KPK mulai menyelidiki kasus dugaan korupsi pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI pada 20 Agustus 2015. Kasus tersebut menjadi berita pertama kali dari hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Jakarta atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada 2014.
BPK Jakarta menganggap prosedur pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras menyalahi aturan. Soalnya, menurut BPK DKI, harga lahan yang dibeli jauh lebih mahal sehingga merugikan keuangan daerah sebesar Rp 191 miliar.
Hanya dengan modal membaca berita itulah kemudian banya pihak, terutama para lawan politik Ahok menuding Gubernur DKI, Ahok terlibat korupsi. Salah satu tokoh yang menuding Ahok terlibat korupsi itu di antaranya adalah Sanusi, ketua komisi D DPRD DKI dari fraksi Partai Gerindra.
Dengan gencar dan lantang, Sanusi mengatakan bahwa sangat jelas ada indikasi korupsi jika merujuk pada laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Sanusi meminta KPK mengusut dugaan keterlibatan pejabat-pejabat di Pemprov DKI, tak terkecuali Ahok. Sanusi yakin kalau tidak Gubernur DKI, mungkin saja kadisnya yang bermain. Sanusi juga menuding KPK lamban dalam menangani kasus tsb.
Seperti telah diberitakan kemudian justru Sanusi sendiri yang kemudian ditangkap oleh KPK dalam OTT (Operasi Tangka Tangan) karena di duga terlibat kasus korupsi yang terkait dengan pembahasan raperda reklamasi.
@Fadli Zon yang Suudzon dan GSJ@
Seperti telah diuraikan di atas bahwa banyak pihak terutama para lawan politik Ahok dan pembenci Ahok menuding Ahok terlibat korupsi hanya dengan modal membaca berita temuan BPK tentang adanya indikasi kerugian sebesar Rp.191 miliar dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.
Sama halnya dengan Sanusi, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon yang satu perguruan dengan Sanusi di Partai Gerindra, meminta KPK menetapkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka kasus
RS Sumber Waras. Menurut dia, KPK punya modal menahan Ahok berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan.
Fadli Zon yang sangat suudzon terhadap Ahok ini mengatakan agar KPK jangan tebang pilih. Begitu suudzonya Fadli ini sehingga ia sampai menuding ada upaya untuk melindungi Ahok agar tidak menjadi tersangka. Fadli mempertanyakan, banyak kepala daerah lain yang ditetapkan jadi tersangka berdasarkan audit BPK. "Kenapa untuk Jakarta ini alot?
Selain Fadli Zon ada lagi pihak yang menuding Ahok terlibat korupsi dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Mereka adalah sekelompok orang yang menamakan disi sebagai GSJ (Gerakan Selamatkan Jakarta).
GSJ pada 24 Maret lalu, GSJ juga menggelar aksi untuk mendesak KPK meningkatkan status Ahok sebagai tersangka. Saat itu GSJ memberikan seekor bebek sebagai simbol agar KPK tidak gampang digiring dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan Yayasan Kesehatan Sumber Waras.
Pada hari Selasa, 12-4-2016, GSJ kembali menggelar unjuk rasa bersamaan dengan jadwal pemanggilan KPK terhadap Ahok. Seperti sebelumnya, mereka juga mendesak agar KPK segera menetapkan Ahok sebagai tersangka. Kali ini mereka tampak lebih menghargai KPK yang sudah melakukan pemeriksaan terhadap Ahok tsb.
Beny salah seorang pengunjuk rasa mengatakan: "Ternyata KPK merespon cepat kasus sumber waras ini, GSJ meminta KPK untuk bersikap adil dan cepat untuk menyeret orang-orang yang terlibat dalam kasus sumber waras."
Tentunya mereka akan memuji-muji KPK jika kemudian KPK menentapkan Ahok sebagai tersangka seperti yang sudah lama mereka harapkan.
@KPK Di desak Untuk Menebang Ahok@
Kasus Sanusi menunjukkan adanya motif politik ketika menuding Ahok terlibat korupsi. Sayangnya dia sendiri kurang pandai menjaga dan menyelamatkan diri atas kasus korupsi yang melibatkan dirinya sehingga ia tertangkap KPK dalam OTT yang tentunya disertai barang bukti yang nyata. Akibatnya Sanusi disebut sebagai maling teriak maling oleh Ruhut Sitompul, koordinator juru bicara partai Demokrat.
Fadli Zon yang merupakan teman dekat Sanusi dalam satu partai yang bernama Partai Gerindra dan GSJ yang merupakan salah satu lawan politik Ahok, di saat mereka gencar menuding Ahok terlibat korupsi tidak terlepas dari motif politik.
Modal mereka ketika menuding Ahok adalah membaca berita tentang temuan BPK yang melihat indikasi kerugian Negara sebesar Rp.191 miliar dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.
Ketika teman mereka sudah tertangkap KPK karena terlibat korupsi dan menjadi berita besar, mereka bungkam seribu bahasa, tapi ketika lawan politik belum dinyatakan terlibat korupsi oleh KPK, mereka berteriak-teriak menuding lawan politiknya korupsi.
Lebih dari itu bagaikan seorang ahli hukum yang jauh lebih pintar dari KPK mereka menuding KPK lamban, KPK tebang pilih, ada usaha untuk melindungi Ahok agar tidak menjadi tersangka, dll.
Sebenarnya teriakan-teriakan mereka tsb tidaklah mencerminkan KPK itu tebang pilih, yang mereka inginkan sebenarnya adalah agar KPK segera “menebang” Ahok. Sebabnya adalah seperti yang telah diuraikan di atas yaitu adanya motif politik dibalik tudingan mereka terhadap Ahok seperti yang dilakukan Sanusi.
KPK sendiri saat ini sedang memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama alias Ahok. Ketua KPK, Agus Raharjo menjelaskan dari pemeriksaan itu, penyelidik akan membandingkan keterangan Ahok dengan laporan audit investigatif BPK. Lebih jauh Agus mengatakan bahwa penyelidikan ini untuk mendalami kasus tsb.
Merujuk keterangan ketua KPK tsb tentunya tindakan terbaik adalah menunggu hasil pemeriksaan KPK terhadap Ahok dan jika hasil pemeriksaan tsb ternyata KPK tidak menetapkan Ahok sebagai tersangka, jangan ada lagi pihak yang mengatakan KPK tebang pilih. Jangan anda paksa KPK untuk menebang Ahok karena KPK sudah menebang teman anda yang terlibat korupsi dalam kasus raperda reklamasi.
Sumber: rmol.co.id (13-4-2016) & metronew.com (12-4-2016)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H