Mohon tunggu...
Raden Mas Noto Suroto
Raden Mas Noto Suroto Mohon Tunggu... -

Bangsawan Jawa

Selanjutnya

Tutup

Money

Skandal Sertifikat Bodong Sandiaga

29 Maret 2017   19:28 Diperbarui: 4 April 2017   18:14 17019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga Uno, Sumber Gambar Liputan 6

Sandiaga adalah anak didik Edward, namun dalam perjalanannya ia masuk jauh ke dalam keluarga Soeryadjaya, ibunda Edward. Ibu Lily awalnya percaya sekali dengan Sandiaga tapi nanti ada cerita lain, bagaimana kepercayaan itu dirusak oleh Sandiaga. Dan soal Depot Balaraja, bisa menjelaskan begitu brutalnya Sandiaga berbisnis.

Kembali kepada pertengkaran antara Sandiaga dan Edward, akhirnya diadakan kesepakatan damai antara Sandiaga Uno, Edward Soeryadjaya dan para pihak terkait.  Dan Edward Soeryadjaya memberikan sertifikat asli no.31 kepada Pertamina 10 Desember 2012. Edward marah sekali atas kelakuan Sandiaga Uno yang berani menggunakan sertifikat bodong untuk mencairkan dana Pertamina, ia merasa gagal mendidik Sandiaga.

Perjanjian penyelesaian perdamaian itu sebenarnya adalah langkah Edward agar Sandiaga sadar bahwa memberikan sertifikat bodong adalah sebuah kejahatan dan melanggar hukum, karena bagaimanapun Sandiaga telah menggunakan Sertifikat no.32 sebagai SHGB yang diberikan kepada Pertamina untuk mencairkan dana 6,4 juta dollar AS dalam dua termin. Hal ini ia lakukan sebagai Bapak Angkatnya, Edward ingin Sandiaga berbisnis dengan cara yang fair dan memenuhi garis etika. Untuk itulah Edward memberikan sertifikat no.31

Namun malah terdengar kabar bahwa Pertamina malah melanjutkan pembayaran yang kedua, juga dengan SHGB no.32  kepada PT PWS, dalam hal ini Sandiaga Uno, ternyata Sandiaga tetap menggunakan langkah langkah melawan hukum. Dia tau bahwa Sertifikat no.31 ada tapi tetap menggunakan Sertifikat no.32 Pembayaran termin 2 ini harus diselidiki kenapa Pertamina melakukan perbuatan yang sudah disadarinya salah tapi tetap melakukan pembayaran itu. Disinilah bisa dijadikan adanya indikasi korupsi di tubuh Pertamina dan perlu ada penyidikan lebih lanjut. 

Pada akhirnya Proyek Depot Pertamina, setelah dikuasai Pertamina dengan menggunakan Sertifikat bodong no.32 tetap saja Proyek ini mangkrak, sampai sekarang bila anda datang ke Lahan Balaraja, yang ada hanya rumput ilalang dan bekas pondasi yang tidak digunakan, ini sangat mirip dengan Hambalang, berarti ada kerugian negara untuk mengganti Proyek ini sebesar 12,8 Juta Dollar AS.

Pertamina harus menjawab ini dengan gamblang dan para jurnalis jurnalis investigasi yang jujur dan kritis bisa melihat bagaimana mungkin Pertamina bisa dengan mudah membayar ganti rugi proyek yang tidak jalan dengan Sertifikat Bodong no.32  Padahal Pertamina bisa saja meninggalkan dan mengabaikan pembelian proyek karena lahan bermasalah dan dalam kondisi tanah sengketa karena ada dobel Sertifikat.

Apa yang bisa kita tarik dalam kisah ini :

  • Harus ada klarifikasi yang jelas atas kasus kasus ini, sekaligus dilakukan tindakan hukum yang tegas. Mungkin saja Sandiaga berteriak bahwa ini “politisasi” atas kasus yang menimpa dirinya. Tapi teriakan Sandiaga justru memperkuat pertanyaan publik “ada apa dengan dirimu?”
  • Adalah hak publik untuk tau, soal bagaimana Sandiaga berbisnis. Soal laporan kekayaan ke KPU adalah berkisar di angka 4 Trilyun, sementara laporan kekayaan Sandiaga ke KPK sekitar 12 Trilyun, KPK harus membuka laporan kekayaan Sandi ini, apakah “spread” antara laporan ke KPU dan ke KPK bisa menjadikan instrumen ‘perampokan’ lagi, kita harus hati hati terhadap gaya berbisnis Sandiaga, jadi kalau ini mau benar, ya harus dibuka soal kasus Siska dan kasus Balaraja, agar publik memiliki pengetahuan bagaimana ‘postur’ bisnis Sandiaga dibangun.
  • Soal Pemalsuan Kwitansi terhadap Djoni Hidayat yang sekarang diperkarakan, harus dipaparkan ke publik, termasuk data pemalsuan tanda tangan Djoni Hidayat. Publik berhak tau atas berkas tersebut. Karena bahaya bila kelak Sandiaga berhasil menjadi Pejabat Publik senang melakukan pemalsuan dokumen dokumen penting.
  • Presiden RI sebagai Boss tertinggi BUMN harus memberikan perhatian pada Pertamina,  penanganan Pertamina sebaiknya harus langsung ditangani Presiden RI dengan membentuk satgas khusus pembenahan Pertamina. Memang kasus Sandiaga adalah kasus kecil untuk ukuran Pertamina, tapi ini menggambarkan bagaimana Pertamina gampang dijadikan sapi perah oleh para pemain pemain Pertamina, baik itu di internal maupun perusahaan rekanan.
  • Pertamina juga harus memberikan klarifikasi, Keputusan pemberian ganti rugi Pertamina yang diputuskan pada masa Ari Sumarno kemudian dilanjutkan oleh Karen harus dijelaskan ke publik. Kepala Biro Hukum Pertamina Genades Panjaitan juga harus memberikan klarifikasi, bagaimana mungkin ia sebagai Kepala Biro Hukum bisa mengesahkan pembayaran termin pertama, sebesar 6,4 Juta Dollar dengan Sertifikat Bodong. Sementara Pertamina juga telah mengeluarkan surat untuk menyelesaikan kasus Edward yang telah menunjukkan Sertifikat asli no.31 dan mengakui bersalah, tapi malah kemudian meneruskan pembayaran termin kedua dengan jumlah 6,4 Juta Dollar AS.
  • Pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) harus bisa menjelaskan bagaimana Sertifikat bisa diganti dengan berlainan nomor dan tidak ada keterangan “Duplikat” atas terbitnya Sertifikat baru, bilamana dikatakan hilang.
  • Presiden RI dan Direktur Pertamina yang baru Elia Masa Manik, harus berani membongkar Korupsi besar besaran di Pertamina, dimana negara kehilangan lebih dari 60 Trilyun akibat transaksi saham yang penuh permainan. Kasus Persoalan Balaraja menjadi titik penting membongkar kasus kasus Pertamina lainnya. Seperti : Kasus Pembelian Saham Conoco Philips, yang nilai-nya 850 Juta Dollar AS, dibeli dengan nilai 1,75 Milyar Dollar AS. Ini jelas pembobolan uang negara yang luar biasa (berita : KPK diminta usut pembelian saham Conoco Phillips oleh Pertamina ) , selain itu Pembelian 30% saham Murphy Sabah Oil Co Ltd dan Murphy Sarawak Oil Co Ltd senilai US$ 2 miliar. Padahal nilai saham itu dibawah 700 Juta Dollar AS, harus ada klarifikasi ulang terhadap pembelian itu oleh pihak Verifikator yang independen untuk menilai berapa sesungguhnya nilai saham itu sehingga publik berhak tau.  Kasus pembelian saham migas Perancis Maurel and Prom, dimana sahamnya langsung anjlok, karena ladang minyak milik MnP tidak sesuai harapan,  permainan permainan pembelian saham ini dengan tidak mengidahkan prinsip kehati-hatian harus dijadikan perhatian Presiden RI.
  • Presiden Jokowi harus menjadikan Pertamina sebagai lambang keberhasilannya dalam menghancurkan korupsi di dalam tubuh Pertamina, jangan cuman ganti pemain saja, maka pengangkatan Elia Masa Manik harus dijadikan peluru untuk menghabisi kaum koruptor di tubuh Pertamina secara tuntas, kasus kasus penyelesaian korupsi Pertamina akan jadi pos nilai paling penting bagi rapor Presiden RI.
  • Soal Sandiaga Uno, dari sisi Karakter harus jadi perhatian publik juga, bagaimana kemudian Sandiaga mempermainkan hubungan diantara keluarga Suryadjaya. Antara Edward dan Edwin, dengan memanfaatkan situasi situasi rumit ia mengambil banyak keuntungan. Juga dijelaskan soal dua rumah di Kebayoran Baru milik keluarga Suryadjaya yang dikuasai Sandiaga Uno, harus dicek bagaimana cara Sandi menguasai dua rumah itu. Juga penjelasan dari keluarga Suryadjaya bisa saja isteri William Soeryadjaya, ibu Lily Soeryadjaya bersuara soal kelakuan Sandiaga Uno ini, bila Ahok amat dicintai oleh keluarga angkatnya, dimana ibu angkat Ahok saat sakit terus berjalan memilih anak kesayangan angkatnya, tapi Sandiaga malah menyakiti bapak angkatnya, Edward Soeryadjaya dengan amat brutal.
  • Para pengawas hukum, baik itu KPK, Polisi dan Kejaksaan jangan masuk angin dalam membongkar kasus Balaraja sebagai pintu pembuka membongkar kasus Pertamina, yang nilainya lebih besar daripada E-KTP. 
  • Dalam wajah Sandiaga Uno seperti "kabut sutra ungu" di depan publik, kabut yang indah menawan tapi apakah kabut itu akan hilang dan menunjukkan wajah sebenarnya. Karena pertaruhannya adalah APBD DKI 2017 dan Aset Aset di DKI Jakarta.  Jadi pertanyaan yang kritis dan keras, harus diungkap di depan publik. Sekali lagi kita harus obyektif dalam berpolitik, sekaligus menempatkan “Jejak Rekam” masa lalu dalam menilai masa lalu calon calon Pejabat Publik.

Janganlah kita memilih Pemimpin yang berkelakuan seperti Brutus dan sejarah menjadi “Panggung Sandiwara” para pemain pemain proyek anggaran .........

Keterangan Dokumen : 

Gambar Pertama : 

Jawaban Sandiaga Uno kepada Johannes Kotjo, Direksi PT Jakarta Depot Satelit yang menunjukkan bahwa aset SHGB no. 31 adalah sepenuhnya PT VDH Teguh Sakti, yang juga sepenuhnya milik Edward Soeryadjaya. Ini berarti Sandiaga Uno sejak awal sudah sadar bahwa Sertifikat yang sah adalah no.31 bukan Sertifikat no.32 yang muncul belakangan sebagai pengganda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun