Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjuangan Thawaf Qudum Dan Kerinduan yang Membuncah, Catatan Perjalanan Haji 2024 (Bagian 5)

16 Juli 2024   09:45 Diperbarui: 16 Juli 2024   09:48 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang yang melaksanakan ibadah haji atau umroh, maka hal pertama yang dilakukan di Mekkah adalah melaksanakan thawaf qudum. Thawaf qudum merupakan  thawaf sunnah sebagai penghormatan kepada Baitullah. Bagi jamaah yang melakukan haji ifrad atau qiran, thawaf qudum dilaksanakan tersendiri di hari pertama kedatangannya di Mekkah. Sedangkan bagi jamaah haji yg melakukan haji tamattu, thawaf qudum tidak dilakukan tersendiri,  tetapi sudah termasuk di dalam thawaf umrah.

Mungkin ada yang bingung, mengapa ada thawaf umrah dalam ibadah haji. Penjelasannya seperti ini. Menurut mayoritas ulama, yang diwajiban atas setiap muslim  tidak hanya haji tetapi juga umrah. Keduanya diwajibkan hanya sekali sepanjang umur. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Baqarah: 196, (Dan sempurnakanlah haji Dan umrah karena Allah). Memang ada sebagian ulama Hanafiyah yang berpendapat bahwa hukum umrah tidak wajib tapi sunnah muakkad .

Nah, setiap orang yang berhaji ada dua kemungkinan. Pertama, melakukan haji saja di bulan haji sedangkan umrahnya di lain waktu. Orang yang hajinya seperti ini disebut haji ifrad. Umumnya haji model ini dilakukan oleh penduduk lokal Mekkah dan sekitarnya atau orang asing yang mukim di Mekkah dan sekitarnya. Bagi mereka tidak ada kesulitan untuk berumrah di waktu lain setelah bulan haji.

Kedua, melakukan haji dan umrah di musim haji. Ada yang mendahulukan umrah dulu sebelum haji dan hajinya disebut haji tamattu'. Ada pula yang menggabungkan  niat umrah saat  melakukan thawaf dan sai  ifadhah (thawaf dan sai yang merupakan rukun haji).Haji model terakhir ini disebut haji qiran.

Kebetulan haji yang kami lakukan saat itu adalah haji tamatthu'. Kami datang ke Mekkah sebelum pelaksanaan rangkaian ibadah haji yaitu sebelum tanggal 8 Dzulhijjah. Pada tanggal 8 Dzuhijjah inilah  rangkaian ibadah haji diulai dengan kegiatan tarwiyah, yaitu menginap di Mina pada 8 Dzulhijjah malam sebelum wukuf di Arafah tanggal 9 nya.

Kami tiba di Mekkah sore hari tanggal 6 Juni 2024 atau 29 Dzulqo'dah 1445. Karena kedatangan kami di sore hari, maka waktu ideal untuk melakukan umrah (thawaf, sai dan tahallul)  yang thawafnya sekaligus thawaf qudum adalah di malam hari setelah isya'. Namun kami tidak langsung mengambil waktu setelah isya', melainkan pukul 23.00 WAS untuk memberi kesempatan tubuh ini mengembalikan energi yang terkuras setelah perjalanan panjang dari tanah air.

Pelaksanaan umrah menjadi momentum yang sangat mengaduk-aduk perasaan terutama bagi jamaah yang belum pernah berumroh. Ada rasa rindu, senang, penasaran, gugup dan waswas bercampur menjadi satu.

Pada pukul 22.30 saya dan rombongan jamaah sudah bersiap diri di lobby hotel sambil menunggu teman yang masih tercecer karena antrian masuk lift untuk turun dari lantai 18 dan 19. Sepanjang hari kami penuh kewaspadaan karena masih berihram. Kami saling mengingatkan agar tidak melanggar larangan ihram. Butuh effort dan kewaspadaan tinggi untuk melakukan itu karena harus merubah kebiasaan lama.

Setelah semua anggota rombongan berkumpul, kecuali yang berkursi roda yang tidak kami ikut sertakan malam itu, saya pun mengomando semua jamaah untuk berjalan ke luar hotel melalui pintu belakang. Adapun beberapa jamaah yang berkursi roda kita rencanakan untuk diantar umrah pagi harinya.  

Di luar, seorang pemandu umrah telah menunggu. Kami sengaja meminta bantuan mukimin untuk memandu, karena kebanyakan jamaah belum kenal medan. Pemandu yang sering diistilahkan muthawif menunjukkan jalan menuju pintu Babussalam yang dekat dengan titik memulai thawaf yaitu area yang sejajar dengan hajar aswad. Area ini ditandai dengan lampu hijau yang terlihat di sebelah kanan orang yang thawaf.

Untuk menuju ke Masjidil Haram kami menumpang bus shalawat (bus untuk shalat 5 waktu), istilah untuk armada bus yang disewa oleh pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi angkutan jamaah haji Indonesia dari hotel ke Masjidil Haram. Berdasarkan keterangan Kementerian Agama di media, musim haji tahun 2024 ini pemerintah menyewa sebanyak 450 armada bus yang melayani 22 rute. 

Rute yang melintasi hotel kami adalah rute 9 yaitu rute Raudhah 1 - Syib Amir. Syib Amir adalah terminal yang terletak di sebelah utara Masjidil Haram. Terminal ini menjadi terminal bagi jamaah haji yang tinggal di wilayah Raudhah, Syisyah dan Jarwal. Untuk rute 9 tersedia 30 armada bus saat puncak haji. Tetapi berkurang hingga hanya 4 armada di waktu-waktu akhir.

Pada malam itu adalah H -10 dari puncak kegiatan haji. Kondisi Mekkah sudah sangat padat dengan jamaah calon haji termasuk jamaah Indonesia. Saat itu bus-bus shalawat selalu penuh sesak dengan jamaah. Pun bus yang kami tumpangi. Tidak kurang dari 20 orang harus berdiri. Talbiyah menggema sepanjang perjalanan menuju Masjidil Haram. 

Supir bus dari Mesir ikut menikmati alunan talbiyah. Dengan hati yang sangat berdebar kami turun dari bus sambil memandangi keindahan Masjidil Haram yang dikelilingi tower-tower pencakar langit dan berhiaskan lampu-lampu. Kami berjalan dalam kerumunan. Pemandu berjalan di depan, sedangkan saya berjalan dibelakang sambil mengawasi jamaah agar tidak tercecer.

Setiba di WC terdekat dari arah Syib Amir, terdengar suara teriakan yang memanggil, "Ustadz.. , sebentar..., ada yang tidak kuat.". Salah seorang jamaah terlihat dibopong dan didudukkan di kursi yang tersedia di tempat itu. Saya bergegas menghampirinya. " Ustadz, kulo ngangge jasa pendorong mawon (Ustadz, saya pakai jasa pendorong saja). 

Saya pun menenangkan dan mengiyakannya. Saya juga berteriak untuk menanyakan kepada Jamaah lain , "Adakah yang tidak kuat lagi dan butuh jasa pendorong". Seorang jamaah menyahut, "Ustadz, ibuk ini tolong dicek!". Saya pun menghampiri seorang ibuk yang dimaksud. "Ibuk mau didorong pakai kursi?", saya menanyainya. Ia tampak berdiskusi dengan suaminya. Tak lama kemudian suaminya menjawab,"Ia mau mencoba jalan saja Ustadz,." "Ok, bismilah", timpal saya. 

Kemudian saya menghampiri petugas berompi yang sudah siap dengan kursi rodanya. "Bikam thawaf wa sai (Berapa biaya untuk tahwaf dan sai?" tanyaku. "Miatainn wa khamsuun (dua ratus lima puluh)" jawabnya. Saya pun mengarahkan jamaah yang akan didorong dengan kursi roda untuk menyiapkan 250 real dan memberikannya kepada petugas setelah selesai. Saya juga memintanya untuk menunggu di tempat pemberhentian nantinya. Kepada petugas pendorong saya minta untuk tidak terburu-buru dalam mendorong dan menurunkannya di tempat pemberhentian.

Selanjutnya saya kembali berkonsntrasi pada rombongan dan meminta pemandu untuk melanjutkan perjalanan menuju titik awal thawaf. Ketika itu waktu hampir pukul 12 malam. Ketika melintasi WC langkah kami berhenti karena beberapa jamaah mohon izin ke kamar kecil. Momen itu kita gunakan untuk mengecek kembali kelengkapan anggota rombongan. Sempat terjadi sedikit kepanikan dari beberapa jamaah yang anggota keluarga atau kerabatnya ternyata tidak terlihat bersama rombongan. Setelah beberapa saat menunggu, ahamdulilah semua anggota telah berkumpul termasuk yang tadi menghilang tanpa memberi tahu teman yang lainnya.

Dengan perasaan yang semakin deg-degan campur penasaran, rombongan bergerak menuju Babussalam yang menjadi pintu paling pavorit untuk dimasuki oleh banyak kaum muslimin ketika memasuki Masjidil Haram dari 129 pintu yang ada. Selain pintu ini terkenal karena dahulu ketika Fathu Makkah Nabi saw memasuki Masjidil Haram melalui pintu ini, juga karena pemandangan Ka'bah dan hajar aswad segera terlihat ketika memasuki pintu ini.

Perjalanan menuju Babussalam sangat lancar tanpa ada kesulitan untuk mencarinya karena ada pemandu. Ketika memasuki pintu Babussalam tidak lupa kami berdoa dengan doa masuk masjid. Pemandu kemudian memberi arahan kepada jamaah sebaiknya melepas alas kaki ketika memasuki Masjidil Haram meskipun mengenakan sandal atau alas kaki lainnya diperbolehkan. Sebagian besar jamaah melepas sandal dan sepatu dan hanya sebagian kecil yang tetap memakainya karena kebutuhan. Nabi Muhammad saw sendiri diriwayatkan melakukan thawaf dan sai di atas binatang tunggangannya. Hal ini menjadi dasar kebolehan memakai alas kaki ketika thawaf dan sai.

Ketika langkah rombongan semakin dekat dengan pelataran Ka'bah, semua pandangan mulai tertuju ke arah bangunan kubus dengan  panjang sekitar 12,86 meter, lebar 11,03 meter, dan tinggi 13,1 meter tersebut.  Tanpa dikomando para jamaah melafalkan dzikir " Allahumma antas salam wamikas salam fahayyina Rabbana bissalam (Ya Allah, Engkau adalah keselamatan. Dari-Mu keselamatan berasal. Wahai Tuhan kami, berikan kehormatan pada kami melalui keselamatan).

Belum selesai semua jamaah berkomat-kamit melafalkan doa, tiba-tiba disuguhkan di depan mata gelombang besar pergerakan manusia yang sedang hanyut dalam ritual thawaf. Sedangkan rombongan kami masih berada di pinggiran gelombang tersebut dan terus mengamati sudut hajar aswad tempat memulai thawaf serta mencari strategi yang  soft untuk masuk ke dalam arus besar manusia yang seakan tidak ada hentinya. Sesampai di garis hajar aswad lambaian tangan serentak mengiringi lantunan dzikir "Bismillahi Allahu Akbar. Kami pun larut dalam arus yang tidak hanya menghanyutkan badan tetapi juga menghanyutkan perasaan ke dalam suasana spiritualitas yang kenikmatannya bersifat intim dan eksklusif.

Sepanjang thawaf kami berkonsntrasi untuk berdzikir dengan kalimat-kalimat thayyibah sambil melakukan roml (berlari-lari kecil atau berjalan cepat tanpa menjauhkan langkah) bagi laki-laki pada 3 putaran awal dari sudut hajar aswad dan sudut yamani. Raml menurut mayoritas ulama hanya disunahkan pada thawaf Qudum. Selain roml, pada saat thawaf qudum juga dusunnahkan membiarkan terbuka bahu kanan (idhthiba'). Ketika memasuki area pojok atau rukun yamani hingga hajar aswad, doa sapu jagat tak henti-hentinya terucapkan oleh lisan.

Secara fisik suasana thawaf sebetulnya penuh sesak dan berdesak-desakan. Puluhan ribu jamaah tumpah ruah dan bergerak bersama-sama.  Sesekali kepala harus diangkat ke atas untuk mendapatkan asupan oksigen yang cukup. Tubuh kita yang kecil juga menjadi kendala ketika berada  di tengah-tengah jamaah dari negara lain yang tubuhnya tinggi besar. Terdorong, tertabrak, terdongsok, terdesak, seringkali tak terhindarkan. Kadang ada jamaah yang terinjak sandalnya atau bahkan terjatuh seperti yang menimpa salah satu jamaah rombongan kami. Ketika peristiwa itu, saya dengan sigap meminta jamaah lain membuat tembok perlindungan hingga yang terjatuh bisa bangun dan berjalan kembali.

Ujian  yang paling berat adalah ketika melintas di area hajar aswad. Di area ini biasanya jamaah dalam gerombolan menerobos dan memecah arus thawaf untuk keluar dari kerumunan dan mengakhiri thawaf mereka .

Meskipun fisik kami selalu bergerak dengan penuh  kewaspadaan tinggi dan berjibaku untuk bisa mengelilingi Ka'bah, namun hati dan lisan senantiasa berdzikir menghaturkan puja-puji syukur dan memanjatkan segala doa dan hajat kepada Allah SWT. Tanpa disadari air mata jatuh bercucuran membasahi pipi. 

Semua perasaan dari rasa syukur, rindu Baitullah, rasa butuh yang sangat  akan rahmat-Nya tumpah bersamaan dengan keinginan mengagungkan pemilik bait al-atiq ini. Seakan semua itu menjadi seonggok kerinduan yang membuncah yang harus dan mesti terlampiaskan setelah menunggu sekian tahun lamanya.

Ka'bah memang hanya sebuah bangunan yang terdiri dari tumpukan balok-balok batu. Tetapi ia telah dijadikan oleh Allah sebagai pusat energi spiritual. Dalam buku The Power of Ka'bah, Zainurrofieq (2016) menyebutnya  sebagai menara tauhid karena dapat mempertebal keimanan dan kepasrahan kita kepada Allah SWT. Keberadaannya dapat menjadi kekuatan pembuka alam bawah sadar manusia dan menumbuhkan kecerdasan spiritualnya, hingga mengantarkan  pada keyakinan bahwa Allah Maha Besar.(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun