Mua’ dingarang bomi
Disoala-olata
Ra’da uwai mata
Ma’ingarang kapputta
Bila (kita) kembali teringat
Di waktu kita bersama
Jatuh air mata
Mengenang kampung halaman
(Terj. Dahri Dahlan, 2016)
Lagu ini sangat berkesan sehingga orang yang melantunkannya mudah terbawa emosi sampai menangis, seperti dialami oleh Pak Sudarmi (mantan ketua DPRD Majene) saat penulis wawancara (18/02/2017) di Pamboang. Betapa tidak, dia melihat rumah-rumah dilahap habis oleh si jago merah pada dini hari 5 Januari 1957. Pada tengah malam, warga berjalan kaki dari Pamboang menuju Kota Majene. Di sana mereka mendapat perlindungan keamanan dan kebutuhan sehari-hari dari pemerintah.
Tampaknya, sebelum kampung-kampung dibakar, sebagian masyarakat sudah mengetahui kabar bahwa akan terjadi pembakaran kampung. Informasi itu datang dari masyarakat setempat yang pindah ke pedalaman di bawah pengaruh gerombolan. Karena itu, masyarakat pesisir, yang dalam pengaruh tentara, tidak ingin menjadi korban. Mereka segera meninggalkan Mandar.