Sanusi tidak hanya berusaha menampilkan diri sebagai tokoh yang bersih tapi lebih dari itu ia termasuk salah satu tokoh yang rajin mencari celah untuk mengeritik Ahok.
Pembelian lahan RS Sumber Waras menurut Sanusi sangat jelas terindikasi korupsi jika merujuk pada laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan BPK sudah menyatakan adanya kerugian daerah sebesar Rp 191 miliar. BPK akhirnya meminta KPK untuk melakukan investigasi terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras.
Oleh karena itu Sanusi meminta KPK mengusut dugaan keterlibatan pejabat-pejabat di Pemprov DKI, tak terkecuali Ahok. Sanusi berkeyakinan kalau tidak Gubernur DKI, mungkin saja kadisnya yang bermain.
3.Menyalahkan KPK
Untuk menindaklanjuti tuduhan korupsi yang ditujukan kepada seseorang termasuk Ahok, tidak perlu diselesaikan dengan tindakan berteriak-teriak di berbagai media. Salah satu jalan terbaiknya adalah dengan meminta KPK untuk mengusut kasus tsb.
KPK sudah melakukan pengusutan kasus tsb dan sampai sejauh ini Ahok tidak dinyatakan oleh KPK terindikasi korupsi dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.
Namanya juga pembenci Ahok. Setelah KPK tidak menyatakan Ahok terindikasi korupsi dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras, sekarang giliran KPK yang disalahkan.
Sanusi menuding KPK lambat mengusut laporan mengenai pembelian lahan RS Sumber Waras karena adanya keterlibatan Gubernur DKI. Menurut Sanusi pimpinan KPK yang sekarang. Sejak ditinggal Pak Ruki (Plt Ketua KPK sebelumnya, Taufiequrachman Ruki), KPK menjadi berubah sama sekali.
4.Maling Teriak Maling
Ruhut Sitompul, Koordinator Juru Bicara Ruhut Sitompul ketia diminta komentarnya atas kasus yang menimpa kasus Sanusi yang ditangkap KPK mengatakan bahwa Sanusi selama ini paling sering menuding Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok terlibat dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Nyatanya, justru Sanusi yang ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ini namanya “maling teriak maling.”
Menurut Ruhut yang juga Anggota Komisi III DPR ini, sejak Ahok memutuskan meninggalkan Partai Gerindra, para politisinya mulai panik dan "kebakaran jenggot". Mereka berusaha menyerang Ahok dengan berbagai cara.