Cangkul terdiri dari dua bagian yang saling menguatkan, yaitu bagian yang menempel di ujung cangkul yang disebut bawak. Dan bagian kedua disebut doran (pegangan cangkul yang biasanya terbuat dari kayu).
Makna bawak adalah obahe awak (gerak tubuh). Artinya untuk mampu berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan harus disertai tindakan atau kerja nyata (action). Tidak hanya duduk manis dan menunggu keajaiban terjadi.
Diselingi menyeruput teh, adapun doran maknanya adalah donga marang Pangeran (berdoa kepada Tuhan). Dalam agama Islam bentuk doran menyerupai huruf alif dalam huruf hijaiyah yang tegak lurus ke atas menyimbolkan menyembah kepada Tuhan.
Makna filosofis keseluruhan dari cangkul adalah bahwa manusia dalam kehidupan ini perlu senantiasa menjauhi perbuatan jahat dengan mencegah, membuang, dan menjauhinya tidak hanya dalam pikiran, tetapi juga melalui tindakan nyata (action), disertai berdoa, bersyukur, dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.Â
Saya hanya menggeleng-geleng kepala mendengar penjelasan bapak. Cangkul yang hanya peranti sederhana ternyata memiliki kedalaman makna, sedalam Samudera Hindia. Seharusnya makna tersebut mampu menjadi pandangan hidup (way of life), khususnya bagi masyarakat Jawa, dan penduduk Indonesia pada umumnya.
Namun, jauh panggang dari api, cangkul yang begitu sarat nilai bertransformasi menjadi senjata pamungkas untuk berbuat kejahatan dan menebar kengerian, kasus yang menimpa Mbak Eno salah satunya, bahkan sempat viral menjadi meme yang tidak kalah ngerinya. Jadi, apa yang terbersit di pikiran Anda ketika melihat cangkul?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H