Sepanjang thawaf kami berkonsntrasi untuk berdzikir dengan kalimat-kalimat thayyibah sambil melakukan roml (berlari-lari kecil atau berjalan cepat tanpa menjauhkan langkah) bagi laki-laki pada 3 putaran awal dari sudut hajar aswad dan sudut yamani. Raml menurut mayoritas ulama hanya disunahkan pada thawaf Qudum. Selain roml, pada saat thawaf qudum juga dusunnahkan membiarkan terbuka bahu kanan (idhthiba'). Ketika memasuki area pojok atau rukun yamani hingga hajar aswad, doa sapu jagat tak henti-hentinya terucapkan oleh lisan.
Secara fisik suasana thawaf sebetulnya penuh sesak dan berdesak-desakan. Puluhan ribu jamaah tumpah ruah dan bergerak bersama-sama.  Sesekali kepala harus diangkat ke atas untuk mendapatkan asupan oksigen yang cukup. Tubuh kita yang kecil juga menjadi kendala ketika berada  di tengah-tengah jamaah dari negara lain yang tubuhnya tinggi besar. Terdorong, tertabrak, terdongsok, terdesak, seringkali tak terhindarkan. Kadang ada jamaah yang terinjak sandalnya atau bahkan terjatuh seperti yang menimpa salah satu jamaah rombongan kami. Ketika peristiwa itu, saya dengan sigap meminta jamaah lain membuat tembok perlindungan hingga yang terjatuh bisa bangun dan berjalan kembali.
Ujian  yang paling berat adalah ketika melintas di area hajar aswad. Di area ini biasanya jamaah dalam gerombolan menerobos dan memecah arus thawaf untuk keluar dari kerumunan dan mengakhiri thawaf mereka .
Meskipun fisik kami selalu bergerak dengan penuh  kewaspadaan tinggi dan berjibaku untuk bisa mengelilingi Ka'bah, namun hati dan lisan senantiasa berdzikir menghaturkan puja-puji syukur dan memanjatkan segala doa dan hajat kepada Allah SWT. Tanpa disadari air mata jatuh bercucuran membasahi pipi.Â
Semua perasaan dari rasa syukur, rindu Baitullah, rasa butuh yang sangat  akan rahmat-Nya tumpah bersamaan dengan keinginan mengagungkan pemilik bait al-atiq ini. Seakan semua itu menjadi seonggok kerinduan yang membuncah yang harus dan mesti terlampiaskan setelah menunggu sekian tahun lamanya.
Ka'bah memang hanya sebuah bangunan yang terdiri dari tumpukan balok-balok batu. Tetapi ia telah dijadikan oleh Allah sebagai pusat energi spiritual. Dalam buku The Power of Ka'bah, Zainurrofieq (2016) menyebutnya  sebagai menara tauhid karena dapat mempertebal keimanan dan kepasrahan kita kepada Allah SWT. Keberadaannya dapat menjadi kekuatan pembuka alam bawah sadar manusia dan menumbuhkan kecerdasan spiritualnya, hingga mengantarkan  pada keyakinan bahwa Allah Maha Besar.(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H