Saya akan menjelaskan kembali alasan yang selanjutnya. Kedua, alasan kenapa harus KPU dan Bawaslu adalah masih tingginya kepercayaan publik kepada kedua lembaga negara tersebut.
Menurut laporan penelitian yang diterbitkan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengenai tren persepsi korupsi, pada point tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga negara, KPU mendapatkan persetase sebesar 69% untuk sangat percaya maupun percaya, 11% untuk tidak percaya dan sangat tidak dipercaya, dan 20% untuk tidak tahu dan tidak mau menjawab.
Sementara untuk Bawaslu sendiri, berada di dua tingkat di bawah KPU, yaitu 67% untuk sangat percaya maupun percaya, 10% untuk tidak percaya dan sangat tidak dipercaya, dan 23% untuk tidak tahu dan tidak mau menjawab.
Menurut data yang sudah dipaparkan maka sudah jelas salah satu tujuan kritik atau penyebaran hoax tersebut adalah untuk menurunkan citra masyarakat terhadap kedua lembaga tersebut. Sekali lagi, itu hanya pendapat saya lho.
Pada bagian awal tulisan, saya sudah sampaikan bahwa sudah banyak kritik maupun berita hoax yang datang dari berbagai arah, namun penulis melihat kecondongan yang sering terjadi.
Kritik dan hoax yang bertebaran bak sakura di musim gugur itu datang dari kubu Prabowo. Pada bagian selanjutnya saya akan memaparkan apa saja yang sudah menjadi kritikan ataupun hoax yang sudah menyebar di kalangan masyarakat.
Namun pada kesempatan kali ini, penulis hanya akan membahas mengenai kritik dan berita hoax terhadap KPU.
Kritik dan Berita Hoax terhadap KPU
Mari kita mulai paragraf ini dengan menghitung mundur. Menurut saya, kritik KPU yang pertama datang ketika KPU menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS). Kritik ini muncul ketika KPU menetapkan DPS dengan jumlah sebanyak 186.379.878 pemilih. Kritik pun muncul yang menyatakan bahwa terdapat kurang lebih 25 juta pemilih yang ganda.
Menurut penulis, penetapan DPS itu sangatlah tidak mudah. Ada beberapa faktor saya liat, misalnya penduduk yang terus bergerak. Dalam artian, penduduk yang belum benar-benar menetap atau masih ngontrak. Faktor selanjutnya juga yang tidak kalah penting, sadar atau tidak, terkadang ada beberapa orang atau keluarga jika pindah tempat tinggal itu sangat malah untuk berurusan dengan masalah administrasi kepindahan. Sehingga membuat repot Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disducapil) di masing-masing provinsi dalam merapihkan data yang valid.
Kritik selanjutnya juga berkaitan dengan paragraf berikutnya, yaitu ketika KPU menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) se-Indonesia. Kritik kembali datang ke KPU, yang katanya ada beberapa orang yang belum terdaftar di DPT tersebut.