Mohon tunggu...
Raden Mas Noto Suroto
Raden Mas Noto Suroto Mohon Tunggu... -

Bangsawan Jawa

Selanjutnya

Tutup

Money

Skandal Sertifikat Bodong Sandiaga

29 Maret 2017   19:28 Diperbarui: 4 April 2017   18:14 17019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dino Sudradjat, Direktur PT JDS melaporkan pada Polisi bahwa Sertifikat No.31 itu hilang, Penerima-nya adalah seorang Polisi bernama Kompol Sunardi. Dalam laporan itu Sunardi mengetik bahwa sertifikat itu hilang. Namun keajaiban terjadi, Kompol Sunardi yang dulunya adalah Kapolsek Tangerang Selatan delapan tahun kemudian bertugas di Polda Metro Jaya, yang menerima laporan kehilangan sertifikat no.31 dipindah ke Polda Metro Jaya. Eh, 8 tahun kemudian malah Dino Sudradjat melapori bahwa sertifikat no.31 telah dicuri Edward Soeryadjaya. Disinilah terjadi percakapan “Bapak masih inget saya?” tanya Sunardi. Ditanya seperti itu, Dino Sudradjat menggeleng gelengkan kepala, rupa-rupanya ia lupa lupa ingat atas wajah Sunardi. “Dulu delapan tahun yang lalu saya dilapori oleh anda SHGB No.31/Sumur Bandung yang terletak di Balaraja, Tangerang dilaporkan oleh anda hilang, kini anda malah melaporkan bahwa Bapak Edward Soeryadjaya telah mencurinya. Ini berarti memang Dino Sudradjat mengakui bahwa sertifikat itu ada. 

Dari sinilah kemudian terjadi hal yang aneh, hilangnya sertifikat diganti dengan munculnya sertifikat baru tapi nomornya adalah 32. Jadi selama 9 tahun (2000-2009) lahan yang sedia-nya akan dijadikan Depot Pertamina itu, memiliki sertifikat ganda.

Semua yang terlibat dalam persoalan ini, termasuk Sandiaga Uno tahu bahwa Sertifikat no.31 tidak hilang tapi berada di tangan Edward Soeryadjaya, namun tiba-tiba muncul Sertifikat no.32 dan lucunya lagi, sertifikat duplikat itu memiliki nomor yang berbeda yaitu no.32. Jadi selama 9 tahun status tanah itu memiliki dobel sertifikat, ini harus diklarifikasi oleh pihak BPN yang terkait karena ini masuk dalam kejahatan surat kepemilikan tanah.

Nah, sertifikat bodong no.32 –lah yang kemudian dijadikan alat transaksi dalam pencairan ‘pembatalan’ proyek Depo Pertamina Balaraja.  Akhirnya Pertamina membayar kepada PT PWS sebesar US$ 6,4 Juta.

Nah, pengumuman penggantian dana Pertamina kepada PT Jakarta Depo Satelit (JDS) dalam hal ini rekanan PWS dalam persoalan proyek,

Terjadilah keributan besar antara Edward Soeryadjaya dan Sandiaga Uno, karena Edward menilai Sandi telah melakukan perbuatan menantang hukum, dengan menggunakan sertifikat no. 32 yang ternyata sertifikat aslinya ada. Apalagi sertifikat itu bisa digunakan dalam mencairkan uang Pertamina, sejumlah US$ 6,4 Juta.

Pencairan dana 6,4 Juta Dollar tidak diketahui Edward Soeryadjaya, suatu saat pada tanggal 9 Mei 2009, Edward membaca surat kabar KOMPAS yang memuat pengumuman pengambilalihan tanah antara Pertamina dengan Jakarta Depot Satelit terkait soal pengambilalihan proyek dan bangunan diatasnya. Edward sontak kaget ketika membaca bahwa salah satu syarat yang dikeluarkan Pertamina adalah Sertifikat No.32, sementara tidak ada SHGB no.32 yang ada adalah no.31. Ini artinya Pertamina dengan sengaja telah melakukan tindakan sembrono yang bisa merugikan keuangan perusahaan. Apakah ini sengaja atas ketidaktahuan itu, Surat Pengumuman itu sendiri ditandatangani oleh Genades Panjaitan, Kepala Biro Hukum Pertamina.

Pengumuman Pertamina Atas Sertifikat no.32
Pengumuman Pertamina Atas Sertifikat no.32
Meledaklah kemarahan Edward, karena ia merasa ditipu bahkan oleh anak angkat yang ia bina sendiri Sandiaga Uno. Namun ia juga merasa sedih bagaimana anak angkat yang ia bangga banggakan di depan setiap orang malah menikam dari belakang...et brute...et tu brute (kau juga brutus...) begitulah Julius Caesar mengucapkan ungkapan kesedihannya saat ditikam anak angkatnya sendiri Brutus.

Edward adalah orang yang membawa Sandiaga ke tengah lingkaran keluarga Soeryadjaya, awal perkenalan Edward dengan Sandi, di suatu siang yang cerah pada tahun 1978. Saat itu Mien Uno, Ibu Kandung dari Sandiaga Uno mengenalkan Sandi cilik yang baru berusia 9 tahun kepada Edward "ini lho Oom Edward, yang punya Toyota, kalau kamu ada perlu ingat Oom Edward ya..." di tahun 1978, Sandi adalah anak kecil yang manis. Bibirnya kemerah-merahan dan sikapnya yang amat santun tentu banyak orang tua melihat Sandi ini dengan gemas. Waktu berjalan cepat, di tahun 1990 setelah Sandi lulus dari sekolahnya di Amerika Serikat, Wichita State University dengan nilai cemerlang. Setelah lulus Sandi ingat pada pesan mama-nya Mien Uno. Ia pun bergegas menemui Edward Soeryadjaya. Dia bilang "Oom masih inget dengan saya?" kata Sandi dengan senyum ramahnya. "Saya anak Ibu Mien Uno" lalu antara Sandiaga dan Edward Soeryadjaya terjalin hubungan yang akrab. Edward adalah jenis orang yang cepat percaya dengan orang, ia juga punya sikap dasar suka menolong orang. Watak ini menurun dari Bapaknya William Soeryadjaya yang akrab disapa Oom Willem. Dalam membangun Astra, Oom Willem lebih percaya pada 'membangun manusia-nya' bukan 'membangun nilai benda perusahaan', karena membangun 'manusia' akan membangun perusahaan secara utuh. Di mata Edward, anak muda bernama Sandiaga ini memiliki prospek yang cerah. Sandi lantas ditempatkan di Bank milik Edward, Bank Summa dan belajar tentang soal soal dasar Perbankan. Saat itu juga gairah pendidikan di Astra amat kuat daya hidupnya. Teddy Permadi (TP) Rahmat, dirut Astra mengambil program CFA (Certified Financial Analysis) dan lulus sampai level 3, sementara Edward juga mengambil kursus bisnis di Filipina, di awal 1990, Manila memang jadi pusat pendidikan finansial, bahkan mengalahkan Singapura. Banyak pebisnis pebisnis Asia menimba ilmu bisnis di Manila. Dan Sandi disekolahkan Edward ke George Washington University, semua biaya serinci rincinya ditanggung oleh Edward.

Tahun 1992, Astra dihantam krisis besar. Segerombolan pengusaha ingin menguasai Astra dari tangan William Soeryadjaya, kebetulan juga ada kasus Bank Summa dan Edward anak sulung William Soeryadjaya sedang menghadapi masalah pribadi yang berat, yaitu : isterinya sakit keras. Heppy Herawati dirawat di Amerika Serikat, akhir tahun 1992, Heppy meninggal. Dengan limbung Edward pulang ke Jakarta dan melihat Perusahaan Astra mulai berpindah tangan kepemilikan. Disini Edward memanggil Sandiaga, tugasnya adalah membenahi perusahaan-perusahaan kecil yang melingkupi Astra. "Kamu bantulah Pak Willem, San" kata Edward kepada Sandiaga.

Setelah membereskan beberapa persoalan terkait pengambilalihan Astra dari William Soeryadjaya, ke sindikasi pengusaha lain. Edward pun memberikan pekerjaan pada Sandiaga mengelola perusahaan minyak-nya NTI Resources yang berkedudukan di Singapura. Disini Sandi digaji Edward dan dibiayai bolak balik Singapura Kanada. Edward juga memerintahkan Sandi untuk bagaimana belajar bisnis minyak bumi termasuk menjadi rekanan bisnis Pertamina, dari Edward-lah Sandiaga berkenalan dengan banyak "orang dalam" Pertamina. Namun lagi lagi krisis 1997 membuyarkan itu semua, harga minyak jatuh dan NTI Resources tutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun