Mohon tunggu...
Abd Rahman Hamid
Abd Rahman Hamid Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat Ilmu

Sejarawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

KH Ahmad Hanafiah Pahlawan Nasional Lampung

20 November 2023   13:58 Diperbarui: 20 November 2023   14:22 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat penerimaan gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara (Dok Keluarga alm. KHAH)

Ketika hubungan Indonesia dan Belanda semakin memanas awal tahun 1947, Hanafiah hijrah ke Tanjung Karang. Dia mendapat kepercayaan dari pemerintah Keresidenan Lampung sebagai wakil kepala kantor sekaligus kepala bagian Islam di Jawatan Agama Keresidenan Lampung. Dengan posisi dan peran itu, Hanafiah banyak berjibaku dengan urusan kemasyarakatan dan pemerintahan, serta mudah mengetahui situasi politik di Tanah Air.  

Lampung menjadi pintu gerbang perjuangan kemerdekaan di Sumatera. Satu bulan sebelum Agresi Militer I, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan rombongan tiba di Pelabuhan Panjang pada 3 Juni 1947. Ia disambut oleh Gubernur Sumatera Mr. Teuku Muhammad Hasan dan Gubernur Muda Sumatera Selatan Dr. Moh. Isa. Selama tiga hari Hatta berkeliling Lampung mengobarkan semangat juang kepada para pejuang dan rakyat setempat. Lalu, Hatta dan rombongan ke Palembang menggunakan kereta api. Di sana mereka mendatangi daerah-daerah sekitar kota Palembang, selanjutnya ke Jambi dan Sumatera Barat dengan tujuan yang sama (Hatta, 2011).

Pada bulan berikutnya, daerah-daerah yang dikunjungi Hatta menjadi sasaran Agresi Militer Belanda I. Agresi dimulai pada 21 Juli 1947, ketika umat Islam sedang menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Agresi itu ditujukan kepada wilayah RI (hasil perjanjian Linggajati) yaitu Jawa, Madura, dan Sumatera. Daerah yang dituju terutama yang memiliki potensi minyak bumi dan tempat perusahan-perusahaan milik Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat di Sumatera bagian Selatan. Belanda menyebut peristiwa ini sebagai Operatie Product di bawah komando Batalyon Diviezen (Zed, 2003).

Melihat wilayah Republik direbut paksa oleh Belanda, Hanafiah terpanggil berjihad untuk membela Tanah Air, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: "dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas" (QS. Al-Baqarah: 190).

Ketua partai Masjumi, KH Hasjim Asj'ari, mengeluarkan sebuah fatwa, bahwa "haram bagi umat Islam Indonesia meninggalkan tanah air dalam keadaan musuh menyerang untuk menjajah dan merusak agama. Karena itu tidak wajib pergi haji di mana berlaku fardu 'ain bagi umat Islam dalam melakukan perang melawan penjajahan bangsa dan agama". Ulama Mesir Abdul Madjid Selim, menanggapi pertanyaan pelajar Islam Indonesia di Kairo tentang hukum berhaji di masa perang, mengatakan "suatu pekerjaan yang mendatangkan lebih besar kerusakan daripada faedahnya, maka perbuatan itu dilarang oleh Islam. Pemimpin tentara atau penjaga negeri pun tidak boleh naik haji kalau kepergiannya dapat menyebabkan kemenangan musuh atau kekacauan negerinya".

Apa yang dilakukan oleh Hanafiah menunjukkan perjumpaan yang sempurna antara kesadaran keagamaan dan semangat nasionalisme yang tinggi dari ulun Lampung yang tercerahkan. Ia rela meninggalkan keluarganya demi membela Tanah Air. Pada bulan Ramadhan 1336 H, ia dua kali memimpin ratusan laskar dari Lampung merebut Baturaja dari Belanda. Pada penyerangan kedua (Agustus 1947), mereka terkepung di Kemarung. Hanafiah ditangkap oleh pasukan Belanda lalu dihukum dengan ditenggelamkan ke dalam Sungai Ogan Baturaja hingga jasadnya tidak ditemukan.     

Berkat jasa dan pengorbanannya yang luar biasa itu bagi masa depan Republik yang masih "bayi" (lahir tahun 1945), maka sudah sepantasnya ia mendapat gelar tanda jasa sebagai Pahlawan Nasional yang kedua dari Lampung, setelah Raden Intan.   

Ahli waris (cucu) KH Ahmad Hanafiah saat menerima penghargaan dari Presiden RI di Istana Negara 11/11/2023 (Dok. Keluarga KHAH)
Ahli waris (cucu) KH Ahmad Hanafiah saat menerima penghargaan dari Presiden RI di Istana Negara 11/11/2023 (Dok. Keluarga KHAH)

Bagi UIN Lampung sebagai pihak peneliti, penyusun naskah akademik, dan pengusul, penetapan KH Ahmad Hanafiah sebagai PN bulan ini menjadi kado istimewa ketika merayakan dies natalis ke-55. The Green Campus ini tidak hanya telah menggunakan nama PN pertama, tetapi juga berjasa melahirkan PN kedua bagi Provinsi Lampung.

Setelah penetapan ini, apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah Provinsi Lampung? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan langkah nyata.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun