Mohon tunggu...
Abdul Afwu
Abdul Afwu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemikir Lepas

Ini adalah sampah pikiran, saya membuang semuanya di sini. Umpanya itu bermanfaat bagi anda, ambil. Apabila mengganggu saya minta maaf, harap maklum ini sampah.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Berlagak Zainuddin, Menulis Surat Saat Putus Cinta

5 Juli 2024   00:13 Diperbarui: 5 Juli 2024   00:18 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://about.vidio.com/wp-content/uploads/2020/12/sinopsis-van-1024x681.jpg

Saya tidak tahu harus memulai dari mana tapi yang pasti saya bangga. Tuhan perkenankan diri saya berubah dengan sangat baik selepas kau memutuskan untuk berteman saja. 

Kira-kira semua bermula dari sini. 

Saya telah salah dalam menganggap cinta. Itulah mengapa saya merasa sakit teramat mendalam saat merasa tak bertepuk jua. Padahal cinta itu dekat dengan ikhlas, dekat dengan sabar. Dulu pun tak ada yang memaksa saya untuk jatuh cinta, jadi memang cinta itu tiba atas kehendaknya. Dan apabila ia pergi, atas kehendaknya pula lah ia pergi. 

Saya telah sadar bahwa yang saya perlukan adalah mencintai saja. Selebihnya biar Tuhan yang atur. Kalaupun kau memilih yang lain saya ikhlas, atau kau tak memilih ku pun saya jua ikhlas. Sebab sangat berdosa bila saya merasa memiliki engkau. Padahal saya tak sedikitpun mampu mencukupi nafasmu, tak sedikitpun berkontribusi melahirkan dan membesarkan mu, tak sedikitpun mampu menghidupi kehidupanmu. Hanya sebab waktu tahun bersama yang sedikit itu saja rasanya saya sudah sok-sok an memilikimu. Sungguh itu tidak benar dan bodoh. 

Kini yang saya fokuskan adalah perbaikan diri. Saya ingin lebih dekat dengan Tuhan, sebab jika kugantungkan lagi cita dan cinta ku pada manusia, rasa rasanya saya akan mengalami patah lagi. 

Patah yang kian terperihkan ini cukuplah sekali saja (semoga). Malu rasanya bila ingat saya menangis di hadapan bapak ibu sebab wanita. Kecewa rasanya bila ingat bagaimana saya memperdalam ilmu, memperluas bacaan, melatih fisik dan jiwa tapi kemudian meringkuk seperti seorang pesakitan sebab wanita. Saya tak ingin sungguh tak ingin. 

Dari rasa sakit ini saya belajar lebih dekat dengan kedua orang tua. Saya tak ingin sedikitpun mengalami sakit yang sama saat orang tua pergi (pastinya mereka pergi bukan karena menemukan anak baru, atau tidak cocok dg sifat anaknya sekarang). Pastinya orang tua saya akan pergi di esok hari (wafat). Dan sekarang saya ingin dekat dengan nya. Tak sedikitpun saya ijinkan untuk tak mengabari mereka di hari hariku sekarang. 

Sebenarnya memang masih berat rasanya menerima. Tapi saya sudah berusaha sebaik mungkin. Membujuk, merayu, mengusahakan mu kembali. Tapi mau bagaimana pun burung lepas tak mungkin tertangkap kembali. Biarlah dia lepas. 

Kau tambahkan lagi seakan akan kau tak ingin dianggap jahat oleh keluarga mu sebab saya sudah bersusah payah datang ke wisuda mu. Kau katakan kau malah jengkel di sepanjang jalan. Saya berpikir keras, bukankah datang nya saya malah mencairkan dan membanggakan. Tapi nyatanya tidak. Tampaknya kau lebih suka diperlakukan sebagai teman. Benar-benar teman. 

Baiklah selepas ini saya akan belajar memperlakukan mu sebagai teman. Dan kau sangat tahu tentang diriku, bagaimana bedanya sikap ku pada teman dan pasangan. 

Selebihnya semua ini kupasrahkan kepada Tuhan. Agar apabila kita dijodohkan kembali saya tak sedikitpun menyimpan rasa sakit yang sangat perih ini. Agar apabila kita dipisahkan saya tak sedikitpun menyesal sebab telah kujaga baik baik rumah yang kau titipkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun