Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Awas Terjebak Rutinitas

1 Juli 2020   16:49 Diperbarui: 5 Juli 2020   19:13 5618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setiap orang memiliki kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan rutin setiap hari. Itulah rutinitas. 

Sesuai dengan namanya, rutinitas adalah kegiatan yang rutin kita lakukan dan tidak berubah setiap hari. 

Banyak orang yang mengalami kejenuhan dengan rutinitas. Rutinitas menjadi sesuatu yang melelahkan. Hidup seakan-akan hanya untuk menghabiskan menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, hingga tidak ada lagi menit, jam, dan hari dalam hidupnya. Sementara itu ia tidak menemukan pilihan untuk keluar dari rutinitas tersebut. Itulah situasi seseorang yang sering disebut terjebak dalam rutinitas. 

Kalau demikian, apakah kita perlu keluar dari rutinitas yang berulang-ulang? Bukankah hidup itu memang intinya pengulangan? Kita juga masih hidup karena jantung kita dan nafas kita tidak berhenti melakukan pengulangan. 

Tiap hari kita makan dan tidur, dan kita ulang terus pada setiap hari. Dalam agama, kita juga diperintahkan untuk membiasakan amal-amal kebaikan dan berusaha istiqamah dalam menjalankannya. 

Dengan demikian permasalahan sebenarnya tidaklah terletak pada pengulangan sehingga kita merasa terjebak dalam rutinitas dan merasa hidup ini membosankan serta melelahkan. Faktor utama yang menyebabkan kehidupan seseorang terasa terjebak dalam rutinitas yang membosankan dan melelahkan adalah kesalahan dalam memaknai hidup. 

Dalam ilmu lingustik makna adalah maksud dari suatu kata. Namun ketika kata makna disandingkan dengan kata “hidup” maka sudah masuk pada pengertian filosofis. Menurut Frankl (Naisaban, 2004), makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. 

Makna hidup juga bersifat personal dan unik. Makna hidup adalah hal-hal yang dipandang sangat penting dan berharga serta diyakini benar sehingga memberikan nilai khusus bagi diri seseorang sehingga menjadikannya sebagai tujuan hidup. Apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi, maka kehidupannya menjadi berarti dan menimbulkan perasaan bahagia. 

Kisah seorang tukang parkir yang selalu tampak riang dan bahagia dalam menjalankan tugas profesinya dapat memberikan gambaran konkrit tentang pentingnya memaknai hidup. 

Alkisah di sebuah kota besar terdapat tempat kuliner yang cukup terkenal. Seorang juru parkir saban hari menjalankan tugasnya dengan riang gembira dan selalu memberi layanan ekstra kepada pelanggannya seperti membukakan pintu mobil, membawakan barang, dan memayungi di kala hujan. 

Seorang motivator ternama di kota itu kebetulan berkantor di lantai atas gedung yang tidak jauh dari lokasi tukang parkir tersebut.  Dari kantornya ia sering memperhatikan perilaku luar biasa dari tukang parkir tersebut. Terbesit pula dibenaknya untuk menjadikan fenomena ini sebagai bahan materi motivasi. Maka beliu sering mencari kesempatan berbincang-bincang ringan dengan tukang parkir unik itu. 

Di sela-sela perbincangan yang ringan tersebut pernah beliau mencari tahu motivasi di balik perilaku riang dan semangat serta pelayanan ekstra pada pelanggan dari tukang parkir tersebut. 

Di balik keluguan dan ceplas ceplosnya muncul jawaban yang mengagumkan, bahwa ia melakukan itu semua untuk menambah amal kebaikan dan pahala. Tukang parkir itu dengan lugu dan ceplas ceplos berkata: “Eealah Den, saya ini orang bodoh dan miskin, bisanya beramal ya dari ini.” Ia maksudkan memberi pelayanan yang baik pada pelanggannya. 

Begitulah tukang parkir tersebut memaknai rutinitasnya, dan itu pula yang memancarkan energi positif yang menghadirkan kebahagiaan dalam hidupnya. 

Seseorang juga bisa terjebak pada rutinitas yang membosankan jika tidak pandai-pandai mengisi waktu. Dalam kehidupan ini semua orang dalam keseharian memiliki waktu yang sama, yaitu 24 jam. Presiden punya waktu 24 jam. Pengusaha sukses punya waktu 24 jam. Penulis produktif punya waktu 24 jam. Pun pemalas dan pengangguran punya waktu 24 jam. 

Ketika waktu 24 jam diisi dengan hal-hal itu-itu saja yang tidak memberi tambahan nilai (value) bagi kehidupan kita,  maka rutinitas hidup berpotensi menjadi kebosanan dan kejenuhan.

Bisa jadi seseorang mengalami kejenuhan  karena merasa tidak ada yang bisa dikerjakan kecuali itu-itu aja. Kalau ini yang terjadi maka solusinya ia harus mengupgrade pengetahuan dan kemampuan diri. 

Di samping menghasilkan  kegiatan yang bermakna, mengupgrade pengetahuan dan kemampuan diri juga memperluas  wawasan dan membuka kesemparan bagi berbagai aktivitas yang bermanfaat dan menguntungkan. Inilah mengapa Islam mewajibkan umatnya belajar seumur hidup (long life learning).

Hal lain yang menyebabkan seseorang terasa terjebak dalam rutinitas  adalah orientasi hidup duniawi. 

Dunia itu fana. Fana  artinya dapat rusak, tidak abadi. Yang fana dari dunia bukan hanya materinya tetapi juga kenikmatan dan keindahannya.  Dunia seperti bunga yang indah menawan. Tapi begitu dipetik akan layu. Dunia bagaikan fatamorgana yang menggiurkan. Tapi begitu didatangi yang ada hanya kehampaan. 

Kisah keluarga super kaya Amerika Onassis menjadi salah satu pelajaran bagi pemuja dunia. Memiliki  kerajaan bisnis dengan kejayaan yang tidak habis  tujuh turunan, tapi hampir seluruh keluarganya mengalami kematian tragis yang tidak menyedapkan. Ketika hidup, rumah tangganya juga berantakan dan mengalami perceraian. 

Putrinya Cristina Onasis mengalami kehidupan rumah tangga yang lebih buruk. Empat kali ganti pasangan tidak satu pun yang bermuara pada kebahagiaan. Cristina pernah mengucapkan pernyataan yang mengejutkan di hadapan wartawan, “ Saya wanita paling kaya tapi paling menderita di dunia.”. So. Hati-hati dengan dunia!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun