Ada perbincangan hangat diantara beberapa kalangan aktivis gerakan di kampus, perlahan penulis mendekat menuju sumber dimana terjadi diskusi alot, setelah penulis mendekat merekapun menyerang penulis dengan pertanyaan yang menjadi tema diskusi mereka.
Inti dari pertanyan-pertanyaan mereka adalah apakah penulis sepakat dengan ide Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Anies Baswedan tentang gerakan mengatar anak di hari pertama sekolah. Tentunya pertanyaan itu menunjukan jika ada perbedaan pandangan diantara mereka, sebagian dari mereka mengatakan jika ini adalah bagian dari diskriminasi terhadap anak yatim, sebagian yang lainya mengatakan ini adalah ide cerdas dari sosok sang menteri yang patut untuk disukseskan, lebih mengagetkan lagi ada sebagian lainya mengatakan ini hanya pencitraan semata.
Namun begitulah mahasiswa hari ini segala sesuatu mereka kritisi namun mereka sendiri krisis solusi, tapi biarkanlah mereka berjibaku dengan pisau analisis mereka. Untuk menjawab pertanyaan dari mereka penulis harus mengangkat sebuah realitas untuk meyakinkan mereka tentang jawaban penulis .
Pak Anis dan Pamali
Indonesia mengajar merupakan gerakan. Usaha untuk mengajak semua pihak untuk ambil bagian menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia. Sungguh mulia bukan ketika realitas hari ini banyak pemuda-pemudi yang dulunya nongkrongya di warkop dengan adanya Indonesia Mengajar sekarang mereka nongkrong di pelosok negeri, di pedalaman Nusa Tenggara Timur (NTT), pedalaman Papua, dan lainya.
Semua ini ia lakukan hanya untuk membangun kesadaran tentang janji kemerdekaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara apa, ya dengan melibatkan seluruh komponen bangsa. Sontak semua terdiam sejanak dengan pengantar jawaban penulis ini. Indonesia mengajar bukanlah sebuah pencitraan, sebab terbukti bagaimana bermanfaatnya program tersebut.
Sekarang Pak Anis hadir dengan gerakan mengatar anak dihari pertama sekolah tentunya Pak Anis mengingatkan penulis dengan Pamali. Dua hal yang berbeda yang satunya adalah sosok atau tokoh dalam pendidikan dan yang satunya adalah aturan-aturan atau pantangan-pantangan yang dipercaya ditanan adat istiadat masyarakat yang meyakininya.
Bahkan ada yang percaya jika ada hukuman tertentu bagi pamali tersebut. Tentunya disetiap daerah berbeda pandangan dan berbeda hukumanya. Misalkan pamali bagi sesorang yang istrinya sedang hamil (mengandung) untuk pergi berburu ke hutan mereka percaya jika bakal ada akibatnya seperti kelahiran anaknya akan cacat atau menyerupai hewan yang ia bunuh atau sanksi gaib serta sanksi adat. Terlepas dari itu “Pamali” mengandung sejuta pesan moral yang patut kita renungkan bersama.
Disebuah desa di Indonesia Timur masyarakatnya sangat mengendepanakan yang namanya pamali, sehingga ini saat yang tepat untuk penulis mengeksplorasinya, mereka percaya jika anak pertama masuk sekolah harus ada yang temani, bila tidak pamali. Hukumanya apa?, hukumanya anaknya akan bodoh. Secara ilmiah ini sulit dipercaya namun pamali ini akan mulai dibuktikan oleh Pak Anis secara perlahan-lahan, walaupun tak sampai bodoh.
Tetapi kandungan atau pesan dari pamali tadi memberikan isyarat jauh sebelum Pak Anis memberikan fatwa Menteri sudah ada Fatwa pamali. Di desa tersebut jika anda sedang mengkuti ujian nasional maka dihari pertama anda tidak bisa keluar dari rumah begitu saja, orang yang tertua diantara keluarga anda, atau orang yang paling jago mantranya akan menyuruh anda berdiri di pintu utama rumah anda lalu membacakan doa-doa sebelum anda melangkah untuk mengerjakan soal-saol ujian.