Mohon tunggu...
Abdul Fikar Khajar
Abdul Fikar Khajar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah di Universitas Negeri Semarang

Orang yang tidak tahu kalau dirinya tidak tahu, orang yang tidak tahu kalau dirinya tahu, orang yang tahu kalau dirinya tidak tahu, dan orang tahu kalau dirinya tahu (Abu Hamid al-Ghazali)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

3 Sanggahan Al-Ghazali atas Argumen Teologis para Filsuf

29 Mei 2023   12:07 Diperbarui: 29 Mei 2023   12:40 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abu Hamid al-Ghazali atau lebih dikenal luas sebagai al-Ghazali adalah seroang pemikir besar  yang lahir pada masa pemerintahan bani Abbasiyah. Dirinya lahir di Kota Thus, sebuah kota kecil yang berada di Khurasan. Sejak masih kecil, dirinya telah menempuh pendidikan agama, yaitu semenjak ditaruh di panti asuhan oleh ayahnya. Di tempat tersebut ia memperoleh jaminan berupa tempat tinggal, kebutuhan konsumsi, dan pendidikan. Dirinya pun berhasil menjadi orang hebat yang memiliki kedalaman kemampuan dalam berbagai macam disiplin ilmu sehingga wajar jika ia mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pengajar di sebuah madrasah kajian ilmu di saat usianya masih belia. 

Al-Ghazali kala itu menguasai sebagian besar bidang ilmu yang meliputi bidang filsafat, teologi, fiqh, dan lain-lain.  Bahkan hingga masa dewasa ini namanya masih tetap dikenang karena kontribusinya dalam mengembangkan pemikiran tentang agama Islam. Hal itu membuatnya dijuluki sebagai Hujjatul Islam (Pemelihara aqidah umat Islam) di mana pada saat itu umat berada pada posisi goyah secara keyakinan akibat maraknya isme-isme filsafat metafisika ala aristotelian yang dianggap bertentangan dengan Aqidah dalam ajaran Islam.

Pada saat itu pemikiran filsafat yang diprakarsai oleh Aristoteles banyak diadopsi oleh beberapa filsuf besar dari kalangan Islam sendiri seperti Ibnu Sina dan al-Farabi. Berikut sejumlah pemikiran mahzab aristotelian yang dianggap menyesatkan oleh Imam al-Ghazali.

1. Keberadaan Alam Semesta

Teori tentang ketidakawalan alam semesta pada masa silam pernah dicetuskan oleh seorang filosof besar dunia yang masih popeler hingga kini. filosof tersebut bernama Aristoteles yang dikenal sebagai pemikir beraliran paripatetik. Melalui pemikirannya ia telah banyak melahirkan teori-teori terkemuka

Namun, dalam dunia akdemik Islam ia mendapatkan pertentangan yang berhubungan dengan teori metafisikanya yang menyatakan bahwa alam semesta bersifat abadi. Lebih jauh, teori tersebut menyebutkan bahwasannya alam semesta tidak memiliki keberawalan alias ada bersamaan dengan keberadaan Tuhan. Atas pemikiran tersebut al-Ghazali pun membantahnya.

2. Statement tentang Tuhan memiliki keterbatasan

Dalam mahzab pemikiran aristotelian terdapat sebuah pandangan yang mengatakan Tuhan memiliki keterbatasan. Teori tersebut didasarkan pada sebuah spekulasi bahwa Tuhan tidak memiliki pengetahuan tentang masa depan. Adapun yang diketahui Tuhan hanyalah daya kognitif tentang masa sekarang dan sebelumnya.

Al-Ghazali pun kembali membantah argumen tersebut melalui salah satu karyanya yang sangat fenomenal berjudul at-Tahafut Falasifah (kekcacauan berpikir para filosof). Dalam bukunya itu, dikatakan oleh al-Ghazali bahwa pemikiran semacam itu tumbuh sebagai konsekuensi dari teori yang mereka yakini di mana Tuhan bermanifestasi dalam bentuk alam semesta. Al-Ghazali menuturkan kalau akibat pemikiran tersebut para filosof telah terjebak pada keyakinan yang mana Tuhan dianggap memiliki dimensi ruang dan waktu sama dengan makhluk cipataannya yang berwujud materi.

3. Argumentasi tentang pembelaan terhadap Tuhan oleh para filosof

Salah satu pemikiran kaum filosofis yang terkenal adalah teori Tuhan maujud bersamaan dengan alam semesta. Di mata mereka bila Tuhan ada lebih awal mendahului alam semesta, maka Tuhan belum memiliki pengetahuan dan kehendak akan pengadaannya. 

Sebagai perumpamaan guna memudahkan pemahaman, dulu para filosof memiliki pertanyaan mendasar terkait hal ini, dikatakan oleh mereka "apabila alam semesta baru bereksistensi 1000 tahun sesudah eksistensi Tuhan, lalu mengapa Tuhan tidak langsung mencipta? Padahal Tuhan Maha Mengetahui dan Berkehendak". "Lalu, apa yang dilakukan Tuhan pada waktu sebelum penciptaan itu? ". Atas dasar pertanyaan tersebut kemudian para filosof mulai meyakini spekulasi bahwa Tuhan ada bersamaan dengan alam semesta.

Hal ini kemudian direspon oleh al-Ghazali dengan mematahkan anggapan tersebut. menurutnya, para filosof telah terlampau jauh dalam memahami esensi Tuhan sehingga mereka justru tersesat karena memiliki pola pikir serta melakukan konfirmasi atas pemikirannya yang mana sangat bertentangan dengan rambu-rambu ajaran Islam. 

Baginya, manusia memiliki kemampuan terbatas sehingga tidak akan mampu memahami Tuhan yang bersifat transedental. Sementara itu, para filosof yang menganggap diri mereka paling logis membuat asumsi-asumsi liar yang terlalu terpaku dengan pada objek material sehingga berpemikiran Tuhan berdimensi sama dengan makhluk. Padahal terdapat aspek-aspek metafisika yang selamanya tidak mungkin dapat dijangkau oleh akal manusia kecuali dengan petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kitab suci. Apalagi dalam salah satu surahnya Tuhan telah berfirman bahwa entitasnya tidaklah sama dengan makhluk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun