Mohon tunggu...
Abdy Busthan
Abdy Busthan Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Pendidikan

Penulis, Peneliti dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dalam Cengkraman Kamuflase Senja

20 Juli 2017   12:47 Diperbarui: 21 Juli 2017   06:01 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini suatu fadila, bukan standar sebuah failat. Sebab fahamat tidak harus terperangkap dalam sekumpulan orang-orang fahir dari kaum fahis. Tak perlu bersembunyi di balik bedebahnya fadlu! Tetapi tampilkanlah pesona hati berselimutkan fahrun. Selaksa fakirat bernilai fadalah, dan nyiur rindu liar, bermuram fasih!

Dalam pelaminan senja itu, sang prabu singgasana hati berlabuh di tepian. Sejenak terdengar rincuhnya nyanyian ceracap, yang berdendang tak bernada. Nyanyian itu lirih, selaksa balada tangisan! Membuat semua terhentar seketika. Sementara derai-derai narwastu terkulum, lalu terucap. Tiba-tiba, terlihat sang duka berlalu berucap salam.

Jauh di dasar kedalaman rindu, bilur-bilur kerinduan sedikit berkelakar. Nestapanya merasuk menembus tirani logika. Menjerit, seakan tak bertepuk. Tak tampak lagi telaga kedamaian di situ. Sebab kamuflase senja sedang telanjang. Ia menelanjangi pucuk, lalu ulam pun tiba!

Seketika itu juga, terdengar riak berselimutkan riuh. Dibalik coretan bermajas padma, bara-bara liar merajut alibi.....dan alur-alur durjana mengukir temaram itu..

Angkara sekejap pun retak merentang jarak. Sembari tersenyum... ia larut dalam untaian balada. Meski terlihat kata merona berbisik, namun naluri harus terluka!

Ya, inilah prosais tak beraturan. Datangnya ke bawah, lalu ke atas. Perginya pun menghilang di tengah penjunan.

Seperti itukah nyali sebuah pengakuan? Lalu apa yang tersingkap dari yang terselubung?

Mari kita memulainya dengan sebuah kalimat, " Indah Pada Waktunya ".  Jika senja itu datang, nyanyikanlah lagu tentang damai. Sebab bisa jadi, waktu itu tak datang lagi. Jangan hanya diam, lalu hening dalam tabir yang lupa bersembunyi. Layaknya resah menyembunyikan galau dibalik pranatanya. Pastikanlah imajinasi itu beraksi, lalu kreasi.

Sebab Lukas tak mungkin menjadi Lukas, jika tak ada Martha. Itulah populasi dalam resentralisasi Lukas dan Martha! Dan dalam perannya sebagai pelaku habitat, senja.

Demi layaknya muasal sang naratif, nurani selalu indah pada wataknya. Seperti prakonsepsi ranting, bahkan dedaunan! Semuanya menyingkap candu dalam derai dan tawa. Seperti seekor bunglon dalam sejuta lakonnya di balik kisah kirbat pelangi senja.

Sejenak dalam diam menjuntai hening tak berbekas, lalu beranjak ke dalam peraduan, memapah sekelumit peradaban terang yang menjadi gelap, segelap temaram di ujung lentera yang tak bersumbuh.

Dalam cengkeraman kamuflase senja itu, hati kami menangis..berderai bak air yang mengalir, tak bermuara. Karena kami tahu apa yang kami lakukan, tapi perlakuan kami, memang tak sejalan dengan apa yang kami tahu. Seyogyanya sebuah penyesalan yang selalu dibelakang, kami pun kaum yang terkebelakang.

Dibalik semuanya, keyakinan selalu ada, walau itu hanya setitik embun. Meskipun harapan hari esok tersisah dalam parodi. Semuanya terasa hakiki, bersama kabut di ujung sempurnanya sang pemimpi. Memang, sangatlah ironis, jika serangkaian paham tak berpaham, karena tampilan miang selalu halus dan tak akan mungkin menjadi setangkai miana yang berwarna jingga.

Itulah kamuflase dalam narasi dan gambar, ketika senja menghampiri. Inilah kami Tuhan! Kami datang dihadirat-Mu! Dalam cengkeraman kamuflase senja itu.

Hidup kami tak sejengkalpun bisa bersembunyi dari Kemahakuasaan karya-Mu, Pandangan-Mu damai seperti waktu yang Kau sediakan "Indah Pada Waktunya"..

Dalam cengkeraman kamuflase senja itu, kami bersimpuh di Altar-MU. Kami berinstropeksi dalam teduh. Menyembunyikan segala kekuatiran. Lalu, dalam sujud kami "bertobat"! Dengan lapang dada, kami serahkan seluruh hidup kedalam tangan-Mu!

Inilah sepenggal kisah indah... "Dalam Cengkraman Kamuflase Senja"... yang sarat akan makna pertobatan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun