Mohon tunggu...
Abdul Afwu
Abdul Afwu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemikir Lepas

Ini adalah sampah pikiran, saya membuang semuanya di sini. Umpanya itu bermanfaat bagi anda, ambil. Apabila mengganggu saya minta maaf, harap maklum ini sampah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menjadi Tulus Kembali: Mengabdi untuk Negeri (Memoar Pengabdian)

4 September 2023   01:37 Diperbarui: 4 September 2023   08:18 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjadi Tulus Kembali: Mengabdi Untuk Negeri (Memoar Pengabdian)

Pagi datang, malam pulang. Tak pernah satu waktupun kami tidak mengobrol, terkhusus saya dan Baba Asuh. Entah mengapa saya merasa sangat dekat sekali, hari ini saya kemudian mengingat kembali dan memutar memori saat bersama Baba Asuh. Pernah saya diajak pergi ke pasar bersama Baba. Jarak pasar sangat jauh, sepanjang perjalanan saya mengobrol banyak dengan baba. Mengobrol dengan Baba tidaklah susah, Baba suka bercanda, sangat sabar, dan suka bercerita. Tidak hanya itu hampir setiap waktu senggang saya mengobrol dengan baba di ruang tamu, baba memang suka sekali bercerita. Baba punya perawakan yang tinggi dengan rambut ikal pendeknya. Jika dibandingkan denganku, Baba lebih atletis badannya. Sesekali ia bermain sepak bola di sore hari. Pernah suatu hari, saat semua teman-teman relawan sudah pergi setelah adat Kapena di tengah hutan, saya bersama Baba mandi di sungai hanya menggunakan celana dalam. Baba tertawa melihat saya bermain air seperti anak kecil. Air memang selalu berhasil membuatku bahagia, bahkan sesekali saya masih sering bermain hujan meskipun sendiri.

Menjadi Tulus Kembali: Mengabdi Untuk Negeri (Memoar Pengabdian)
Menjadi Tulus Kembali: Mengabdi Untuk Negeri (Memoar Pengabdian)

[SDN Inpress Watubewa]

Tempat sekolah dengan jutaan semangat dari siswa-siswinya. Hari-hari saya sebagian besar dihabiskan untuk mengajar di sana. Menjadi bagian dari mereka adalah sebuah kehormatan tersendiri bagi pribadi saya. Jika kalian bertanya, "Seperti apa anak di sana?" Jawabannya "Anak-anak di sana selalu mampu menularkan senyum hangatnya, memberikan semangat belajarnya, dan menuangkan harapan besarnya pada siapapun yang datang di kelasnya untuk belajar bersama". Esok hari saya berharap akan ada satu dari mereka mendapatkan kesempatan berkeliling Indonesia bahkan dunia untuk mengenal jutaan budaya Indonesia yang bermacam-macam. Kemudian mereka kembali lagi menuju sekolahnya dan bercerita pada adik-adiknya. Tentunya menjadi sebuah motivasi bagi siswa-siswi di sana ketika mendengar keseruan cerita mengenal berbagai budaya dan adat istiadat di Indonesia.

Jauh sebelum harapan itu terwujud setidaknya saya ingin memperlihatkan betapa indahnya perbedaan budaya dan adat istiadat yang ada di Indonesia. Menjadi sebuah tujuan besar saya memotivasi kita semua (saya dan mereka) dengan membuka wawasan mengenai bangsa dan nusantaranya. Kami pasangkan banner dengan ukuran 2x3 berisikan rumah-rumah adat dan pakaian adat. Lalu mereka gantungkan harapan mereka untuk dapat mengunjungi satu persatu rumah tersebut dengan menggunakan pakaian adatnya. Saya banyak belajar arti semangat dan tekad dari mereka. Sejauh apapun jarak dan medan yang harus dilalui untuk menuju sekolah, mereka akan tetap berangkat. Bahkan lebih pagi dari saya dan teman-teman. Mereka tiba lebih pagi saling bergotong-royong membersihkan sekolah yang berada di atas bukit dikelilingi oleh pohon-pohon besar.

Kepala sekolah sangat ramah sekali dan senang melihat kami membawa gaya baru dalam melakukan pembelajaran, disamping kami mengajar mata pelajaran SD membantu bapak-ibu guru di sana kami pun mengajarkan hal-hal baru seperti melakukan praktikum, membuat majalah dinding, memperkenalkan macam-macam profesi saat ini, dan tentu masih banyak lagi. Antusiasme siswa-siswi adalah semangat kami untuk terus mengajar di sana, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri mereka membaca buku di depan kelas berjejer saat waktu istirahat. Mengharukan sekaligus menyedihkan, saya haru ditengah segala keterbatasan yang dimiliki mereka tetap semangat membaca buku di waktu istirahat yang notabennya digunakan untuk bermain. Bersamaan dengan perasaan haru, saya sedih melihat diri saya sendiri yang terus bermalas-malasan di waktu istirahat. "Ah bagaimana ini, makin dewasa makin malas saja saya ini" kesalku dalam hati.

Menjadi Tulus Kembali: Mengabdi Untuk Negeri (Memoar Pengabdian)
Menjadi Tulus Kembali: Mengabdi Untuk Negeri (Memoar Pengabdian)

[Perpisahan]

Semua kisah di atas tidak mampu merangkum seluruh perasaan yang terkumpul saat mengabdi di sana. Jargon kami "Mengajar, Mengabdi, Menginspirasi" nampaknya perlu diresapi kembali. Saya berpikir bahwa saat di sana, saya akan banyak mengajar, mengabdi dan menginspirasi. Nampak itu salah besar, saya tidak banyak mengajar justru saya banyak belajar dan diajari oleh masyarakat dan anak-anak di sana. Pengabdian sebenarnya adalah keringat mereka untuk memajukan dan menjaga kampung sendiri, saya hanya menjadi bagian pengabdi yang terbatas waktu dan tenaganya saat disana. Saya lebih terinspirasi banyak hal oleh mereka, disamping saya membagikan banyak hal di luar sana. Terlalu banyak hal yang terjadi yang tidak bisa dirangkum dalam kisah ini.

Perpisahan selalu akan terjadi, sudah sewajar kedatangan selalu menandakan akan ada tiba waktu berpisah. Kami tidak berharap sedikitpun untuk cepat-cepat pulang dan berpisah dari mereka. Seandainya kami diberikan waktu lebih lama pastilah kami dengan senang hati menjalankannya. Perpisahan kami dilakukan pada hari sepuluh sejak kedatangan, telah banyak memori yang tercipta. Kami merayakannya dengan duka cita, baba asuh kami susah tidur mengingat kepergian kami esok pagi. Mama Tua sedih, Chika sempat menangis sesekali. Saya menyimpan semua ingatan itu, meski tidak semua terdokumentasikan dalam kamera namun setidaknya perasaan manusia mampu melekatkan memori hidupnya.

Terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam terselenggaranya Tarbiyah Suka Mengajar Batch 2 di Desa Woloboa, Wolowaru, Kab. Ende, NTT. Tidak ada kata yang mampu mewakili rasa syukur kami dapat terpilih di program ini. Semoga esok dan kedepannya program ini dapat terus berjalan dan mengesankan. Manusia mengingat dengan kesan, hanya dengan kesan manusia dapat mengingatnya hingga tua. Menuliskan kesan adalah cara terbaik membagi kisah dan menularkan semangat untuk teman-teman lainnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi saya, dan teman-teman di luar sana.

"You may never know what results come of your action, but if you do nothing there will be no result" Mahatma Gandhi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun