Mohon tunggu...
Abdillah Syafei
Abdillah Syafei Mohon Tunggu... Guru - Da'i, Guru dan Peneliti

Menulis untuk belajar. Jadi saya bukan seorang Ilmuan, hanya manusia yg kepingin mengungkapkan isi hati supaya diketahui oleh orang lain untuk kemudian diperbaiki jika ada kesalahan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Saya Ikut Berlebaran Selasa 30 Agustus 2011?

1 September 2011   18:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam ushul fiqih kita mengenal qaidah “Al-mutsbit muqaddam alan naafi” (yang menyatakan ada didahulukan dari yang menafikan/menyatakan tak ada).

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rosul dan taatilah pemimpin (penguasa) diantara kalian, apabila kalian berselisih pendapat tentang segala sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rosul (As Sunnah) (QS:An-Nisa:59)

Nash kedua ini juga dengan tegas membantah syubhat yang dilontarkan oleh sebagian orang yang selalu menekankan agar kita mengikuti pemerintah. Seolah ketaatan kepada pemerintah itu dilakukan dengan membabi buta. Padahal jika kita berbeda pendapat tentang sesuatu kita diperintahkan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan Sunnah/hadits Nabi SAW menyatakan bahwa ketaatan hanya diberikan untuk hal-hal yang makruf dan tak boleh taat dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa  Ta’ala.

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu)

Dalam hadits lain juga disebutkan: “Wajib bagi seseorang untuk mendengar dan taat dalam apa yang ia sukai dan benci, kecuali ia diperintah berbuat maksiat. Maka bila ia diperintah berbuat maksiat, ia tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Al-Bukhari no. 2955 dan Muslim no. 1839)

Jadi, ketika Pemerintah tak mengikuti sunnah Rasul dalam menyikapi rukyatul hilal yang ada, kita tak boleh mengikuti itu. Kita harus tetap berpegang dengan ketentuan kaidah syar’iyah. Apalagi dalam penentuan Idul Fitri ini sendiri pemerintah tidak memaksakan harus mengikutinya. Pemerintah memberikan kebebasan kepada ormas atau siapapun yang berbeda pendapat. Jadi sangat jauh panggang dari api jika hadits-hadits tentang ketaatan kepada penguasa dijadikan dalih untuk menolak persaksian kaum muslimin.

Intinya adalah apakah anda percaya apa tidak pada penglihatan mereka yang mengaku melihat hilal. Jika percaya, maka wajib berhari raya. Jika tak percaya atau menganggap bahwa mereka berbohong maka silahkan untuk tetap berpuasa dan menyempurnakan Ramadha menjadi 30 hari.

Okey, mungkin ada yang berkata: Saya tidak mengatakan bahwa mereka bohong, saya hanya meragukan, boleh jadi mereka tersalah lihat.  Maka kita harus kembalikan kepada kaidah ushul yang mengatakan “Maa  tsabata bil yaqin laa yujalu bis syak” Apa yang telah terukti dengan yakin tak bias dihapuskan oleh persangkaan. Mereka yang mengaku melihat hilal telah merasa sangat yakin hingga bersedia disumpah, sementara anda yang meragukannya hanya berdasa persangkaan yang dituangkan dengan kalimat “boleh jadi”.

Demikian sekedar menjelaskan argument atas pilihan saya untuk ikut berlebaran tangal 30 agustus 2011. Tulisan ini bukan dimaksud untuk menghujat dan melecehkan pendapat dan keyakinan orang lain. Juga bukan ingin membuka front perdebatan. Melainkan semata-mata agar para sahabat, murid, guru dan kerabat yang tak sependapat bisa memahami alasan saya. Jikapun argumen saya salah, mohon nashihat yang lembut dan penuh kasih sayang.

Wallahu a’lam

Perkembangan terbaru dapat saya sertakan link-link rujukan bagi kita semua untuk memahami kondisi penetapan Hari Raya Idul Fitri tahun 1432 H ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun