Dalam cengkeraman kamuflase senja itu, hati kami menangis..berderai bak air yang mengalir, tak bermuara. Karena kami tahu apa yang kami lakukan, tapi perlakuan kami, memang tak sejalan dengan apa yang kami tahu. Seyogyanya sebuah penyesalan yang selalu dibelakang, kami pun kaum yang terkebelakang.
Dibalik semuanya, keyakinan selalu ada, walau itu hanya setitik embun. Meskipun harapan hari esok tersisah dalam parodi. Semuanya terasa hakiki, bersama kabut di ujung sempurnanya sang pemimpi. Memang, sangatlah ironis, jika serangkaian paham tak berpaham, karena tampilan miang selalu halus dan tak akan mungkin menjadi setangkai miana yang berwarna jingga.
Itulah kamuflase dalam narasi dan gambar, ketika senja menghampiri. Inilah kami Tuhan! Kami datang dihadirat-Mu! Dalam cengkeraman kamuflase senja itu.
Hidup kami tak sejengkalpun bisa bersembunyi dari Kemahakuasaan karya-Mu, Pandangan-Mu damai seperti waktu yang Kau sediakan "Indah Pada Waktunya"..
Dalam cengkeraman kamuflase senja itu, kami bersimpuh di Altar-MU. Kami berinstropeksi dalam teduh. Menyembunyikan segala kekuatiran. Lalu, dalam sujud kami "bertobat"! Dengan lapang dada, kami serahkan seluruh hidup kedalam tangan-Mu!
Inilah sepenggal kisah indah... "Dalam Cengkraman Kamuflase Senja"... yang sarat akan makna pertobatan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H