Mohon tunggu...
Abdy Busthan
Abdy Busthan Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Pendidikan

Penulis, Peneliti dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berpikir Kritis: Reflektif dan Kreatif

27 Juni 2017   19:01 Diperbarui: 27 Juni 2017   19:15 11212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua bentuk berpikir kritis, yaitu berpikir kritis-reflektif dan berpikir kritis-kreatif. Menurut Busthan Abdy (2016:134), berpikir reflektif berbeda secara substansial dengan berpikir kreatif. Berpikir reflektif sifatnya internal, yaitu upaya menemukan ide-ide kritis dalam diri sendiri, sedangkan berpikir kreatif sifatnya eksternal, yaitu dengan mengembangkan pemikiran dari dalam diri tersebut, menuju ke luar diri, demi untuk menemukan hal-hal baru yang memunculkan kesimpulan dari penalaran yang tepat.

Berpikir Kritis-Reflektif

Berpikir kritis dalam pandangan John Dewey adalah, "berpikir reflektif", yang artinya adalah pertimbangan yang sifatnya aktif, persisten (terus-menerus) dan teliti, mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja, dengan dipandang dari sudut alasan yang mendukungnya, dan kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya (Dewey, 1909:9).

Apa yang dimaksudkan Dewey di sini adalah, bahwa secara essensial, berpikir kritis adalah sebuah proses aktif dengan beberapa prinsip berpikir kritis-reflektif berikut:

  • Fokus berpikir dalam diri sendiri: yaitu dengan prinsip-prinsip: a) memikirkan sesuatu secara mendalam; b) menghindari pelbagai hal yang datangnya dari orang lain, yang cenderung pasif; c) mengajukan berbagai pertanyaan dalam diri sendiri, sebagai upaya menemukan informasi yang relevan.
  • Berpikir terus-menerus dalam diri sendiri dengan teliti. Tidak buru-buru menuju kesimpulan.
  • Pikirkan apa hal-hal yang menjadi alasan untuk meyakini sesuatu, dan implikasinya dari keyakinan-keyakinan.

Dalam perkembangannya, muncul seorang penulis terkenal, Edward Glaser (1941:5), yang mengembangkan konsep Dewey ini dengan mendefenisikan berpikir kritis dengan tiga pengertian berikut:

  1. Berpikir kritis adalah suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang.
  2. Berpikir kritis adalah pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis.
  3. Berpikir kritis adalah semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode, yang menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif (dugaan) berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.

Dari apa yang didefenisikan Glaser di atas, prinsip berpikir kritis-reflektif dapat diringkas menjadi 2 poin penting berikut ini:

  • Memiliki keterampilan berpikir tertentu
  • Menggunakan keterampilan itu

Sementara itu, Robert Ennis yang merupakan pakar perkembangan tradisi berpikir kritis, menegaskan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif, yang bertugas untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya dan dilakukan (dalam Norris & Ennis, 1989). Prinsip-prinsip utama dari berpikir kritis menurut pengertian Robert Ennis ini adalah, masuk akal, reflektif (aktif danpresisten), dan mengambil keputusan.

Berdasarkan pengertian dan prinsip-prinsip berpikir kritis para ahli di atas, maka berpikir kritis-reflektif adalah berpikir secara terus-menerus dan mendalam, demi mencapai keterampilan berpikir tertentu, untuk dapat mengambil suatu keputusan yang tepat. Dan didalam berpikir kristis-relektif ini, dapat dilakukan dengan prinsip-prinsipnya seperti:

  • Fokus berpikir dalam diri sendiri---mediasi diri
  • Essensial (aktif dan resisten)---terus menerus dan teratur
  • Menghindari masukan negatif yang pasif
  • Meyakini hal yang masuk akal---wajar
  • Mengajukan pertanyaan-pertanyan positif
  • Tidak terburu-buru memutuskan---pertimbangan matang
  • Mengambil keputusan---memutuskan dengan cara terampil

Contoh:

Ada sebuah habitat persahabatan di sudut kota Kupang. Mereka terdiri dari tiga sahabat. Satu bernama Hitam. Dinamakan hitam, karena memang kulitnya sedikit gelap. Tapi Hitam itu pasti manis. Karena dimana-mana yang namanya hitam, pasti manis. Sahabat satunya lagi bernama Putih. Kulitnya memang putih dan raut wajahnya tampan. Sementara yang satunya bernama Pink. Ia memang suka warna pink. Pink ini sangat cantik dan ayu. Kulitnya putih dan mulus. Sementara senyumnya bagaikan bunga yang merekah di pagi hari. Singkatnya, Hitam dan Putih berjenis kelamin pria. Sementara Pink berjenis kelamin wanita. Sejak kecil, mereka memang selalu bersama. Ini artinya, persahabatan mereka sesungguhnya dimulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Persahabatan mereka cukup unik. Dikatakan unik, karena Hitam adalah anak dari orang tua yang miskin. Sementara Putih anak orang kaya. Sedangkan Pink masuk golongan menengah, yaitu tidak kaya, tetapi juga tidak terlalu miskin.

Namun sejalan dengan waktu, keunikan ini mulai terusik dengan munculnya 'perasaan suka' terhadap lawan jenis, yang terdapat di dalam diri Putih dan Hitam. Ya, keduanya sama-sama menyukai Pink. Sehingga setiap saatnya, mereka berdua selalu berusaha mencuri hati Pink, yaitu dengan berlomba-lomba menampilkan apa saja yang terbaik di mata Pink. Hingga akhirnya, dalam waktu yang berbeda, Putih dan Hitam pun mengutarakan isi hati mereka alias Katakan Cinta (KC). Akhirnya Pink menjadi bingung tak berdaya, di satu sisi, Pink mencintai Putih, dan sisi lainnya, Pink juga menyayangi Hitam (dikutip dari buku "Judulnya Belum Berjudul", Busthan Abdy, 2016:53-62).

Nah, timbul pertanyaan mendasar, apakah Pink harus menerima salah satu diantara mereka? Hitam atau Putih? Ataukah Pink harus menerima kedua-duanya? Pastinya ini suatu keadaan sulit! Dalam keadaan seperti ini, dibutuhkanlah pemikiran kritis-reflektif secara mendalam. Pink harus berpikir resisten dan mendalam. Sehingga melalui pemikiran yang tepat maka ia tidak merugikan semua pihak.

Pertanyaannya, jika Anda menjadi Pink, bagaimana Anda berpikir secara kritis-reflektif? Jawabannya adalah:

  1. Fokus berpikir dalam diri sendiri: Pink berpikir sendiri dalam dirinya, dengan fokus pada persoalanyang dihadapi
  2. Essensial (aktif dan resisten): Pink tidak berhenti untuk terus memikirkannya secara terus-menerus
  3. Menghindari masukan negatif: Pink menghindari masukan-masukan dari orang lain yang mungkin saja bisa pasif
  4. Meyakini hal yang masuk akal: Pink menimbang secara bijak, mungkin tentang sifat dan karakter positif dari kedua sahabatnya, atau keputusan apa yang tidak mengecewakan semuanya
  5. Mengajukan pertanyaan positif: Pink bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan positif, jika dia menerima Putih apa dampaknya? Begitupun sebaliknya
  6. Tidak terburu-buru memutuskan: dalam hal ini Pink lebih berpikir tenang dan tidak terburu-buru, sertamempertimbangkan berbagai faktor-faktor yang tidak merugikan dirinya dan orang lain
  7. Memutuskan dengan terampil: Pink mengambil keputusan yang tepat, melalui proses berpikir kritis-reflektif

Berpikir Kritis-Kreatif

Berpikir kritis adalah juga berpikir dengan kreatif. Dalam arti bahwa, berpikir kritis memerlukan kaidah-kaidah kreatif,sehingga mampu menciptakan kreatifitas dalam bernalar.

Jurgen Habermas (dalam McCharthy, 1982) menyatakan bahwa, ide tentang nalar kritis, meliputi beberapa hal berikut:

  • Kehendak untuk rasional: yaitu bertindak berdasarkan kehendak atau kecenderungan tertentu melalui nalar sehat---masuk akal
  • Kehendak untuk meraih mundigkeit: menuju konsep moral sebagai pengalaman moralitas, di mana dalam hal ini nalar membatasi dirinya pada kepentingan untuk mencapai keotonoman tanggung jawab (keseimbangan empiris-pengalaman dengan hal dari dalam diri)
  • Otonomi dan tanggungjawab dalam kehidupan: yaitu sistem "pemeliharaan diri" ketika menghadapi problem kehidupan. Hal ini disebutkan juga sebagai "refleksi-diri", di mana didalamnya, pengetahuan demi pengetahuan akan menemukan kesejajaran dengan kepentingan untuk otonomi dan tanggung jawab---dalam kekuasaan refleksi diri, pengetahuan dan kepentingan adalah satu.

Albert Einstein, ilmuan jenius berdarah Yahudi, menyatakan bahwa, berpikir adalah berimajinatif. Berpikir dalam berimajinatif itu seperti menulis dengan tangan keliru. Dalam pengertiannya, bahwa berpikir kreatif menuntut seseorang menghadirkan ide-ide berbeda dari yang biasanya, bahkan sekalipun harus bertolak-belakang dari yang biasanya, yaitu yang menggelikan oleh akal sehat (Thorpe Scott, 2002:25-27).

Beberapa prinsip berpikir kritis-kreatif yang ditawarkan Einstein adalah sebagai berikut:

  • Menemukan masalah tepat: yaitu masalah-masalah yang memungkinkan menemukan solusi imajinatif yang berbeda dari pemikiran semula. Sebab tak akan ada satu pun solusi seandainya seseorang "keliru" menemukan masalahnya.
  • Memecahkan pola: yaitu mempertimbangkan apapun, terutama ide-ide menggelikan (imajinatif)
  • Melanggar aturan: yaitu cara yang disengaja, dan terfokus untuk menemukan solusi. Jika selama ini, seseorang tidak menemukan solusi diantara sekian alternatif yang dapat diterima, maka ia harus memeriksa alternatif-alternatif yang mustahil, yaitu dengan melanggar aturan tertentu. Cara ini dibuktikan Einstein dalam menemukan teori relativitasnya yaitu dengan melanggar aturan.
  • Tumbuhkan Solusi: yaitu dengan cara menunda penilaian, dan mencari pertolongan, membuat kekeliruan-kekeliruan untuk menumbuhkan suatu ide hebat. Sebab solusi-solusi hebat jarang tampak hebat jika hanya sebatas dibayangkan saja. Tetapi haruslah diimplementasikan.

Einstein memang menggunakan prinsip-prinsip di atas untuk mengubah dunia. Di mana dia menggunakan masalah yang sedikitnya lebih memungkinkan, bermain-main dengan ide-ide liar, melanggar aturan spesifik, lalu kembangkan ide-idenya menjadi solusi yang unggul.

M. Neil Browne dan Stuart M Keleey (2007), menyatakan bahwa istilah berpikir kritis adalah kemampuan untuk membuat serangkaian pertanyaan kritis yang saling berkaitan, serta kemampuan dan kemauan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut pada saat yang tepat. Hal ini dapatlah dilakukan dengan dua pendekatan metode, yaitu:

  1. Metode spons, yaitu berpikir dengan menyerap informasi seperti spons yang merespon air dengan menyerapnya. Menekankan penyerapan pengetahuan.
  2. Metode mendulang Emas, yaitu dengan cara mendulang informasi seperti mendulang emas. Setelah informasi diserap pada langkah awal, maka informasi yang diserap tersebut harus dinilai dan dipertimbangkan dengan baik. Menekankan interaksi yang aktif dengan pengetahuan, seiring dicerapnya pengetahuan tersebut.

Berdasarkan pengertian dan prinsip-prinsip berpikir kritis dari beberapa ahli di atas, maka berpikir kritis-kreatif adalah berpikir dengan menggunakan kehendak rasional secara seimbang, yaitu dengan mengkombinasikan ide-ide lama ke dalam kombinasi baru dengan berimajinatif dan menyerap pengetahuan melalui interaksi aktif, sebagai upaya menemukan solusi tepat dan produktif, untuk menumbuhkan pertahanan diri. 

Dalam berpikir kritis-kreatif ini, Busthan Abdy (2016:132) menyarankan untuk dilakukan dengan prinsip-prinsip seperti berikut:

  •  Bertindak dengan nalar sehat---masuk akal
  •  Meraih pengalaman moralitas dalam nalar (keseimbangan empiris-pengalaman dengan hal dari dalam diri).
  •  Pemeliharaan diri (refleksi-diri)---dalam kekuasaan refleksi diri, pengetahuan dan kepentingan adalah satu.
  •  Menyusun kombinasi-kombinasi dari hal lama dengan hal baru dengan memilih apa yang penting
  •  Menemukan masalah tepat 
  •  Memecahkan pola dengan mempertimbangkan ide-ide imajinatif
  •  Melanggar aturan tertentu dengan cara disengaja untuk menemukan solusi baru yang kreatif dan imajinatif
  •  Tumbuhkan terus setiap solusi yang ada
  •  Penyerapan pengetahuan dengan interaksi aktif yang dilakukan bersamaan dengan menyerap pengetahuan tersebut.

Dengan prinsip-prinsip berpikir kritis-kreatif di atas, hal yang menarik dalam berpikir kreatif adalah: melanggar aturan atau dalam hal ini bertindak diluar dari hal yang wajar. Banyak orang pesimis dengan cara ini, namun kebanyakan orang bijaksana sukses menggunakan cara ini, misalnya kisah Raja Salomo yang diceritakan dalam kitab 1 Raja-Raja 3:16-28.

Contoh (1 Raja-Raja 3:16-28):

Ada dua orang wanita datang kepada Raja Salomo. Mereka mengalami kesulitan yang sukar diatasi. 'Wanita ini dan aku tinggal di rumah yang sama,' demikianlah seorang dari keduanya menjelaskan.'Aku melahirkan anak lelaki, dan dua hari kemudian ia juga melahirkan bayi lelaki. Lalu pada suatu malam bayinya meninggal. Tetapi ketika aku sedang tertidur, ia menaruh anaknya yang sudah mati di dekatku dan mengambil bayiku. Ketika aku terbangun dan melihat anak yang mati itu, aku tahu bahwa itu bukan anakku'.

 Mendengar itu, wanita yang lain berkata,'Tidak! Anak yang hidup itu saya punya, dan yang mati itu anaknya! 'Wanita yangpertama menjawab, 'Tidak! Anak yang mati itu kau punya, dan yang hidup itu akupunya!' Begitulah kedua wanita itu bertengkar.

Apakah yang akan dilakukan oleh Salomo? Ia menyuruh untuk diambilkan sebuah pedang untuknya (melanggar aturan-kewajaran), dan ketika pedang itu sudah ada, ia berkata, 'Penggallah bayi yang hidup itu menjadi dua, dan berikan separuh kepada masing-masing wanita ini'. 'Jangan!' teriak ibu yang sebenarnya dari bayi itu. 'Mohon jangan dibunuh bayi itu. Berikanlah kepadanya!' Tapi wanita yang lain berkata, 'Jangan berikan kepada siapa pun; penggallah.'Akhirnya Salomo berbicara, 'Jangan bunuh anak itu! Berikanlah kepada wanita yang pertama. Dialah ibunya yang sebenarnya.' Salomo tahu hal ini sebab ibu yang sebenarnya mencintai bayi itu sampai-sampai ia rela memberikannya kepada wanita yang lain supaya anak itu tidak dibunuh. Ketika rakyat mendengar bagaimana Salomo mengatasi kesulitan itu, mereka bersukacita mendapat raja yang begitu bijaksana (1 Raja-Raja 3:16-28). 

Jadi, kisah ini sesungguhnya merefleksikan tentang bagaimana seseorang yang berpikir dengan kritis-kreatif, untuk menyelesaikan persoalan dengan cara melanggar aturan.

Referensi

Busthan Abdy. (2016). Model Pembelajaran Saskrim-5 is. Kupang: Desna Live Ministry

Busthan Abdy. (2016). Judulnya Belum Berjudul. Kupang: Desna Live Ministry

Dewey John. (1909). How We Think. D,C. Health and Co.

Glaser Edward. (1941).  An Experiment in the Development of Critical Thinking. Advanced School of Education at Teacher's College, Colombia University

M. Neil Browne & Stuart M Keleey.(2007). Asking the Right Questions: A Guide to Critical Thinking, (Tenth Edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.

McCharthy Thomas. (1982). The Critical Theory of Jurgen Habermas. Massachusetts, MIT Press

Norris & Ennis. (1989). Evaluating Critical Thinking. Pacific Grove, CA: Critical Thinking Press and Software

Thorpe Scott. (2002). How to Think Like Einstein.  Terjm. Saputra Arvin. Batam Centre:Interaksara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun