Mohon tunggu...
Abdullah Umar
Abdullah Umar Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Hukum dan Politik

Mahasiswa Jurusan Hukum di Cairo University, Mesir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

TGB, Rocky Gerung, dan Kadar Keimanan Seseorang

10 Juli 2018   20:05 Diperbarui: 10 Juli 2018   20:42 1556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TGB (tengah). Sumber : Tribunnews.com

Akhir-akhir percakapan di media sosial terkait Pilpres 2019 semakin menghangat, terutama setelah Tuan Guru Bajang (TGB) yang merupakan salah satu ulama yang direkomendasikan PA 212 (forum anti Jokowi) sebagai capres potensial untuk menjegal Jokowi justru memberikan dukungannya kepada Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinannya di 2019-2024. TGB yang sebelumnya disanjung bak pahlawan oleh para kelompok yang anti Jokowi, kini justru dicaci dan difitnah sejadi -- jadinya.

TGB (dalam bahasa NTB berarti Haji Muda yang suka mengajar ilmu Islam) yang bernama asli TGH Muhammad Zainul Majdi, Lc (gelar Lc nya didapat pada 1996 setelah lulus studi Tafsir Ilmu dan Al-Qur'an di Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir) merupakan ulama NU yang hafal Qur'an 30 juz (hafidz). Darah ulama dalam diri TGB juga mengalir dari kakeknya, M. Zainuddin Abdul Majid yang merupakan salah satu pahlawan nasional dari NTB. Semua hal itu kini dengan sekuat tenaga oleh berbagai pihak coba diputarbalikan.

Fitnah dan klaim mulai disebar, mulai dari tuduhan TGB mencoba menyelamatkan diri dari jeruji besi (TGB pernah dimintai keterangannya sebagai saksi oleh KPK di NTB, namun Ketua KPK Agus Rahardjo pada Mei 2018, menegaskan itu kasus lama dan tidak terkait dengan posisinya sebagai Gubernur NTB), keimanan rendah, tidak tahu agama, hingga klaim tuduhan pemalsuan gelar hafidz dan doctor yang didapatkannya dari Al-Azhar.

Sebagai sesama mahasiswa yang menimba ilmu di Mesir, saya cukup menyayangkan berbagai fitnah keji tersebut. Saya pastikan, TGB benar terdaftar dan memperoleh semua gelarnya dengan sah.

TGB yang mendukung Jokowi dengan pertimbangan kesinambungan pembangunan di seluruh Indonesia dengan adil dan tidak berpusat hanya di P. Jawa (TGB merupakan Gubernur NTB dua periode yang merasakan dampak pembangunan KEK Mandalika) menanggapi berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya dengan santai. Ia mengatakan, "Para ulama berpesan, tindakan seseorang tidak mungkin menyenangkan semua pihak. Saya memilih untuk menyenangkan sang pencipta (Allah SWT) saja," ujarnya dalam suatu forum pengajian.

Dari pernyataannya, kita bisa memahami, TGB yakin dengan keputusannya untuk mendukung Jokowi akan membuat sang pencipta senang. Ia pun mengikhlaskan jika beberapa kelompok masyarakat mencibir bahkan membencinya. Baru -- baru ini, ia pun diancam akan disanksi oleh Partai Demokrat, sebagai kader TGB dianggap mendahului keputusan petinggi partai.

Standar ganda pun terlihat dalam hal ini. Kita seolah -- olah "dipaksa" setuju, bahwa siapa pun yang mendukung Jokowi tidak beriman, dan siapa pun yang tidak mendukung Jokowi itu beriman

 Bandingkan dengan Rocky Gerung, pengajar Filsafat UI (terkenal karena mencap semua pendukung Jokowi dungu) yang pernah menyebut bahwa kitab suci agama (termasuk Al-Qur'an) itu fiksi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fiksi diartikan sebagai rekaan, pikiran atau khayalan yang jauh dari kenyataan.

Jangankan dianggap menista agama. Berbagai pernyataan Rocky kini justru kerap dikutip oleh para kelompok anti Jokowi dan dianggap mewakili umat Islam secara politik.

Semua hal ini seolah memberi kesan, demi kekuasaan, siapa pun bisa dengan mudah dianggap tidak beragama dan tidak beriman meskipun nyata-nyata ia terbukti berperan sebagai ulama dan paham ilmu agama.

Sebaliknya, seseorang dengan mudah dianggap sebagai sumber kebenaran dan dianggap mewakili umat beragama, padahal nyata -- nyata ia tidak mempercayai kitab suci agama mana pun, (dalam bahasa sehari -- hari orang tersebut dianggap atheis).

Seharusnya, masyarakat semakin paham, saat ini di Indonesia menjelang Pilpres 2019, banyak kelompok yang secara sembarangan menunggangi umat Islam untuk kepentingan politik pribadinya. Dengan sembarangan mereka dapat menilai kadar keimanan seseorang. Siapa pun yang berlainan pilihan capres dengannya dianggap tidak beriman.

Kita harus kembali mengingat, bahwa hanya Allah SWT yang mengetahui tingkat keimanan seseorang, hanya Allah yang mengetahui tersesat tidaknya seseorang.

("Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya, dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." Q.S. An-Nahl 125")

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun