Mohon tunggu...
Abdu Alifah
Abdu Alifah Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan

Seorang manusia biasa yang secara kebetulan dianugerahi hobi membaca!

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Manusia Indonesia: Pertanggungjawaban Seorang Mochtar Lubis

20 Januari 2019   09:50 Diperbarui: 20 Januari 2019   12:02 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Judul : Manusia Indonesia

Penulis : Mochtar Lubis

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun : 2001 (cetakan keenam November 2017)

Dimensi : 21 cm, 140 hlm.

ISBN : 978-979-461-818-9

Siapa itu orang atau manusia Indonesia? Apakah dia ada? Dimana dia? Seperti apa gerangan tampangnya? Yang lelaki apakah benar gagah perkasa, satria sejati, tampan dan keren, campuran Arjuna dan Gatot Kaca, seorang Panditha, atau malah Ratu Panditha? Dan manusia yang ceweknya, Srikandi kah? Dengan kecantikannya yang dilukiskan orang melayu dengan kata kata.. Rambutnya seperti mayang terurai, alis matanya bagai lebah beriring, bibirnya mekar delima, betisnya bagai padi bertelur.. 

Demikian kutipan pembuka dari pada buku Manusia Indonesia yang tulis oleh seorang sastrawan sekaligus budayawan kawakan Mochtar Lubis. Buku Manusia Indonesia ini sebenarnya adalah sebuah teks ceramah kebudayaan penomenal sekaligus kontroversial yang disampaikan oleh Mochtar Lubis pada tanggal 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta dengan judul asli "Situasi Manusia Indonesia Kini". 

Buku ini, tertulis dalam halaman pembukanya sebagai sebuah "pertanggungjawaban" terhadap berbagai tanggapan ceramahnya tersebut. Sebagai informasi, ceramah Mochtar lubis ini tebalnya bukan kepalang, yakni 81 halaman. Jumlah yang hampir-hampir menyamai sebuah pidato pengukuhan seorang guru besar.

Nama Mochtar Lubis sungguh bukanlah sesuatu yang asing dalam dunia pers maupun kesusastraan Indonesia. Pria Kelahiran Padang 7 Maret 1922 ini adalah salah satu sastrawan terbaik yang dimiliki bangsa ini. Pengalamannya dalam dunia tulis-menulis tidaklah main-main, mulai dari mendirikan majalah Masa Indonesia, lalu turut membantu mendirikan harian Merdaka, menjadi seorang redaktur di Antara, menjadi pemimpin redaksi majalah Mutiara, ketua Yayasan Obor Indonesia, pemimpin redaksi di majalah Horizon dan sederet pengalaman lainnya.

Tak berhenti sampai disitu, Mochtar Lubis malahan memiliki beberapa pengalaman internasional seperti Anggota Internasional Press Institute, Angota dewan pimpinan internasional Association for Culturan Freedom (Paris) sampai Presiden Press Fondation of Asia. Beberapa orang mungkin ada yang mengenal Mochtar Lubis sebagai tahanan Politik, pejuang tangguh dalam hak-hak asasi dan kebebasan, sebagai seorang penyair, pengarang, penulis esai, atau bahkan rival seorang sastrawan yang beberapa kali menjadi nominator Nobel bidang sastra, Pramoedya Ananta Toer.

Namun, terlepas dari sederet tinta emas yang ditorehkan oleh seorang Mochtar Lubis, buku ini (yang merupakan ceramahnya) mendapatkan sambutan dari berbagai macam lapisan masyarakat Indonesia sebab menyinggung berbagai macam sifat-sifat atau ciri-ciri manusia Indonesia. Maka, reaksi-reaksi dan tanggapan-tanggapan dari berbagai tokoh pun saling bermunculan baik pro maupun kontra. Beberapa tanggapan-tanggapan tersebut, kemudian dimasukkan dalam bagian halaman belakang buku ini seperti tanggapan Sarlito Wirawan Sarwono (seorang psikolog dari fakultas Psikologi UI), Margono Djojohadikusumo, Wildan Yatim dan Dr. Abu Hanifah.

Manusia Indonesia membahas secara panjang lebar dan rijid mengenai ciri-ciri manusia indonesia. Ciri-ciri tersebut secara garis besar dibagi menjadi enam bab dalam buku ini, dengan ditambahkan satu bab lagi mengenai "ciri lainnya". 

Ciri-ciri utama Manusia Indonesia tersebut, pertama, munafik atau hipokrit misalnya perilaku ABS (asal bapak senang). Kedua, enggan bertanggung jawab, misalnya dalam banyak hal sulit sering mengatakan "bukan saya" atau "saya hanya menerima perintah dari atasan". Ketiga, berjiwa feodal, misalnya para pemimpin yang anti-kritik, atau sulit untuk dikunjungi sampai-sampai harus memakan waktu berminggu-minggu hanya untuk sekedar bertemu. Keempat, percaya takhayul, misalnya percaya pada segala rupa hantu, gederewo, kuntilanak, pcocong, atau percaya dengan jampe-jampe yang bisa bikin cepat kaya dan mujur dan lain sebagainya. Kelima, artistik, mungkin hanya inilah satu-satu sifat baik utama yang disebutkan oleh Mochtar Lubis dalam buku Manusia Indonesia. Keenam, berwatak lemah, menurut Mochtar Lubis sifat ini disebabkan oleh sifat munafik dan feodal. Kemudian ciri-ciri lainnya dijelaskan oleh Mochtar Lubis secara umum dan mungkin cenderung sebagai sesuatu yang tidak menonjol dan dominan dalam masyarakat Indonesia.

Sebelum beranjak pada bagian pembahasan ciri-ciri manusia indonesia, Mochtar Lubis pertama-tama menulis sebuah pembukaan pidato yang cukup memukau, dimulai dengan gambaran legenda dalam cerita rakyat di indonesia, perdebatan konyol tentang asal usul manusia, sampai pengalaman pribadi tentang pendapat orang asing mengenai masyarakat indonesia. Mochtar Lubis kemudian menyinggung tentang sejarah bangsa Indonesia, sukunya, bahasanya, adatnya, budayanya, agamanya dan segala halnya sebagaimana gaya seorang pengarang dengan kelihaian cerita yang begitu mengalir sekaligus juga menyesakan para pembaca, sebab kita akan dikoyak-koyak oleh isi buku ini.

Setelah isi buku yang merupakan teks pidato ini selesai, dimulai dari pembukaan, penjabaran tentang ciri-ciri manusia indonesia, sampai dengan kesimpulan, selanjutnya kita akan disuguhi oleh berbagai tanggapan-tanggapan yang kemudian ditanggapi pula oleh Mochtar Lubis. Sesungguhnya, inilah bentuk pertangungjawaban yang dimaksud. Inilah alasan Mochtar Lubis kemudian menerbitkan pidato kebudayaannya yang kontoversial itu menjadi sebuah buku Manusia Indonesia. Ia ingin menjelaskan, dengan lagi, juga memberikan klarifikasi, balasan (counter), dan lain lain sebagai bentuk dari pada pertanggungjawabannya sebagai seorang Mochtar Lubis. Tanggapan-tanggapan dan Tanggapan atas Tanggapan sungguh akan jadi bagian paling menarik dari dinamika buku ini.

Terakhir, membaca buku ini merupakan pilihan yang sangat berani. Sebab sepanjang isinya mungkin akan menyinggung banyak sekali keburukan-keburukan diri kita sendiri. Dalam sudut pandang orang indonesia, buku ini menjadi semacam otokritik. Namun, oleh sebab membaca buku ini adalah sebuah keberanian, maka bacalah dengan berani. Selamat membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun