Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kedatangan di Mekkah dan Renungan Daya Tarik Mekkah, Catatan Perjalanan Haji 2024 (Bagian 4)

8 Juli 2024   15:12 Diperbarui: 8 Juli 2024   18:36 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesawat yang mengangkut saya yaitu kloter 90 SOC  landing di bandara internasional King Abdul Azis Jeddah siang hari setelah dhuhur waktu Arab Saudi (WAS) tanggal 6 Juni 2024. Kalau menggunakan WIB tinggal menambah 4 jam. Setelah pesawat landing dan berhenti di tempat penurunan penumpang,  para awak kabin mengarahkan para penumpang untuk turun melewati pintu-pintu yang telah ditetapkan. Tidak lupa para awak kabin mengingatkan para penumpang agar membawa serta tas kabin dengan hati-hati. Mereka melemparkan senyum ke setiap penumpang sambil menyampaikan ucapan terima kasih telah terbang bersama maskapainya.

Ketika kloter kami diturunkan, kebetulan tidak difasilitasi dengan garbarata yang menghubungkan pintu pesawat dengan terminal kedatangan. Kami diturunkan di tempat berhentinya pesawat. Saat kami melangkah dari tangga terakhir, tampak seorang petugas bandara dengan menggunakan bahasa Arab mengemando dan mengarahkan kami ke sebuah bus yang sejak tadi telah standby.

Karena gaya komunikasi orang Arab yang cenderung lantang maka terkesan kasar dalam mengarahkan jamaah. Sejak menginjakkan kaki di bandara, kami sudah diperdengarkan seruan yang akan sering kami dengar dari petugas di area-area ibadah haji, yaitu seruan "yallah ya haajj". Kalau diterjemahkan ke bahasa kita "ayoo, pak haji" dan umumnya diucapkan dengan teriakan yang lantang. Salah seorang jamaah yang menanyakan kursi rodanya dengan bahasa Indonesia ke petugas tersebut direspon dengan teriakan yang tidak kami pahami. Saya pun mendekat  mencoba menerjemahkan pertanyaan jamaah tersebut, dan yang saya dapat juga respon teriakan yang lebih kencang. Saya pun merespon dengan intonasi  dan suara yang juga kencang dalam bahasa Arab "liihh???" yang kalau diinggriskan "why???".

Akhirnya komunikasi kami selesai dengan saling memalingkan muka. Kemudian saya mengajak jamaah tadi untuk segera naik ke bus yang sudah penuh sesak dengan jamaah lain.

Setiba di terminal kedatangan para jamaah di sambut oleh beberapa petugas haji Indonesia maupun petugas Arab Saudi yang sedikit-sedikit bisa bahasa Indonesia. Di sini kesan kasar hilang dan berganti kesan ramah. Beberapa muda-mudi Arab dengan gamis dan rompi yang menunjukkan atribut sebagai petugas berdiri di beberapa titik sepanjang jalan menuju bus yang akan mengangkut jamaah ke Mekkah. Mereka tidak henti-hentinya mengumbar senyum dan menyabut kedatangan jamaah dengan ucapan ahlan, selamat datang dan doa semoga menjadi haji mabrur. 

Saya sempat menyapa salah seorang dari mereka dengan bersalam dan basa-basi tanya kabar, "keif haalak (apa kabar)?" Ia merespon, "bi khair alhamdulillah". Kemudian saya bertanya namanya, 'isy ismak?" Ia menjawab ,"Yusuf". Lalu saya lanjut bertanya, "Anta Suudiy? (Kamu orang Saudi?)" Ia menjawab, "Naam". Saya pun menyalaminya dan melanjutkan langkah kaki menuju bus.

Di bus, saya mendapatkan ada makanan roti basah dan biscuit sertas minuman jus dan air mineral. Tetapi saya abaikan. Saya terlebih dahulu memeriksa anggota rombongan. Ternyata pengangkutan jamaah tidak per rombongan, melainkan acak yang datang duluan lansung masuk bus. Para jamaah juga tidak diarahkan menunggu koper bagasi. Tanpa menunggu lama dan tanpa menghitung jamaah yang masuk bus, supir bus segera menancapkan gas membawa kita ke Mekah. Saat itu waktu Arab Saudi menunjukkan sekitar jam 13.30 dan waktu Solo jam 17.30.

Saat bus melaju ke luar bandara, pemandangan di kanan kiri tidak ada yang menakjubkan. Sebaliknya menimbulkan tanda tanya penasaran sekaligus kekaguman. Selain jalanan beraspal yang halus dan sangat lebar, yang terlihat adalah gunung-gunung batu dan hamparan gurun yang panas. Beberapa kali terlihat gerombolan onta di tengah padang pasir. Sontak pikiran kebanyakan jamaah mempertanyakan apa makanannya, karena tidak ada rerumputan.

Penasaran belum pula terpuaskan, rasa takjub mulai bergelayut di pikiran ketika melihat jalanan yang menembus pegunungan batu. Mekkah memang dikenal juga sebagai kota terowongan karena memiliki puluhan terowongan yang menembus pegunungan batu. Pada tahun 2011, Pemerintah Kota Mekkah memulai pembangunan 55 terowongan. Sebanyak 10 di antaranya merupakan terowongan pejalan kaki dan sisanya untuk kendaraan bermotor.

Rasa takjub dan penasaran datang silih berganti. Pun ketika memasuki jantung kota Mekkah yang dipenuhi gedung-gedung mewah dan tata ruang kota yang rapi. Jalanan kota tertata sedemikian rupa dari yang bertumpuk hingga berjajar 4 ruas untuk mengurangi kemacatan. Tetapi kesan gersang tetap lebih kuat. Mobil-mobil yang terparkir di luar gedung terlihat jauh lebih banyak daripada penampakan penduduknya di siang hari. Apa gerangan yang menjadikan kota ini menjadi salah satu  destinasi yang paling banyak dikunjungi di dunia? 

Tanpa berpanjang analisis kita akan menjawabnya sendiri dengan merujuk pada doa Nabi Ibrahim as. berikut ini, "Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur" (QS. Ibrahim: 37).

Kita kembali ke cerita perjalanan dari Jeddah ke Mekkah. Saat kondisi lalu lintas normal, perjalanan membutuhkan sekitar 1 jam lebih 10 menit. Tetapi sedari awal keluar area bandara ke jalan umum, saya sudah merasa bahwa lalu lintas saat itu tidaklah normal. Terlihat di sebelah kiri bus-bus yang membawa penumpang jamaah calon haji dari berbagai negara berjajar 3 hingga empat sehingga membuat laju bus merayap.

Kemacetan parah dan membuat laju bus betul-betul stag terjadi ketika memasuki area check point untuk pemeriksaan tasreh bus di daerah Syumaishi sekitar 40 km sebelum Mekkah. Meskipun saat itu petugas hanya memeriksa tasreh bus dan tidak melakukan pemeriksaan pasport dan visa, namun padatnya antrian bus membuat macet.  Bus yang mengangkut kita nyaris tak bergerak hampir satu jam.

Dalam kegalauan menunggu pergerakan bus, saya melirik ke paket mekanan dan minuman yang disediakan bus. Tanpa basah basi saya melahap semua yang ada di bungkus tersebut; jus nanas, roti isi blue berry, dan roti biscuit. Untuk mineral sudah saya habiskan beberapa saat sejak bus berangkat dari Jeddah.

Setelah semua makanan habis, saya membuka hp dan mengecek info terbaru di wa group karom kloter. Ternyata ada " share-share an" pembagian kamar hotel. Saya pun menyibukkan diri untuk membaca dan memeliti satu persatu anggota rombongan dan kamar yang ditempatinya. Setelah itu saya share file tersebut ke grup rombongan. Kebanyakan anggota rombongan tidak menyempatkan diri mengecek info di grup karena sedang fokus menunggu pergerakan bus dan mengatasin kepenatan. Saya pun beriniatif memgabari anggota rombongan yang duduk dekat saya untuk mengecek info di grup. 

Beberapa saat kemudian mulai terdengar kasak-kusuk memperbincangkan pembagian kamar tersebut hingga menjadi viral dalam bus dan mengalihkan fokus mereka dari menunggu kemacetan kepada pembagian kamar hotel tersebut. Terdengar suara ungkapan syukur dari berapa jamaah karena mendapatkan teman sekamar yang cocok di hati. Ada pula yang menerima dengan penuh kepasrahan dan menyikapi secara positif meskipun  tidak mendapatkan teman sekamar sesuai harapan.

Saya sendiri melanjutkan membuat catatan kamar dan anggota rombongan yang menempatinya agar memudahkan koordinasi. Tiba-tiba kepala terasa pening dan tubuh agak lemas. Saya mencurigai bahwa enegi saya mulai terkuras. Beruntung kursi di sebelah saya tidak ada yang menempati. Satu paket snack yang masih ada di atasnya saya manfaatan untuk mengatasi masalah tersebut hingga energi kembali pulih. Sambil terkantuk-kantuk saya menikmati sisa perjalanan.

Ketika bus memasuki kota Mekkah, ada penyetopan kembali oleh petugas. Beberapa petugas naik ke atas bus dan meminta agar jamaah mengumpulkan pasport. Saya pun mengumpulkan pasport jamaah rombongan saya dan menyerahkannya kepada petugas. Setelah beberapa waktu di Mekkah saya mengatahui bahwa petugas yang mengumpulkan pasport tersebut adalah petugas dari maktab. Maktab adalah pihak ketiga yang diberi amanah masyariq (even organizer di atas maktab) untuk memberikan layanan kepada jemaah haji.
Kebetulan kloter SOC 90 berada di bawah naungan maktab 99 yang kantornya berada di kawasan pemukiman Syauqiyah, sekitar 14 km dari lokasi hotel di kawasan Raudhah. 

Saya sendiri pernah ke kantor tersebut sebanyak dua Kali. Pertama sebelum pelaksanaan haji untuk mendaftarkan jamaah yang mengambil tarwiyah. Saat itu diantar oleh seorang mukimin Indonesia. Kedua, dua pekan sebelum pindah ke Madinah untuk pengecekan data rombongan sebelum penyerahan kembali pasport ke jamaah melalui masing-masing karom saat perpindahan jamaah ke Madinah. Saat itu saya dijemput oleh staf maktab bersama ketua kloter dan para karom SOC 90. Pimpinan maktab 99 bernama Thal'at Ayyub Ibrahim , seorang Arab Saudi yang masih ada garis keturunan dari Kedah Malaysia.
Maktab inilah yang mengatur layanan penginapan, konsumsi, transfortasi hal-hal lain  selama pelaksanaan ibadah haji.

Tak lama kemudian sampailah bus yang mengangkut kita di depan hotel. Beberapa petugas langsung naik ke dalam bus seakan hendak menyerbu kita. Tiba-tiba kita disuguhkan dengan drama perdebatan antar petugas, apakah semua jamaah harus diberi gelang penanda saat itu juga atau nanti saat di hotel masing-masing. Bagi kebanyakan jamaah yang belum kenal gaya bicara orang Arab, perdebatan atau lebih tepatnya diskusi tersebut terdengar seperti pertengkaran. Diskusi sengit itu berhenti ketika ada seorang panitia dari Indonesia yang memberi penjelasan dengan gaya bahasa yang tidak terlihat kalau ia orang Indonesia.

Dua orang cewek usia 17-an kemudian memakaikan gelang kertas berbarkot yang berisi informasi hotel tempat menginap jamaah. Ketika hendak memakaikan gelang ke tangan saya seorang dari keduanya menyapa terlebih dahulu, "ahlan ya hajj". Bahasa Arabnya renyah, tapi wajahnya tampak bukan asli Saudi. Saya pun bertanya penasaran, "Anti Suudiyah?" (Apakah kamu orang Saudi?). Ia menjawab, "Laa, ana Malaiziyyah." (Tidak, saya orang Malaysia).

Ini adalah satu satu bukti firman Allah SWT dalam QS. Al-Haj:28 bahwa ketika kita berhaji akan ditunjukkan berbagai kemanfaatan baik dalam aspek duniawi maupun ukhrawi. Ibadah haji telah memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak manusia dari berbagai negara. Para petugas yang bergabung dalam proses pelayanan ibadah haji Indonesia saja melibatkan berbagai negara. Di kantor maktab 99 yang menaungi kloter Solo misalnya, saya jumpai staf dari Turki, Syiria, selain Saudi dan Indonesia tentunya. Di hotel, saya menjumpai orang Mesir, Banglades, dan Pakistan. Perusahaan katering yang melayani jamaah di hotel kami adalah perusahaan Bin Marta dari Makasar, tetapi pekerjanya ada yang dari Saudi, Malaysia, Banglades, Lampung, Surabaya, Bandung, dan Madura. Di tenda Mina penanggung jawab distribusi konsumsi adalah orang Thailand yang fasih berbahasa Indonesia dan penanggung jawab teknisi per AC an  adalah orang India. Saya juga pernah mengurus jamaah yang sakit di klinik darurat Masjidil Haram dan rumah sakit darurat di As-Sofwah Tower dekat Zam-Zam Tower. Para perawatnya kebanyakan bukan orang Saudi dan saya menjumpai dua perawat Indonesia dari Jakarta dan Palembang.

Eiit, kita kembali ke ke cerita kedatangan di Mekkah. Setelah mendapat gelang dan ID Card maktab, para jamaah turun dari bus menuju hotel. Kebetulan jamaah rombongan saya dari kloter 90 SOC di tempatkan di Hotel Tsarawat Raudhah di kawasan pemukiman Raudhah dekat Syisyah. Di hotel tersebut terlihat sangat crowded penuh  sesak dengan jamaah yang baru datang dan sedang menunggu pembagian kamar. Sebagai ketua rombongan saya pun menuju meja pembagian kunci kamar yang dijaga oleh petugas Indonesia yang kebetulan pegawain Kanwil Kemenag Jawa Tengah. 

Di sini ujian kesabaran hadir kembali ketika Salah satu kunci kamar rombongan kami tidak ketemu. Proses pencarian pun mamakan waktu yang cukup lama. Saya pun berinisiatif menyerahkan terlebih dahulu kunci-kunci yang sudah ada kepada penghuninya. Sambil menunggu kunci yang belum ditemukan, saya mengamati lalu lalang orang melalui lift yang jumlahnya lebih dari 10. Sesekali saya mengamati orang-orang Arab yang sedang asyik mengobrol sambil menguping obrolan mereka. Tak terasa, ternyata telah satu jam saya menunggu. Karena kunci belum kunjung ada kejelasan, saya pun mohon pamit kepada petugas untuk naik ke lantan 18, siapa tahu kuncinya sudah ada di sana. Ternyata betul, pintu kamarnya sudah terbuka kuncinya sudah dibawa oleh jamaah lain. Kok bisa???#$$$ (Bersambung,)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun