Mohon tunggu...
abdul afit
abdul afit Mohon Tunggu... Freelancer - Tutor geografi

Bumi dan bola, sama-sama bundar!

Selanjutnya

Tutup

Bola

Erick Thohir Jauhkan Indonesia dari Liga Petani

12 Maret 2023   07:00 Diperbarui: 12 Maret 2023   07:00 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Dengan anggaran yang relatif sama dan tidak jomplang, klub-klub liga belanja pemain (terutama pemain asing) dengan kualitas yang relatif setara. Sehingga outputnya liga berjalan dengan kompetitif untuk merebut gelar juara. Operator menghendaki agar juara liga tidak dimonopoli oleh satu klub tertentu atau yang biasa kita sebut dengan liga petani alias farmer league. 

Faktanya memang tidak ada klub yang mampu memonopoli gelar juara di MLS, A-League dan ISL. Klub-klub silih berganti meraih gelar juara. Kompetisi tidak membosankan karena peraih gelar tiap musimnya tidak dapat dipastikan sehingga penonton menjadi antusias. 

Tujuan lainnya agar klub-klub tidak jorjoran belanja pemain. Klub diharapkan lebih peduli dalam pengembangan infrastruktur dan akademi klub. Klub tidak harus belanja pemain dengan banyak pengeluaran tapi memproduksi sendiri pemain dari akademi klub. Lebih murah dan dapat dijual ke klub lain dengan harga yang layak saat pemain sudah matang sehingga klub mendapatkan keuntungan. 

Semua itu bertujuan untuk menciptakan klub-klub dan ekosistem industri sepak bola yang sehat dan berkelanjutan. Salary cap juga dapat disebut sebagai financial fairplay. 

Salary cap sebenarnya bukan hal baru di liga Indonesia. Pada musim pertama era liga 1 2017, operator liga Indonesia memperkenalkan salary cap yang dipatok sebesar Rp 15 miliar per klub per musimnya. 

Kuota pemain naturalisasi

Kuota pemain naturalisasi menjadi salah satu hasil sarasehan sepak bola nasional yang menjadi perdebatan di media sosial. Setiap klub liga 1 dan 2 hanya diperbolehkan mengontrak satu pemain naturalisasi. Beberapa pihak menuding PSSI mendiskriminasi pemain naturalisasi. PSSI melalui Erick Thohir membantah tudingan itu. 

Faktanya, dengan keputusan seperti itu pemain naturalisasi tidak perlu khawatir karena klub liga 1 (18 klub) dan liga 2 (28 klub) jumlahnya jauh lebih banyak dari pemain naturalisasi yang ada saat ini. Mereka bisa memilih klub kemana saja. Mereka juga bisa berkarir di liga negara tetangga. 

Penulis memahami mengapa PSSI mengeluarkan keputusan seperti ini. Kita tidak ingin liga Indonesia seperti negeri jiran dimana Johor Darul Ta'zim (JDT) di Malaysia hanya menurunkan dua pemain lokal aslinya dalam starting eleven. 

JDT dengan kemampuan finansial yang kuat banyak menumpuk pemain keturunan, naturalisasi, dan pemain asing. Alhasil JDT selalu bermain kembang api setiap musimnya. Ya, JDT selalu keluar sebagai juara liga Malaysia selama satu dekade terakhir. Liga Malaysia berubah menjadi liga petani yang dikuasai satu klub saja. 

. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun