Mohon tunggu...
Abdul Salam
Abdul Salam Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berguru Etika dari Jalanan dan Makan Siang di Negeri Sakura

10 Mei 2016   08:11 Diperbarui: 18 Juni 2016   09:54 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jepang sebagai salah satu negeri yang majumemiliki sistem publik yang teratur dan benar-benar memperhatikan kesejahteraanrakyatnya. Kehidupan ekonomi atau strata ekonomi masyarakatnya relatif sama. Berbedadi tanah air, Indonesia Nampak jelas perbedaan status ekonomi seseorang dari penampilan.Jadi di Jepang boleh dikatakan tidak ada yang terlalu kaya dan tidak ada yangterlalu miskin. Merekapun rata-rata sopan-sopan dan taat aturan, misalnya di jalan raya,  yang punya kendaraan roda empat memberikesempatan jalan kepada yang beroda dua. Istilah orang sana, pejalan kakimenjadi raja di sini. Umumnya di Jepang penduduknya lebih menyukai berkendaraandengan sepeda. Mental orang Jepang memang tidak dididik untuk minder ataupunsombong. Mereka memandang semua orang harus dihormati siapapun dia. Bilaseorang pejalan kaki menghalangi jalan orang yang bersepeda, akan kita dapatiantara si pejalan kaki dan si pengendara sepeda akan sama-sama mengucapkan kata“sumimasen atau gomen” yang artinya ”maaf”, bagaimana keduabelah pihak saling menghormati satu sama lain.  Tidak heran jikamelihat seseorang yang sedang meneleponpun sambil menundukkan kepala sambilberkata “hai’”.

Di samping karena memang ada aturan yangketat tentang kepemilikan kendaraan dan SIM, juga pajak dan ongkos parkirdibuat mahal sehingga orang akan berpikir ribuan kali jika inginmemiliki/menggunakan mobil dalam kota. Di sana malah dikatakan “kampungan” jikaorang kota menggunakan mobil karena lebih banyak orang kampung yang memilikimobil. Akibatnya,  tidak seperti keluhandi kota-kota besar di Indonesia yang sudah langganan macet, di sana jarangterjadi kemacetan dalam kota yang juga didukung oleh fasilitas jalan yangcanggih seperti akses jalan bawah tanah, flyover, dan lainnya. Nampaknyapemerintah Jepang sangat memperhatikan rakyatnya dengan detail, para pejalankaki disediakan jalan khusus minimal lebar 2 meter, bahkan mereka yangberkebutuhan khusus misalnya, tuna netra disediakan kode-kode atau tanda(bulatan) dan bel khusus di  setiapsimpangan/penyeberangan. 

Di negeri ini pula, orang bebasmelakukan apa aja yang mereka mau selagi hal itu tidak merugikan oranglain atau menyangkut kepentingan khalayak umum. Mau mabok atau bicara sendirikayak orang gila sekalipun tak jadi soal, di sini manusia-manusianya sibuksendiri-sendiri. Jangan membayangkan bakal ada pandangan aneh, sinis, dankeluar kata-kata yang tidak sedap melihat pemandangan yang ada di sekitar.Dalam etika berpakaianpun tidak ada aturan baku, semua bisa jadi mode, mau sicowok pakai tas ala cewek sekalipun, itu dikatakan fashion, mau pakaian noraksekalipun tetap saja fashion. Jangan berharap orang-orang di sini akan keluaromongan-omongan miring melihat cara berpakaian orang-orang di sekitarnya. Akan berbedadengan di tanah air, kebanyakan remaja yang cenderung terpengaruh dengan budayabarat mengikuti gaya artis barat modern. 

Sekedar informasi bahwa di Jepang sulitmenemukan siaran TV luar, mereka sangat memproteksi perkembangan anak-anaknyadari pengaruh dunia luar yang tidak sesuai budaya Jepang. Jepang juga melarangsiswa-siswa SD dan SMP (belum dewasa) membawa handphone (hp) ke sekolah,kalaupun ada sekolah swasta yang membolehkan bawa hp pasti harus dititipkan di tempattertentu. Jadi, tidak ada siswa yang mengutak-atik hp sementara pelajaranberlangsung. Di Indonesia, malah ada anak sekolah yang bawa dua handphone, semogadi Indonesia juga sudah ada sekolah yang melaksanakan hal ini, patut dicontoh. 

Pertama kali menginjakkan kaki di Tokyo dankota-kota lainnya di Jepang, pemandangan dan kesan pertama adalah tidakditemuinya sampah-sampah berserakan.  Merekabegitu disiplin menjaga kebersihan, mereka rela tasnya kotor dipenuhisampah-sampah makanan atau minuman daripada membuangnya di sembarang tempat.Memang sejak kecil orang Jepang diajarkan untuk disiplin menjaga kebersihan, dibeberapa sekolah yang kami kunjungi tidak ditemukan cleaning service, tetapi sekolahnya bersih-bersih. Kami menyaksikansendiri ketika guru-guru selesai makan bersama, masing-masing dengan cekatanmengumpulkan sampah-sampah sisa makanan dan mencuci peralatan makannya sendiri.Suatu kejadian yang membuat kami takjub karena melalui kegiatan makan siangbersama di sekolah banyak pelajaran yang bisa berharga dipetik. 

Di Jepang, anak-anak sekolah mulai belajarsekitar jam 8.30 – 15.30 dan jika ada kegiatan ekstrakurikuler hari itu akandilanjutkan sampai jam 17.30, jadi kemungkinan mereka baru sampai di rumahmalam pada hari itu. Orang tua tidak perlu repot-repot memikirkan danmenyediakan makanan siang anaknya karena menu makanan yang disajikan sudahdiatur dan ditentukan oleh ahli gizi. Biasanya menu akan berlaku selama sebulandan bulan depannya akan berganti dengan standar gizi yang sama. Mereka tampaklahap menyantap menu yang disediakan, tak satupun yang tidak menghabiskanmakanannya. Sebagai orang tua, betapa bahagianya melihat mereka makan denganlahap tanpa pernah mengeluh makanannya tidak enak, bergizi pula. Bandingkananak-anak kita yang sering mengeluh jika menu yang tersedia tidak sesuai dengankesukaan mereka, apalagi kalau bukan makanan instan yang konon telah membuatanak-anak kita, generasi penerus yang lemah fisik gampang terkena penyakit. 

Di sisi lain, acara makan siang juga menjadi ajang melatih disiplinanak-anak mereka dalam bekerja sama dengan tim atau kelompok. Secara bergantian, di tiapkelas ada kelompok yang bertugas menyiapkan/menyajikan makanan untukteman-temannya di kelas. Mulai menyajikan/membagi dalam makanan secara adildalam piring-piring yang dilakukan di ruang kelasnya masing-masing. Setelah semuateman-temannya mendapat bagian, kemudian makan bersama juga secara berkelompoksambil berinteraksi sesamanya. Yang menariknya lagi jika ada kelebihan makanan,misalnya ikan atau buah setelah semua mendapat bagian, maka bagi mereka yangmenginginkannya tidak boleh langsung mengambilnya. Petugas tadi akan menanyakankepada semua temannya dalam ruangan dan jika jumlah anak yang berminat lebihbanyak dari pada makanan yang akan dibagi, mereka yang berminat akan diundiatau melakukan shut sampai jumlah siswa yang tersisa sama dengan jumlah makanan tadi.Cara ini sebenarnya melatih siswa berlaku jujur dan adil. 

Setelah selesai makan mereka mengumpulkanpembungkus susu yang telah diminum untuk diserahkan ke pengelola daur ulang.Peralatan makan kemudian kembali dibawa ke dapur umum untuk dicuci olehtim/kelompok tadi lalu diserahkan kepada pihak kantin atau yang menyediakanmakanan. Kegiatan itu terus dilakukan setiap hari sampai sudah menjadi tradisiyang membanggakan. 

Suatu kejadian menarik di SMP KambaraProvinsi Shizuoka, ketika anak-anak sekolah yang bertugas membagikan makananuntuk teman-temannya hari itu tidak sengaja bersenggolan dengan teman lainnyamenyebabkan ada air minum yang tertumpah di tangga menuju lantai dua, dengancekatan Kepala Sekolah langsung berlarian masuk ruangan membuat kami kaget,ternyata Sang Kepala Sekolah masuk mengambil lap dan langsung melapnya sendirisampai kering tanpa menyuruh siswa atau guru-guru lainnya yang juga ada disitu. Hal sepele tetapi akan memberi dampak dan menjadi contoh yang sangat baikuntuk kita semua, bahwa atasan saja dengan sukarela melakukannya, apalagibawahannya. 

Jadi dari jalanan dan kegiatan makan siangsaja mereka sudah dapat menumbuhkan dan membina disiplin, rasa tanggungjawab, mandiri,terjalinnya keakraban di antara mereka, kerja sama tim, dan kemampuaninterpersonal lainnya.

Sekarang pertanyaannya adalah apakah kitasebagai bangsa memiliki budaya yang sangat beragam, tidak memiliki sistem nilaiatau norma warisan nenek moyang kita. Kita tentu sangat kaya dengan sistemnilai, orang melayu, orang sunda, orang jawa, orang banjar, orang bugismakassar, dan yang lainnya, masing-masing memiliki sistem nilai. Bukan hanyaitu, pada umumnya masyarakat kita menganut agama tertentu dan penganut agamaterbesar adalah muslim yang jika kita menyaksikan masyarakat Jepang justrutelah melaksanakan prinsip-prinsip dalam islam seperti amanah, tanggungjawab,kebersihan dan disiplin serta yang lainnya. Padahal mereka dikenal dengannegeri atheis penganut Shinto (kepercayaan). Negara tidak mengurusi agamamasyarakatnya yang dianggapnya sebagai urusan pribadi masing-masing individu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun