Mohon tunggu...
Raden Mas Noto Suroto
Raden Mas Noto Suroto Mohon Tunggu... -

Bangsawan Jawa

Selanjutnya

Tutup

Money

Skandal Sertifikat Bodong Sandiaga

29 Maret 2017   19:28 Diperbarui: 4 April 2017   18:14 17019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat Sandiaga Uno kepada Johannes Kotjo, yang mengakui bahwa Sertifikat no.31 adalah Sertifikat yang sah dan jadi instrumen penebusan

 "Salah satu tugas penting pejabat negara, adalah mempertahankan kekayaan negara bukan malah merampoknya..."

Jejak rekam calon pejabat publik adalah hal yang paling penting untuk diketahui publik, karena track record ini yang akan memberikan penjelasan kepada publik apa yang bisa dilakukan para pejabat negara dalam mengambil "kebijakan publik-nya" dari segala dimensi. Lansekap kebijakan publik bisa dilihat dari "tingkah laku" pejabat publik dalam melihat persoalan dan menyelesaikan persoalan yang hidup ditengah pergulatan politik, masyarakat dan budaya. Seperti bagaimana cara Jokowi dalam menyelesaikan persoalan persoalan politik dan sosial bisa dibaca dari track record dia di Kota Solo yang kerap menjadi referensi penting bagi pengamat politik ataupun masyarakat luas dalam melihat kebijakan publik dan langkah langkah politik yang dihasilkan saat ia menjadi Gubernur DKI Jakarta ataupun Presiden RI. Inilah kenapa "rekam jejak" menjadi patokan paling utama dalam menentukan pilihan Pejabat Publik di tengah suara rakyat.

Problematika Aset-Aset DKI Jakarta

Ada satu problem mendasar Pemda DKI yang jarang diketahui publik luas yaitu : "Berantakannya Manajemen Aset Pemda DKI", berantakannya pencatatan ini pernah dikeluhkan Gubernur DKI baik di masa Jokowi maupun di masa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Berantakannya manajemen aset ini rentan atas kejahatan kejahatan pemalsuan kepemilikan, penjualan gelap dan sertifikat 'bodong'. (baca : Wah Ini Jahatnya Sudah Satu Set ) . Permasalahan ini akan mengurai bagaimana karakter berbisnis Sandiaga akan mengancam aset aset DKI Jakarta, bila cara bisnisnya ia lakukan, dan kini karakter itu harus dipaparkan ke publik, dan ada klarifikasinya serta menjadi perhatian banyak pengamat kebijakan publik, pengamat politik, para pemimpin Parpol dan mereka memperhatikan bagaimana DKI Jakarta seharusnya diurus.

Ada beberapa kasus dimana Sandiaga memainkan penggelapan aset, menggelapkan kwitansi pembayaran, dan semuanya dilakukan seolah olah benar melalui prosedur hukum, namun sesungguhnya bukan saja melabrak etika, tapi juga sebuah perbuatan kriminil. Perhatian publik soal "karakter penggelapan aset ala Sandiaga" menjadi penting bagi publik, karena nun disana ada APBD DKI 70,19 trilyun, dan trilyunan aset aset yang manajemen pencatatannya masih berantakan sehingga rentan diburu para 'buaya-buaya' tanah yang jago melakukan penggelapan sertifikat dan pendobelan aset kepemilikan sehingga bisa diselesaikan lewat pintu pintu pengadilan yang keputusannya juga rentan dimainkan oleh para buaya tanah, markus (makelar kasus) dan mafia pengadilan.

Selain DKI Jakarta yang terancam, perilaku bisnis Sandiaga Uno juga harus dibuka sebagai "Pintu Masuk" membongkar permainan-permainan korupsi di Pertamina. Ada kecenderungan Pertamina, sebagai Perusahaan Negara di bidang perminyakan, bermain layaknya film Wall Street II : "Money Never Sleeps" yang dibintangi dengan ciamik oleh Michael Douglas sebagai biang mafia bursa Wall Street, bila film Wall Street I, di tahun 1988 mengenalkan kata "Greedy is Good" (rakus itu baik), maka film Wall Street II : 'Money Never Sleeps" mengedepankan isu "Kejahatan bisa dilakukan lewat prosedur hukum yang legal dan hal hal yang rumit". Penggelapan Pertamina yang besar besaran sampai ada potensi kerugian nefgara sebesar 60 trilyun akibat permainan permainan jual beli saham yang tidak wajar di banyak perusahaan perusahaan luar negeri, mungkin inilah yang dikatakan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo "ada kasus yang jumlah lebih raksasa ketimbang kasus E-KTP"...

Kasus penggandaan Sertifikat Lahan Balaraja, Tangerang yang nanti dipaparkan lebih rinci bisa juga menjelaskan bagaimana Permainan Permainan bisa terjadi antara Pengusaha Proyek dan Pertamina, hal ini bukan saja milik Pertamina, banyak kasus di BUMN BUMN besar tentang pengambilalihan proyek, ganti rugi negara atas penghentian proyek, lalu bagi bagi uang antara pengusaha dan oknum pejabat pemerintah serta penggede BUMN. Kasus Balaraja ini jumlahnya dari sisi Pertamina, relatif kecil tapi dari sisi tingkat bahaya karena melibatkan banyak orang orang yang kemudian duduk di kursi penting, kasus ini bisa menjadi De Te Fabulla Naratuur(Gambaran berikutnya) atas kasus kasus lain yang lebih kakap dan mengancam kekayaan negara.

