Dialah kesayangan ibu?
Yang dulu mungil dalam pelukmu?
Yang dulu jadi muaranya rindu?
Kau nobatkan jadi Ratu di Doa-doa
Engkau pinangkan ia di negeri surga.
_____________
Teruntuk Ibu Karyati, aku menyebutnya dengan ibu Karti, bisa jadi singkatan, juga bisa menjadi seperti Ibu Kartini. Katanya kan doa kan?
Yah, teruntuk ibu Karyati, terimalah persembahan dariku. Seorang laki-laki yang mengaku-ngaku kaku sebagai kekasih putri kecilmu ini. Yang juga, insya allah siap memantaskan diri untuk segera menyandingnya.
Bu, entah ini bisa disebut puisi atau bukan. Tapi aku tetap saja menyebutnya puisi. Ah dasar, jangan kaget ya bu. Memang kekasih dari putri kecilnya ini sedikit egois. Entah, apa yang dia suka dariku, sampai saat ini pun aku tak tahu karena apa.
Bu, ibu masih ingat secarik puisiku yang pertama? Tentang perkenalanku kepada ibu, yang bercita-cita bisa duduk bersama dengan putri kecilmu di kursi empuk yang engkau punya? Iya bu, yang tentang memohon restu darimu.
Kali ini aku ingin bercerita tentang dia, bu. Tapi tolong jangan sampaikan ke dia, takut karena memang beberapa hari ini aku tak bisa mengirimkan puisi tentang dia.
Begini bu, selepas magrib tadi, aku izin membacakan surat yasin untukmu, dan diperbolehkan juga dari anakmu itu bu. Tapi yang aneh bu, kenapa ibu bisa hadir secara begitu saja dalam dalam pekat pejamku?
Sebenarnya aku tak mengharapkan datangnya ibu. Perihal ibu kandungku saja tak pernah datang dalam bayang, ketika rindu-rindu itu. Tapi aku juga bangga bisa melihat Ibu dari kekasihku dengan jelas, senyum manis, kelembutan, mungkin kasih sayangmu terhadap anak-anakmu.
Jaga diri baik-baik di surga ya, bu. Salamkan kepada Tuhan, bahwa anak ibu ada yang sedang memperjuangkan. Salam juga kepada Malaikat, bahwa mohon untuk melindungiku agar segera bisa mengikat.
Amiin..
Berbicara tentang putri kecilmu ini, Ainul Hidayah. Apakah dia anak kesayangan ibu? Ibu tahu tidak, anak yang dahulu hanya lelap mendekapmu, ia sudah tumbuh dewasa, bu. Aku takut dia diambil orang karena auranya memang ayu.
Iya, dia anak yang kesayangan ibu, tak lagi berwajah lugu, juga kehilangan celoteh lucu. Kini dia sedang senang-senangnya dengan bocah kecil yang bernama Khaira, bu.
Bu, dialah yang kasayang. Pernah menjadi ulat melahap daun-daun. Pernah menjadi kupu-kupu penjelajah gurun-gurun. Kini ia semakin dewasa menjaga larva-larva amarahnya.
Bu, terimakasih sudah melahirkan putri kecilmu yang bisa melelehkan hatiku. Aku janji, datangmu dalam bayangku tadi, terkenang dalam juang,sayang, hening, dan bening.
Amiiiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H