A
gama kok dibudayakan? Bukankah budaya yang harus di-"agamakan" dalam pengertian diselaraskan dengan nilai-nilai agama?Kedua istilah itu sama-sama pelik jika dipahami secara dikotomis, vis a vis dan behadap-hadapan.
Agama memang bersumber dari wahyu yang berasal dari Allah Swt. Sedangkan budaya merupakan hasil dari gagasan, tindakan dan pekerjaan manusia. Pandangan dikotomis melihat agama tidak bisa dijadikan budaya, demikian pula budaya tidak bisa dijadikan agama karena keduanya berasal dari sumber yang berbeda. Padahal Allah Swt tidak menghendaki dikotomi dalam kehidupan kecuali antara haq dan bathil.
Manusia sendiri diciptakan oleh Allah dari unsur jasmani dan rohani. Unsur jasmani berasal dari materi  sedangkan unsur rohani berasal dari ruh Allah Swt. Allah Swt. Berfirman:
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh dari Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (QS. Al Hijr:29)
Oleh karena itu karakter atau kepribadian manusia yang diinginkan oleh Islam adalah karakter robbani. Yaitu karakter atau kepribadian individu yang mentransformasikan sifat-sifat Allah dalam dirinya untuk diinternalisasikan dalam kehidupan nyata.
Ajaran agama Islam juga memiliki karakter rabbaniyyat al-mashdar insaniyyat al-ghyah (sumbernya bersal dari Allah, tujuannya untuk kepentingan manusia. Agama diturunkan oleh Allah bukan untuk memuaskan Allah sendiri, tetapi untuk kemaslahatan manusia.
Oleh karena itu Allah memberi ruang bagi peran manusia dalam menerapkan ajaran tersebut melalui mekanisme ijtihad. Allah juga menjadikan manusia sebagai khalifah untuk membumikan dan menerapkan ajaran Allah dalam sistem yang melibatkan kreasi manusia. Sistem peradilan dan ekonomi Islam misalnya, wahyu tidak menjelaskan sedetail apa yang yang dipraktekkan di kehidupan nyata.
Dengan demikian istilah membudayakan agama dalam pengertian membumikan dan menerapkan agama dalam kehidupan sehari-hari adalah suatu keharusan. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menjadikan agama sejajar dengan produk manusia.Â
Para ulama sering membedakan antara syari'at dan fikih. Syari'at itu aturan yang datang dari Allah, sedangkan fikih hasil ijtihad manusia untuk menerapkan syari'at. Syari'at tidak bisa dikoreksi, tetapi hasil ijtihad bisa dikoreksi oleh ijtihad lain. Â
Sebetulnya ada istilah "membumikan" yang lebih populer di kalangan pemikir Islam. Tapi istilah membudayakan agama dipakai di sini untuk menekankan bahwa ajaran agama tidak hanya diterapkan oleh individu tetapi juga semestinya menjadi budaya masyarakat. Mungkin istilah lain yang serupa adalah mengarusutamakan. Tapi di kalangan awam kurang easy listening.