Sandiaga Uno dan Kasus Tanah Di Belakang PT Japirex

Sebelum masuk ke dalam kasus Sandiaga Uno di Balaraja, Tangerang Selatan sebagai prolog mengenal karakter Sandiaga kita masuk dulu ke dalam kasus penggelapan kwitansi Sandiaga Uno di kasus pembayaran aset tanah PT Japirex, sebuah perusahaan 'kerajinan tangan' yang awalnya dimiliki oleh Almh. Heppy Herawati, isteri pertama Edward Soeryadjaya yang meninggal di tahun 1992. Sepeninggal isteri pertamanya, Edward menikah kembali dengan Fransiska Kumalawati Susilo, saat itu Edward memang membutuhkan seorang isteri yang bisa menjaga anak-anaknya yang masih kecil, namun pernikahan Edward dengan Fransiska Kumalawati Susilo (Siska) tidak bertahan lama, di awal tahun 2000-an mereka bercerai, Djoni Hidayat selain dekat dengan Edward juga dekat dengan isteri pertama Edward yang sudah meninggal Heppy Herawati, bahkan sebelum meninggal Heppy menitipkan sebidang tanah di belakang PT Japirex seluas 3.115 meter dipercayakan kepada Djoni Hidayat.

Sandiaga Uno dipercayakan Edward untuk masuk mengelola PT Japirex sebagai Direksi bersama rekannya Andreas Tjahjadi, namun PT Japirex tidak berjalan dengan baik, padahal Heppy membangun PT Japirex untuk membangun industri kerajinan tangan rakyat, sehingga bila berhasil industri itu bisa menggerakkan industri rakyat, namun niat sosial itu tidak bisa dibaca oleh Sandiaga yang amat Kapitalis itu, ia melihat bahwa ada aset yang bisa 'diduitin' dari PT Japirex, dan kemudian Sandiaga dengan sengaja 'membangkrutkan' PT Japirex lalu melego aset aset yang dimiliki PT Japirex, dibalik itu Sandiaga melihat ada lahan 3.115 meter yang lokasinya tepat dibelakang PT Japirex, sekalian ditawarkan untuk dibeli juga oleh pembeli yang dibawa Sandiaga, padahal tanah itu atas kuasa Djoni Hidayat, kasus jual beli itu tidak diketahui Djoni Hidayat bahkan ada pemalsuan tanda tangan, Djoni Hidayat hanya diberi uang Rp. 1 milyar dari 12 milyar pembayaran. Yang bikin kaget Djoni, ada kwitansi yang memalsukan tanda tangannya, karena ia merasa bertanggung jawab menjaga aset warisan Heppy, ia menanyakan ini ke Sandiaga Uno tapi tidak ada jawaban jelas, lalu ia mengadu kepada mantan isteri Edward Soeryadjaya, yang juga amat dekat dengan anak anak Heppy, meledaklah amarah Siska saat mengetahui Sandiaga memalsukan tanda tangan Djoni Hidayat, dan menggelapkan pembayaran tanah di Curug, seluas 1 hektar itu. Siska merasa bagaimana hak anak anak Heppy dirampok sedemikian rupa oleh Sandiaga, dan ia membaca bukti bukti ada kwitansi palsu dan Sandi memalsukan tanda tanga Djoni Hidayat, untuk mendapatkan pencairan tanah 3.115 meter di belakang PT Japirex itu. Kasus ini sebenarnya sudah matang sekali dan sudah ada di Kepolisian, beberapa kali Sandiaga dipanggil untuk menjelaskan kasus ini, tapi dia mangkir. Kasus ini sudah jelas terang benderang bagaimana Sandiaga Uno memalsukan kwitansi pembayaran tanah yang dikuasakan pada Djoni Hidayat. Polisi sesungguhnya sudah memiliki data yang valid, dan seharusnya pula Sandi sudah menyandang kasus tersangka. Tapi Sandi jelas bukan Ahok, bila Ahok kemudian malah mendatangi kantor Polisi sendiri untuk menjelaskan persoalannya dalam kasus di Pulau Seribu, sementara Sandi banyak menghindar dari panggilan pihak kepolisian, ia bahkan membangun opini publik dengan mendekati Edwin Soeryadjaya dan mengumbar ke media, padahal apa yang dilakukannya pada keluarga Soeryadjaya amat kejam, Sandi juga harus menjelaskan bagaimana ia mengambil dengan cara yang licik dua rumah di Kebayoran Baru yang terletak di Jalan Wijaya, dan Jalan Cibitung milik keluarga Soeryadjaya. Pada akhir masa hidupnya, Oom Willem juga sempat menanyakan kedua rumah di Kebayoran Baru itu.

Dilihat dari kasus tanah dibelakang PT Japirex, ada semacam kelakuan berulang Sandiaga yaitu memalsukan surat-surat, ini harus dikaji lebih dalam dalam "Investigasi Untuk Publik" karena Sandiaga Uno saat ini adalah salah satu kandidat Wakil Gubernur DKI Jakarta, investigasi menjadi penting dipaparkan ke publik dan juga perlu penjelasan banyak pihak serta tidak ada yang ditutup-tutupi karena kasus ini akan berimplikasi pada terancamnya APBD DKI 70.19 Trilyun serta aset aset tanah milik Pemda DKI yang sistem pencatatannya masih amat berantakan, bisa bisa alih akuisisi Aset akan beralih pada Sandiaga Uno dengan cara yang amat memalukan, seperti kasus pemalsuan tanda tangan pembayaran tanah yang dikuasakan pada Djoni Hidayat itu dan kasus tanah Balaraja yang sedia-nya untuk Proyek Depo Satelit Pertamina, kemudian mangkrak dan lucunya Pertamina bisa digetok oleh Sandiaga Uno membayarkan ganti rugi pembatalan, dengan sertifikat bodong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun