Mohon tunggu...
Abdul Ghofur
Abdul Ghofur Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penelusur jalan kehidupan, masih mencari makna dan hakikat hidup yang sejati.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa yang Terbersit di Benakmu Ketika Melihat Cangkul?

27 April 2018   14:44 Diperbarui: 29 April 2018   15:10 2999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://ms.wikipedia.org

Beberapa pekan yang lalu saya berkesempatan pulang ke rumah karena rindu bercengkrama dengan keluarga di sebuah desa kecil di Kabupaten Sragen. Singkat cerita ketika sampai di rumah, saya sempat tercengang dan menerawang jauh sejenak. Tentu bukan tercengang karena melihat paras rupawan mbak Nella Kharisma yang nyasar ketika mau manggung atau melihat kejadian luar biasa lainnya, hehe.

Sederhana saja, pasalnya saat itu di depan rumah terlihat sosok bapak yang sedang nyoleti (membersihkan) cangkul yang dipenuhi tanah. Dari kondisi sekitar pekarangan, cangkul tersebut sehabis digunakan untuk membersihkan rumput dan menanam beberapa jenis palawija.

Seketika pikiran ini melayang jauh, selayaknya balon udara yang dilepaskan ketika acara-acara seremonial. Kengerian demi kengerian memenuhi benak pikiran. Teringat sosok Mbak Eno Fariah, karyawan PT PGM, Kosambi, Tangerang. Mbak Eno harus mengalami nasib tragis terrenggut nyawanya dengan cangkul yang tertanam kuat ke dalam alat vitalnya. Sungguh kebiadaban di atas kebiadaban.

Tiga pemuda menjadi tersangka dalam kejadian yang hewani (baca: tidak manusiawi) tersebut. Bahkan salah satunya adalah anak yang masih bau kencur, anak sekolah yang masih berumur 15 tahun. Setelah dilaksanakan penyelidikan masing-masing memiliki motif yang berbeda, namun benang merahnya adalah motif balas dendam.

Motifnya di antaranya adalah merasa sakit hati karena sering diejek. Kemudian motif lainnya kasih tak sampai, cinta yang bertepuk sebelah tangan. Andai saja dia mengenal kesenian hadroh, maka tepuk sebelah tangan akan sangat membantu dalam menguasai kesenian itu, dan yang jelas lebih bermanfaat.

Pikiran ini menerawang lagi mengingat film Kakek Cangkul besutan sutradara Nuri Dahlia. Adapun pemainnya adalah Zaky Zimah, Herfiza Novianti, Rizky Mocil, dan lainnya. Dalam film tersebut dikisahkan betapa tragis kematian Kakek Cangkul, menjadi hantu gentayangan karena jasadnya tidak dikubur, tetapi dibuang ke sungai.

Kakek Cangkul menebar teror ke seluruh penjuru desa. Dia menghantui warga untuk meminta tolong mencari dan menggalikan kubur untuknya secara wajar. Jika tidak mau, maka leher warga siap saja untuk ditebas dengan cangkulnya.

Masih menerawang lagi, kali ini mengenai tradisi memanggil hujan yang terjadi di Kota Semarang. Sebuah tarian yang bernama Tari Ujungan diilhami dari para petani yang berebut air dengan cara saling mengayunkan cangkul. Tidak sengeri sebelumnya, tradisi tersebut dikemas dengan tarian yang lebih modern dan menakjubkan yang mampu menghipnotis para penonton.

Selanjutnya, penerawangan harus terhenti karena dikejutkan dengan suara bapak, "Eh le, kok ngalamun (melamun), parkir motornya, sini duduk ngeteh dan menikmati pohung godok (singkong rebus)". Akhirnya saya duduk bersandingan dan saling bercerita. Sekilas saya menceritakan tentang apa yang saya pikirkan tentang kengerian-kengerian yang berhubungan dengan cangkul.

Dengan menghela nafas panjang, kemudian bapak angkat cerita tentang makna terdalam dari cangkul. Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang suka dengan pasemon (perumpamaan). Hal inilah yang menjadikan Walisongo, utamanya Sunan Kalijaga menggunakan metode pasemon benda cangkul sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai ketuhanan dan pendidikan.

Cangkul atau dalam bahasa Jawa disebut pacul dimaknai ngipatake barang sing muncul. Artinya membuang barang yang timbul, muncul, atau yang tidak selaras. Maksudnya membuang jauh-jauh pikiran dan perbuatan yang buruk, jelek, atau jahat.

Cangkul terdiri dari dua bagian yang saling menguatkan, yaitu bagian yang menempel di ujung cangkul yang disebut bawak. Dan bagian kedua disebut doran (pegangan cangkul yang biasanya terbuat dari kayu).

Makna bawak adalah obahe awak (gerak tubuh). Artinya untuk mampu berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan harus disertai tindakan atau kerja nyata (action). Tidak hanya duduk manis dan menunggu keajaiban terjadi.

Diselingi menyeruput teh, adapun doran maknanya adalah donga marang Pangeran (berdoa kepada Tuhan). Dalam agama Islam bentuk doran menyerupai huruf alif dalam huruf hijaiyah yang tegak lurus ke atas menyimbolkan menyembah kepada Tuhan.

Makna filosofis keseluruhan dari cangkul adalah bahwa manusia dalam kehidupan ini perlu senantiasa menjauhi perbuatan jahat dengan mencegah, membuang, dan menjauhinya tidak hanya dalam pikiran, tetapi juga melalui tindakan nyata (action), disertai berdoa, bersyukur, dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Saya hanya menggeleng-geleng kepala mendengar penjelasan bapak. Cangkul yang hanya peranti sederhana ternyata memiliki kedalaman makna, sedalam Samudera Hindia. Seharusnya makna tersebut mampu menjadi pandangan hidup (way of life), khususnya bagi masyarakat Jawa, dan penduduk Indonesia pada umumnya.

Namun, jauh panggang dari api, cangkul yang begitu sarat nilai bertransformasi menjadi senjata pamungkas untuk berbuat kejahatan dan menebar kengerian, kasus yang menimpa Mbak Eno salah satunya, bahkan sempat viral menjadi meme yang tidak kalah ngerinya. Jadi, apa yang terbersit di pikiran Anda ketika melihat cangkul?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun