruntuk Cha

Surat ini aku tulis dalam kondisi hati yang berkecamuk dan sedih. Bukan karena aku putus darimu, sebab aku tak sedikitpun merasa putus darimu. Saya lebih merasa menyesal ketimbang sedih. Merasa gagal dalam memvalidasi perasaan mu selama ini, kurang menganggap serius problema hubungan kita. Sungguh aku menyesal. 

Tapi nasi sudah menjadi bubur, kali ini aku harus benar-benar menghormati perasaan mu. Aku harus belajar arti sesuatu dari kehilangan, meskipun tak sedikitpun aku meyakini aku akan kehilangan mu. Ini adalah babak penentu dalam hidupku, babak pertaruhan. Sebab aku telah meyakini bahwa cinta harus diperjuangkan sedemikian rupa, agar pantas disebut cinta.  

Aku selalu menganggap hubungan kita tak pernah berakhir. Saya hanya merasa kamu meninggalkan rumah ini tuk sementara. Sudah menjadi kewajiban ku untuk menjaga nya dengan baik. Membersihkannya dari debu waktu yang mengotorinya, selalu menghidupkan rumah ini walau hanya sendiri. Bukan aku tak mau beranjak darimu, tapi aku tak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Lebih baik aku diam di sini dan menunggu. Tak apa lebih baik aku belajar untuk menjadi sahabat terbaikmu terlebih dahulu. Agar kelak aku tiba pada posisi yang lebih pantas untukmu. Karena aku tak mau kamu sengsara hati bilamana bersamaku. Dunia terlalu lama untuk terus menetap dengan orang yang menyakiti hatimu. Maafkan aku.

Tulisan ini sungguh tidak dimaksud kan untuk dibalas, atau menjadikanmu berat melepasku. Pergilah, berlarilah, arungilah, dan carilah seseorang lainnya bila itu maksud hatimu. Suatu hari jika kamu menemukan lainnya dan serius dengannya, jangan lupa ceritakan padaku. Agar aku dapat menutup pintu rumah ini, dan duduk di baliknya untuk tetap menunggu mu. Dan jika hanya jika terjadi, laki-laki lain itu berkata kasar kepadamu, bernada tinggi, bermain fisik, atau berani menyakiti mu, jangan ragu tuk pergi darinya. Sebab kau masih punya rumah untuk kau ketuk pulang. Akan kusambut dirimu meskipun di usia senja. Aku akan belajar bersabar selama itu.

Pesanku selalu sama jadi sabar jadi baik ya. Kali ini aku benar-benar mencintaimu, jika tak bisa dipersatukan oleh dunia semoga Tuhan pertemukan di akhirat. 

dari Laki-Laki Yang pernah Mencintaimu

Aku

SURAT KEDUA

Teruntuk sahabatku,

Ini adalah surat kedua yang saya tulis berjarak 3 hari dari tulisan pertama. Saat menulis surat ini hatiku sedikit tenang, tidak terombang ambing saat dahulu. Mungkin karena waktu, mungkin juga karenamu. 

Saya tidak tahu harus memulai dari mana tapi yang pasti saya bangga. Tuhan perkenankan diri saya berubah dengan sangat baik selepas kau memutuskan untuk berteman saja. 

Kira-kira semua bermula dari sini. 

Saya telah salah dalam menganggap cinta. Itulah mengapa saya merasa sakit teramat mendalam saat merasa tak bertepuk jua. Padahal cinta itu dekat dengan ikhlas, dekat dengan sabar. Dulu pun tak ada yang memaksa saya untuk jatuh cinta, jadi memang cinta itu tiba atas kehendaknya. Dan apabila ia pergi, atas kehendaknya pula lah ia pergi. 

Saya telah sadar bahwa yang saya perlukan adalah mencintai saja. Selebihnya biar Tuhan yang atur. Kalaupun kau memilih yang lain saya ikhlas, atau kau tak memilih ku pun saya jua ikhlas. Sebab sangat berdosa bila saya merasa memiliki engkau. Padahal saya tak sedikitpun mampu mencukupi nafasmu, tak sedikitpun berkontribusi melahirkan dan membesarkan mu, tak sedikitpun mampu menghidupi kehidupanmu. Hanya sebab waktu tahun bersama yang sedikit itu saja rasanya saya sudah sok-sok an memilikimu. Sungguh itu tidak benar dan bodoh. 

Kini yang saya fokuskan adalah perbaikan diri. Saya ingin lebih dekat dengan Tuhan, sebab jika kugantungkan lagi cita dan cinta ku pada manusia, rasa rasanya saya akan mengalami patah lagi. 

Patah yang kian terperihkan ini cukuplah sekali saja (semoga). Malu rasanya bila ingat saya menangis di hadapan bapak ibu sebab wanita. Kecewa rasanya bila ingat bagaimana saya memperdalam ilmu, memperluas bacaan, melatih fisik dan jiwa tapi kemudian meringkuk seperti seorang pesakitan sebab wanita. Saya tak ingin sungguh tak ingin. 

Dari rasa sakit ini saya belajar lebih dekat dengan kedua orang tua. Saya tak ingin sedikitpun mengalami sakit yang sama saat orang tua pergi (pastinya mereka pergi bukan karena menemukan anak baru, atau tidak cocok dg sifat anaknya sekarang). Pastinya orang tua saya akan pergi di esok hari (wafat). Dan sekarang saya ingin dekat dengan nya. Tak sedikitpun saya ijinkan untuk tak mengabari mereka di hari hariku sekarang. 

Sebenarnya memang masih berat rasanya menerima. Tapi saya sudah berusaha sebaik mungkin. Membujuk, merayu, mengusahakan mu kembali. Tapi mau bagaimana pun burung lepas tak mungkin tertangkap kembali. Biarlah dia lepas. 

Kau tambahkan lagi seakan akan kau tak ingin dianggap jahat oleh keluarga mu sebab saya sudah bersusah payah datang ke wisuda mu. Kau katakan kau malah jengkel di sepanjang jalan. Saya berpikir keras, bukankah datang nya saya malah mencairkan dan membanggakan. Tapi nyatanya tidak. Tampaknya kau lebih suka diperlakukan sebagai teman. Benar-benar teman. 

Baiklah selepas ini saya akan belajar memperlakukan mu sebagai teman. Dan kau sangat tahu tentang diriku, bagaimana bedanya sikap ku pada teman dan pasangan. 

Selebihnya semua ini kupasrahkan kepada Tuhan. Agar apabila kita dijodohkan kembali saya tak sedikitpun menyimpan rasa sakit yang sangat perih ini. Agar apabila kita dipisahkan saya tak sedikitpun menyesal sebab telah kujaga baik baik rumah yang kau titipkan. 

Demikian lah surat ini dibuat. Purnama telah tenggelam, saat nya duduk dan menunggu kembali. 

Dari sahabatmu

Aku

*maaf bila surat-surat ini mengganggumu tapi biarlah ini kutulis dan kusampaikan agar tak jadi
penyakit di dalam hati.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun