Setiap tahun peringatan Maulid atau kelahiran Nabi besar Muhammad SAW selalu diperingati oleh setiap kalangan masyarakat Islam di Indonesia, dari orang perorangan, pondok pesantren, organisasi kemasyarakatan, sampai organisasi resmi Pemerintah. Peringatan biasanya dilaksanakan dengan kegiatan pengajian dan pembacaan kitab Maulid Nabi, ada yang melaksanakan sampai 12 hari berturut-turut, atau bahkan selama 1 bulan penuh di bulan Rabiulawwal.
Banyak pihak yang dengan penuh suka cita menyambut kelahiran Nabi dengan berbagai kegiatan di atas, namun ternyata ada pihak-pihak yang mengganggap bahwa peringatan Maulid Nabi tidak pernah dicontohkan Nabi dan merupakan amalan bid'ah. Sehingga umat Islam tidak diperbolehkan memperingatinya dikarenakan merupakan kegiatan memuji Nabi yang berlebihan dan sarat kemubadziran dan pemborosan waktu serta tenaga.
Menengok Sejarah Peringatan Maulid
Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin, 12 Rabiulawwal bersamaan dengan 20 April 571 M dari pasangan Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim dan Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf pada tahun Gajah, disebut sebagai tahun Gajah dikarenakan adanya peristiwa tentara bergajah Abrahah yang menyerang Ka'bah. Kemudian Nabi Muhammad menerima wahyu pada usia 40 tahun di Gua Hira'sebagai titik tolak pengangkatan menjadi Nabi dan Rasul terakhir sebagai pembawa risalah Islam.
Lalu kapan peringatan Maulid atau kelahiran Nabi mulai digaungkan? Banyak pendapat diungkapkan berkaitan ini, namun sebagian besar menyatakan bahwa peringatan Maulid mulai dilaksanakan pada masa dinasti Ayyubiyah oleh Sultan Sholahudin Al-Ayyubi. Pada masa itu adalah masa terjadinya perang Salib yang berjilid-jilid, dikarenakan semangat perjuangan umat mulai mengendor, maka Sultan menginstruksikan adanya sayembara untuk membuat sejarah perjalanan Nabi.
Melalui pengumuman sayembara itu, maka para sastrawan dan ulama pun berbondong-bondong untuk berpartisipasi. Singkat cerita terpilihlah salah satu karya yang diunggulkan yaitu karya Syaikh Ja'far Al-Barjanzy yang karyanya dikenal dengan Maulid Al-Barjanzy. Kemudian Sultan menginstruksikan agar maulid tersebut dibaca di seantero negeri, utamanya pada bulan Rabiulawwal sebagai cambuk untuk memompa semangat perjuangan umat.
Peringatan Maulid Sebagai Metode Dakwah
 Dalam konteks Indonesia, melalui peran Walisongo, peringatan Maulid dijadikan sebagai metode dakwah. Salah satunya melalui kegiatan sekaten yang dilaksanakan rutin setiap tahun, misalnya di alun-alun keraton Surakarta. Melalui kegiatan sekaten (berasal dari kata syahadatain, dua kalimat syahadat) maka masyarakat diarahkan untuk membaca syahadat sebelum memasuki arena sekaten.Â
Ketika masuk melewati dua gapura, gapuraberasal dari ghofuryang artinya mohon ampunan,sebelum masuk dan membaca syahadat, masyarakat dimohon untuk berefleksi dulu dan memohon ampunan kepada Yang Maha Kuasa. Melalui metode ini, maka dengan otomatis setiap orang yang datang ke sekatentanpa terasa telah masuk memeluk Islam.
Di era global ini, kreasi metode dakwah Islam perlu ramah dan dekat dengan umat, tidak terkesan galak dan sangar. Dakwah dapat dilaksanakan dengan cara dan metode apapun sepanjang tidak ada unsur yang mengarah pada hal-hal yang haram. Teks-teks suci Al-Qur'an dan hadits perlu dikontekstualisasikan maknanya dengan era dan kebutuhan zaman, utamanya yang berhubungan dengan cara dan metode dakwah. Maulid merupakan salah satu metode dalam menjelaskan dan mengarahkan umat untuk mampu meneladani pribadi unggul Nabi.
Jika menilik pada substansi peringatan Maulid Nabi, maka di sana akan ditemukan banyak sekali hal positif yang dianjurkan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Di antaranya adanya pembacaan sejarah Nabi, ada tausiyah, ada kegiatan berkumpul orang muslim, ada sedekah, ada pembacaan doa, dan lainnya. Apakah dari hal tersebut ada yang dilarang dalam Islam, sehingga sebagian umat Islam masih ada yang menyatakan bahwa peringatan Maulid adalah bid'ah?
Catatan yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam peringatan Maulid Nabi hendaknya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan konsep membaca, memahami, kemudian benar-benar meneladani akhlak Nabi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak ada candaan yang berlebihan ketika proses pembacaan Maulid berlangsung.Â
Dan juga penting untuk diperhatikan hendaknya diadakan kajian rutin dan kontinyu tentang terjemah dan tafsir kitab Maulid yang dibaca, baik Al-Barjanzy, Simtuthduror, atau yang lainnya. Karena teks-teks itu akan menjadi hal yang kosong jika kita tidak mampu memahami artinya untuk diteladani.
Akhirnya, ketika umat di luar Islam sudah terbang melayang menjelajahi antariksa dan menemukan teknologi digital modern, umat Islam masih berkutat dengan perdebatan khilafiyah yang memperuncing permusuhan umat. Di momen Maulid Nabi 1439 H/ 2017 M ini semoga menjadi wahana berefleksi diri untuk menjadi pribadi yang baik mulai dari diri sendiri, kemudian mengkampanyekan kepada teman dan rekan untuk membawa panji Islam yang toleran dan ramah. Sehingga Islam diterima sebagai pembawa perdamaian bagi dunia. Amiin.
"Orang yang paling dekat denganku di hari kiamat nanti adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku." (HR. Tirmidzi)
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H