Sebagian pedagang lebih memilih mengurangi porsi nasi daripada harus menaikkan harga menu makanan mereka. Tentu ini sangat bermanfaat, utamanya bagi kesehatan kita.
Sejak nasi dinyatakan sebagai produk makanan tinggi glukosa, dengan indeks glikemik > 70, banyak kalangan yang meresahkan ini, mengapa masyarakat Indonesia masih terus mengonsuminya? Bahkan kerap muncul kalimat, "belum menjadi sebuah makanan kalau tidak ada nasi di dalamnya".Â
Sungguh ini sangat memprihatinkan, sebab diakui atau tidak, nasi putih telah berkontribusi pada penyakit Diabetes, penyakit yang sangat membahayakan.
Tahukah kamu semenakutkan apa penyakit Diabetes itu? Diabetes adalah kondisi rusaknya metabolisme tubuh dalam mengolah glukosa. Pada metabolisme normal, glukosa seharusnya diserap oleh hormon insulin yang dihasilkan dari pankreas.
Saat hormon insulin tidak diproduksi atau mengalami kerusakan, maka glukosa akan menyebar di dalam darah. Efeknya dapat menyebabkan kerusakan jaringan-jaringan di dalam tubuh. Pengidap diabetes tidak akan bisa sembuh, selamanya harus mendapatkan perawatan jalan secara intensif dan berkala.
Seorang pengidap diabetes pada skala tertentu (skala kronis) akan mudah mengalami pembusukan pada luka di tubuhnya. Selain itu penyandang diabetes dapat mengalami gangguan komplikasi yang berakibat fatal seperti stroke, penyakit jantung, gagal ginjal kronis, demensia, dan masih banyak lagi.Â
Fakta penting lainnya adalah Diabetes menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di urutan ke-3 menurut data Institute for Health Metrics and Evaluation di tahun 2019.
Bagi kesehatan, tidak makan nasi putih atau mengurangi nasi putih tidak serta merta menghilangkan potensi penyakit diabetes. Olahraga yang cukup dan proporsi asupan yang seimbang turut serta menjadi penyebab dalam mengurangi potensi mengalami diabetes.Â
Namun berani berkomitmen untuk mengganti nasi dengan makanan alternatif lain yang rendah glukosa adalah upaya yang sungguh patut untuk diacungi jempol. Berani berhenti atau mengurangi nasi berarti mendobrak perspektif "belum kenyang kalau tidak makan nasi".Â
Dalam momentum kenaikan harga beras ini mari kita pandang sebagai titik balik untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap nasi yang kini sudah terlalu berlebih.
BENEFIT FOR SUSTAINABILITY
Permintaan yang tinggi terhadap nasi sebagai bahan pokok makanan telah memicu secara tidak langsung terhadap peningkatan ketersediaannya. Hal ini dilandasi teori ekonomi sederhana supply and demand.Â
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya