Mohon tunggu...
Abdul ShabirMarhadi
Abdul ShabirMarhadi Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan YPI Al Azhar

Pendidikan, Traveling, Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Karakteristik Geomorfologi Jalur Pendakian Cibodas Gunung Pangrango Cianjur Jabar

9 Juni 2023   16:58 Diperbarui: 9 Juni 2023   17:04 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KARAKTERISTIK GEOMORFOLOGI JALUR PENDAKIAN CIBODAS GUNUNG PANGRANGO KABUPATEN CIANJUR -- JAWA BARAT

Disusun Oleh : Abdul Shabir Marhadi, M.Pd.

ABDUL SHABIR MARHADI. Karakteristik Geomorfologi Jalur Pendakian Cibodas Gunung Pangrango Kabupaten Cianjur-Jawa Barat. 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik geomorfologi jalur pendakian cibodas gunung pangrango kabupaten cianjur, untuk mendapatkan informasi keruangan mengenai Karakteristik Geomorfologi Gunung Pangrango Jalur Pendakian Cibodas.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan data dari observasi langsung di lapangan yaitu mendeskripsikan karakteristik geomorfologi jalur pendakian Cibodas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kondisi geomorfologi pada jalur pendakian Cibodas -- Gunung Pangrango. Adapun sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan Purposive Sampling, sehingga didapat satu jalur pendakian Cibodas yaitu jalur Cibodas.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Karatkteristik geomorfologi Gunung Pangrango jalur pendakian Cibodas memiliki morfologi karakter fisik beragam dan variatif. Secara keseluruhan jalur pendakian Cibodas memiliki kondisi lereng curam sampai sangat curam (>50%) pada keselurunhan wilayah ketinggian. Material Permukaan berupa tutupan permukaan alami (proses pembentukan secara alami dari morfologi jalur pendakian) dan buatan (proses pembentukan dengan bantuan pihak pengelola Balai Besar TNGGP). Kestabilan lereng baik dan kompak hampir pada keseluruhan wilayah, tetapi pada wilayah ketinggian terakhir 2500-3019 mdpl komposisi material permukaan hanya berupa jalan tanah yang bersifat alami, dengan geometri kemiringan lereng sangat curam (50-85%) menyebabkan munculnya alur-alur aliran air permukaan sehingga faktor kemanan dan kestabilan lereng menjadi rendah. Landscape (bentang alam) Gunung Pangrango berupa hutan tropis pegunungan yang mendukung keragaman biota flora dan fauna yang dikonfigurasikan dengan Landform (bentuk medan) topografi/relief pegunungan tinggi.

A.  Latar Belakang

Bumi yang kita tempati, antara satu tempat dengan tempat yang lain tidaklah sama bentuk kenampakan alamnya. Pada umumnya bumi terdiri atas daratan dan lautan, dimana luas lautan lebih besar daripada daratan. Wilayah daratan dengan lautan masing-masing memiliki keanekaragam bentuk yang berbeda-beda. Sebagai contoh, di daratan saja memiliki banyak sekali kenampakan alam diantaranya gurun, pegunungan, gunung, sungai, hutan, dan masih banyak lagi. Kenampakan bentuk muka bumi baik di daratan maupun di lautan dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan bentuk, hal ini dikarenakan adanya tenaga yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun luar bumi (eksogen) yang menyertainya (Cooke,1974:64).

Untuk mengulas bentuk muka bumi, maka geomorfologi adalah  ilmu yang tepat dalam mengkaji berbagai kenampakan bentuk muka bumi. Geomorfologi berasal dari kata geomorf  yang berarti bentuk lahan dan logos yang berarti ilmu. Jadi geomorfologi adalah  ilmu atau uraian mengenai bentuk muka bumi. Cooke (1974:83) mengatakan bahwa geomorfologi adalah studi bentuk lahandan proses-proses yang mempengaruhi pembentukannya dan menyelidiki hubungan antara bentuk dan proses dalam tatanan keruangannya. Sedangkan menurut Verstappen (1983:91) geomorfologi merupakan ilmu pengetahuan alam tentang bentuk lahan pembentuk muka bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula dan perkembangan di masa mendatang serta konteksnya dengan lingkungan. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa geomorfologi mempelajari bentuk lahan muka bumi.

Geomorfologi adalah ilmu tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Geomorfologi juga bagian dari geografi. Dimana geomorfologi mempelajari tentang bentuk muka bumi, yang meliputi pandangan luas sebagai cakupan suatu kenampakan sebagai bentang alam (landscape) sampai pada satuan terkecil sebagai bentuk lahan (landform). Hubungan geomorfologi dengan manusia adalah adanya pegunungan-pegunungan, lembah, bukit baik di darat maupun di dasar laut (Lobeck, 1939:12).

Indonesia memiliki sekitar 240 gunung api atau 13% dari jumlah gunung api di dunia. Sebanyak 70 gunung di antaranya merupakan gunung api aktif, Oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara vulkanik atau negara yang bercincinkan api. Pegunungan di Indonesia membentang sepanjang 7000 km mulai dari  Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Papua (Sandy, 1985:16).

Indonesia terkenal dengan deretan pegunungan yang indah. Banyak di antaranya yang mejadi tujuan pendakian gunung oleh pendaki domestik dan asing. Setiap gunung mempunyai karakter dan keunikan masing-masing seperti dari ketinggian, struktur, vegetasi, hingga jalur menuju puncaknya pun bervariasi.

Gunung Pangrango merupakan salah satu gunung tertinggi di Jawa Barat dengan ketinggian 3.019 meter dari permukaan laut (mdpl), Berada pada kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980 sebagai salah satu dari sembilan Taman Nasional di Pulau Jawa (Rencana Pengelolaan TNGGP).

Terletak pada posisi 10655' - 10705' BT dan 646' -656' LS secara administratif berada di Kabupaten Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat setelah Gunung Ceremai, dan berada didalam kawasan Taman Nasional Gede Pangrango, Gunung Pangrango merupakan gunung pasif atau non vulkanik.

Gunung Pangrango terbentuk sebagai akibat pergerakan lapisan kulit bumi secara terus menerus selama periode kuarter sekitar 3 juta tahun yang lalu. Gunung Pangrango telah dinyatakan gunung tidak aktif. Akibat letusan-letusannya di masa lampau Gunung Pangrango terdiri atas batuan vulkanik kuarter (Rencana Pengelolaan TNGGP).

Pembentukan muka bumi adalah sebuah proses yang berlangsung terus menerus, adapun proses-proses itu adalah proses diatropisme, proses gradasi, proses agradasi dan vulkanisme. Proses-proses tersebut mengakibatkan terjadinya bentuk muka bumi yang beraneka ragam (Sandy,1985:5).

Keadaan fisiografis pada Gunung Pangrango membentuk titik-titik obyek wisata berupa air terjun, telaga, mata air panas, dan padang eidelweis di puncak Mandalawangi yang memberikan daya tarik tersendiri bagi pendaki yang memotivasinya hal ini masuk kedalam kategori allocentric, yaitu wisatawan (pendaki) yang menyukai petualangan dalam berwisata sehingga mereka rela melewati jalur pendakian yang menyulitkan mereka untuk dapat menikmati indahnya alam dan menaklukkan puncak Gunung Pangrango (Every Jelita,2008:1).

Jalur Cibodas merupakan jalur resmi yang ditetapkan oleh Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Balai TNGGP)  untuk dapat sampai ke puncak Pangrango, terdapat dua jalur resmi lain yaitu jalur Gunung Putri dan Selabintana. Jalur Cibodas dan Selabintana Memiliki panjang jalur kurang lebih 10 Km sedangkan Gunung Putri memiliki panjang jalur 9 Km.

Untuk akses sampai ke Gunung Pangrango yang paling banyak dilalui pendaki yaitu  melalui jalur Cibodas, karena jalur Cibodas aman dan tidak melalui puncak Gunung Gede terlebih dahulu agar sampai ke puncak Pangrango (Mandalawangi), jalur ini juga memiliki aksebilitas yang bervariasi dan jalur yang paling banyak diminati. Namun dapat pula melalui dua jalur resmi lainnya yaitu jalur Gunung Putri dan Selabintana untuk mencapai puncak Pangrango.

Jalur Cibodas adalah salah satu dari jalur resmi yang paling sering dilalui pendaki dan paling aman, dengan maksimal 300 pedaki  perhari dari total  jumlah 600 pendaki dari ketiga jalur pendakian, Kuota jalur Cibodas memiliki kapasitas pendaki terbanyak (Rencana Pengelolaan TNGGP).

Jalur pendakian adalah jalur resmi yang ditetapkan oleh Balai Besar TNGGP untuk kegiatan pendakian, Jalur pendakian resmi Gunung Gede Pangrango terdiri dari tiga jalur resmi yaitu jalur Cibodas, Gunung Putri dan Selabintana.

Pada penelitian ini klasifikasi atau penggolongan bentuk muka bumi, dimaksudkan untuk menggolongkan bentuk muka bumi dalam unit-unit geomorfologi. Adapun yang menjadi dasar untuk menggolongkan bentuk muka bumi tersebut adalah berdasarkan karakteristik geomorfologi, lereng, landscape, landform, jenis tanah, dan kesetabilan lereng.

B.  Rumusan Masalah

Jalur pendakian Cibodas-Gunung Pangrango terletak di Desa Cimacan, Desa Cimacan merupakan satu dari tujuh desa di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Jawa Barat terletak di ketinggian 1.200-1.500 mdpl, dengan suhu rata-rata 18 celcius dan suhu udara harian antara 14-21 celcius, kelembaban antara 80-90% dan curah hujan rata-rata sebesar 3.380 mm per tahun.

Desa Cimacan berjarak 123 kilometer dari Jakarta, serta jarak dari Bandung yaitu  84 kilometer, dan jarak dari pusat kota kabupaten Cianjur adalah 23 kilometer, desa ini sangat stategis karena posisinya diantara tiga wilayah administratif dan dekat dari pusat kota.

Secara astronomis Desa Cimacan -- jalur Cibodas Gunung Pangrango terletak antara 10655' - 10705' BT dan 646' -656' LS secara administratif berada di Kabupaten Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Sebagian Besar wilayah Desa merupakan dataran tinggi pegunungan dan terletak pada kaki Gunung Gede Pangrango. Luas Desa Ciamacan adalah 632 Ha dan memiliki luas hutan 58 Ha, tegalan dan ladang 38 Ha, Pemukiman 179 Ha, Pertanian 295 Ha, dan lain-lain   52 Ha.

Gunung Pangrango adalah merupakan salah satu gunung yang paling sering di daki di Indonesia, kurang lebih 50.000 pendaki per tahun, salah satu faktor banyaknya pendaki di Gunung Pangrango karena lokasinya yang berdekatan dengan Jakarta dan Bandung. 

Kecelakaan sering terjadi pada sebagian besar pendakian gunung. Bahaya di gunung dibagi menjadi dua kategori yaitu, bahaya obyektif yang disebabkan dari alam diluar dari faktor pendaki, seperti longsoran, binatang buas dan cuaca buruk. Sedangkan bahaya subyektif  adalah faktor yang disebabkan dari pendaki yaitu seperti, tidak lengkapnya peralatan, kurangnya perbekalan makanan dan kurangnya pengetahuan tentang medan pendakian. Faktor-faktor tersebut yang sering menyebabkan terjadinya kecelakaan saat pendakian 

Jalur pendakian Cibodas merupakan jalur yang paling banyak didaki oleh para pendaki karena jalur Cibodas adalah jalur yang paling aman dan bervariasi geomorfologinya serta merupakan jalur yang paling landai diantara jalur pendakian yang lain. Karakteristik geomorfologi jalur Cibodas Gunung Pangrango memiliki aksebilitas dan landscape yang baik dan memberikan daya tarik bagi para pendaki untuk melalui jalur pendakian ini, dengan banyak dijumpai titik-titik objek wisata dan banyak tersedianya air untuk kebutuhan para pendaki. 

Oleh karena itu dengan baiknya jalur ini maka perlu dikaji karakteristik geomorfologinya. Keseluruhan ciri tersebut akan diamati dan diteliti agar dapat mendapatkan data yang akurat sesuai keadaan di lokasi penelitian. Berdasarkan pernyataan diatas, maka pertanyaan permasalahan penelitian ini adalah :

Bagaimana Karakteristik Geomorfologi Jalur Cibodas Gunung Pangrango Kabupaten Cianjur -- Jawa Barat ?

C.  Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi keruangan mengenai Karakteristik Geomorfologi Gunung Pangrango Jalur Cibodas dilihat dari aspek keruangan. 


D.  Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian  secara garis besar diharapkan hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan geografi khususnya yang mengkaji tentang karakteristik geomorfologi.

  2. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penelitian fisik, khususnya mengetahui tentang karakteristik geomorfologi.

  3. Bagi fakultas, sebagai bahan masukan untuk melengkapi perpustakaan, fakultas yang digunakan sebagai bahan bacaan, acuan, pedoman dan referensi.

  4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin mengkaji permasalahan sejenis pada waktu dan tempat lain.

  5. Bagi para pendaki, sebagai referensi untuk melakukan pendaki

Hasil Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah karatkteristik geomorfologi Gunung Pangrango jalur pendakian Cibodas, karakteristik yang dinilai berdasarkan faktor jalur pendakian, lereng, kesteabilan lereng, landscape, landform, wilayah ketinggian, dan material permukaan.

Aspek fisik pada jalur pendakian Cibodas menuju puncak Pangrango akan dideskripsikan untuk melihat karakteristik geomorfologi Gunung Pangrango jalur pendakian Cibodas.

Jalur Pendakian Cibodas Gunung Pangrango

Jalur pendakian adalah jalan atau rute yang dilalui pendaki untuk mencapai puncak gunung pangrango, suatu jalur pendakian memiliki kenampakan alam khas atau karakteristiknya yang berbeda-beda dan unik, keunikan ini dipengaruhi oleh foktor geomorfologi pada suatu jalur pendakian. Hal ini pula menjadi daya tarik bagi para pendaki yang melintasinya.

Pendakian jalur Cibodas memiliki karakteristik yang variatif karena memiliki ragam morfologi khusus dalam setiap wilayah ketinggian seperti landform (bentuk medan), lereng, dan landscape (bentang alam) terhubung dengan  titik obyek wisata serta aliran sumber air yang tersebar pada tiap wilayah ketinggian. Karakteristik geomorfologi pada jalur Cibodas tercipta karena bentuk medan dan relief rendah sampai tinggi serta dipengaruhi keadaan fisik formasi geologi pada masa quarter. (Lihat Peta 5)

Pada wilayah ketinggian ketiga 2000 - 2500 mdpl, dimulai dari Pos Pemandangan (mata air panas) sampai dengan pundakan Gunung Pangrango, yaitu setelah Pos Kandang Badak. Aspek deskriptif morfologi segmen ini memiliki variasi yang berbeda dengan segmen sebelumnya, perbedaan dapat dilihat dan dirasakan berdasarkan objek lansdscape morfologinya berupa aliran sumber mata air panas. Air panas ini merupakan aliran yang bersumber dari resapan kawah aktif Gunung Gede tepat berada di arah timur Gunung Pangrango, oleh karena itu aliran air panas tersebut memiliki kandungan mineral belerang yang cukup tinggi dan menyengat. 

Dalam wilayah ketinggian ketiga, khususnya saat setelah melintasi Pos Pemandangan (air panas), segmen titik jalur pendakian ini cukup berbahaya untuk para pendaki bila tidak berhati-hati, walaupun pihak TNGGP sudah membuat fasilitas tali pegangan yang kuat. Semua pendaki harus melewati jalan ini, berjalan setapak diantara aliran air panas dan tepat di bawah aliran air panas tersebut, serta disisi kanan merupakan lereng curam berupa jurang dengan kedalaman 70 meter. Material permukaan segmen ini secara keseluruhan lebih didominasi oleh material alami berupa jalan tanah berbatu.

Memasuki Wilayah ketinggian  terakhir 2500 -- 3000 mdpl, segmen ini dimulai dari pertigaan, sebelah barat dan selatan arah menuju Gunung Gede dan sebelah timur arah menuju Gunung Pangrango, sampai dengan Pucak Pangrango dan Alun-alun Mandalawangi. Morfologi lereng pada segmen keempat ini sangat jauh berbeda dari ketiga segmen sebelumnya, lereng curam dan sangat curam mendominasi hampir pada seluruh panjang kelas lereng jalur  pada wilayah ketinggian ini, dengan kemiringan lereng yang bernilai rata-rata antara 60-85%. 

Kemudian material permukaan dalam segmen ini secara keseluruhannya merupakan material alami berupa jalan tanah berbatu dan jalan tanah berakar. Di segmen terakhir ini merupakan daerah yang rawan akan tanah longsor hal ini disebabkan karena material permukan hanya berupa akar-akar pohon sebagai material permukaan utama yang menjadikan lereng tidak kompak dan labil, keadaan ini bertambah buruk dengan adanya intensitas curah hujan yang sangat tinggi. Yang menyebabkan permukaan lereng terus terkikis tanpa tertahankan dan membuat lereng jalur pendakian semakin curam dan terjal.

Bentang alam (landscape) pada awal wilayah ketinggian terakhir untuk vegetasi pohon-pohon berdiameter besar sudah tidak lagi dijumpai, digantikan dengan pohon-pohon kecil seperti paku-pakuan (pteridophytae) dan hampir seluruh pohon dalam segmen awal bercirikan berbatang dan berdaun kecil serta dikelilingi lumut (bryophytae) dibagian batangnya, hal tersebut karena dipengaruhi oleh kelembaban tinggi dan suhu yang semakin rendah. 

Pada akhir segmen wilayah ketinggian keempat ini bercirikan  dengan vegetasi yang sudah sangat jarang dan umumnya didominasi oleh tumbuhan berbunga seperti edelweis (spermatophytae) dan cantigi (Vaccinium Varingiaefolium), persebaran bunga edelweis ini cukup luas dan banyak tersebar mulai dari puncak Gunung Pangrango sampai dengan Alun-alun Mandalawangi yang merupakan hamparan padang bunga edelweis, perbedaan vegetasi bunga edelweis di Gunung Pangrango dengan Gunung Gede ataupun gunung lainnya di Indonesia yaitu vegetasi edelweis disini dapat tumbuh tinggi dengan baik dan tersebar dengan jumlah yang sangat banyak. 

Di Puncak Gunung Pangrango terlihat begitu jelas keindahan bentang alam (landscape) pemandangan relief dan hamparan hijaunya vegetasi pepohonan berlatar belakang kota-kota besar yang terlihat sangat kecil dan indah, selain itu terdapat pula kawah aktif gunung Gede yang mengeluarkan gas fumarol memberikan keindahan alam yang mengagumkan, lelahnya pendakian dengan waktu tempuh selama 12 jam perjalanan terhapuskan oleh keindahan bentang alam puncak Gunung Pangrango.

Pembahasan

Lereng 

Berdasarkan peta topografi bakosurtanal skala 1 : 50.000 elevasi kawasan Gunung Pangrango dapat dibagi berdasarkan interval kontur 100 m, dimana elevasi terendah adalah 600 mdpl yang berada di sekitar Pasir Sarang dan  tertinggi 3019 mdpl yang berada di puncak Pangrango. 

Gunung Pangrango merupakan bagian dari fisiografi kerucut volkan Gede-Pangrango dan Salak. Lebih dari 45% area mempunyai kemiringan lereng lebih dari 60%, berlembah, sempit dengan pola aliran radial. Kawasan ini mempunyai bentuk lahan yang sangat bervariasi dari datar sampai bergunung dengan kemiringan lereng yang beragam. 

Adapun lereng yang dimaksud, mengacu kepada kriteria Desaunettes (1997) yaitu lereng datar, agak miring, miring, agak curam, curam, dan sangat curam. Pengukuran kelas lereng dibagi menjadi segmen-segmen kecil (potongan jalur) untuk memudahkan pengukuran dan hasilnya tetap akurat.

Pada wilayah ketinggian pertama yaitu 1000-1500 mdpl, lereng yang mendominasi adalah kelas lereng agak curam dengan total panjang lereng 0,76 km, kemudian di lanjutkan berturut-turut dengan kelas lereng curam 0,31 km, miring 0,05 km, agak miring 0,04 km, sangat curam 0,03 km, dan terendah adalah kelas lereng datar 0,01 km. Dalam pengukuran segmen-segmen pada wilayah ketinggian pertama didapatkan lereng yang tersebar dominan antara segmen kelas lereng curam dengan miring yang saling berselingan. Segmen lereng pada wilayah ketinggian awal cenderung landai.

Wilayah ketinggian kedua yaitu 1500-2000 mdpl, lereng yang mendominasi adalah kelas curam dengan total panjang lereng 1,56 km, kemudian dilanjutkan berturut-turut dengan kelas lereng agak curam 0,99 km, sangat curam 0,68 km, miring 0,58 km, agak miring 0,25 km, dan terendah adalah kelas lereng datar 0,12 km. Segmen lereng yang mendominasi pada awal wilayah ketinggian cenderung landai, kemudian pada pertengahan segmen wilayah ketinggian lereng mulai terjal, berselingan antara curam sampai dengan sangat curam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun