Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Melati Itu Putih atau Merah Kekuningan?

12 November 2020   19:10 Diperbarui: 12 November 2020   20:07 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti menilik rasa yang kemudian rancu pada sebuah pertanyaan akan sesuatu. Sedikit berhati-hati dan tetaplah tabah untuk persuasifitas pada keindahan interaktif. Jika bisa, aku akan mengusahakan kemanfaatan.

Begitulah aku mencoba merayap pada ketidak mampuanku kekasih. Jika memang, suatu ketika engkau ingin menemuimu di saat terpuruk ini. Aku mohon padamu, tetaplah tabah dan bersikaplah baik-baik saja.

Bukan karena aku ingin mengajakmu pada kesulitan serta rumitnya laju imajinerku. Aku hanya berusaha untuk tidak hanya terpaku pada ketidak mampuanku. Aku berusaha untuk memanfaatkan, sedikit banyaknya sumberdaya yang di titipkan tuhan padaku.

Kita adalah kesempatan yang mungkin oranf lainnya tunggu untuk bisa ada dan berada pada ruang lingkup interaksinya. Hingga ia merasa bahwa, ia memiliki kemungkinan untuk menjalin hubungan yang makin romantis dengan sosial interaktif itu sendiri. Mereka mungkin sedang mencoba mendekati kita, untuk membangun sebuah hubungan yang hikmat, indah serta penuh kehangatan.

 Maka tetaplah untuk belajar dan ingatkan aku yang kadang rumit untuk menyesuaikan diri pada kemungkinan-kemungkinan yang seperti itu. Tetaplah tabah untuk mendampingiku, tetaplah kuat untuk belajar dan mengajak aku untuk bersamamu. Aku mohon tetaplah sedemikian halnya.

Karena mungkin saja, zaman sekarang ini adalah zaman yang sedang berusaha untuk lepas dari kungkungan moraliti patriarkis. Menuju kebebasan berekspresi dalam lingkup perkembangannya sendiri.

Kebebasan itu unik dan kadan runut akan memunculkan ke 'akuan' diri. Hanya saja, kebebasan atau kedaulatan diri itu, bukan capaiannya. Yang kemudian kita coba kontruksi atau bangun bersama adalah sebuah kemanfaatannya.

 Bagaimana kedaulatan berpikir manusia mampu memunculkan idelogis serta beberapa informasi teknologi yang mampu di manfaatkan pada kehidupan keseharian. Semoga juga, ini bukan hanya sebuah keriakan di awal semata. Karena sebaik rencana adalah dengan berusaha, meski itu belum secara keseluruhan. Begitulah para pendahulu kita mencoba men-tranformasi nilai-nilai kerja serta refleksi kreatifitas kemanusiaan. Eantahlah,,, mungkin kita harus sedikit lagi membaca.

Bisakah aku berkisah sedikit?
Bolehkan?

Mungkin ini juga adalah bagian dari diriku yang sedang semangat-semangatnya meraba-raba kemungkinan untuk kemudian bisa sejajar denganmu. Bisa berjalan di sisimu.

Kisah ini berawal ketika tak aku sengaja menemukan sebuah wacana yang membicarakan tentang eksistensial "Cinta". Dan kemudian secara runut, mendapatkan pengalaman untuk mendiskusikan itu. Di mulai dari lingkup teman bermain, teman belajar lalu pada lingkup guru-guru serta orang-orang tua.

Dikalangan teman bermain: Cinta adalah kebahagian bermain dan tertawa bersama pada kesialan diri. Kadang asyik bersama -sama menertawakan diri sendiri ketika melakukan kesalahan. Ada semacam keluasan, serta keluwesan terhadap sesuatu yang bahkan rancuh dan rumit sekalipun.

Dikalangan teman belajar sendiri: Cinta kadang lebih di teorikan. Kadang di aplikatifkan. Dan kadang di diskusikan dengan berbagai kemungkinan untuk tetap bisa ikut dalam usaha-usaha menikmati cinta itu sendiri.

Ia kadang menjadi keresahan remaja itu sendiri. Lalu kemudian di selipkan pada curhatan-curhatannya.

Dikalangan guru-guru serta orang-orang yang lebih tua atau dewasa: Cinta kemduian menjadi pelangi dan kadang seperti lukisan abstrak. Ia seperti jembatan tersendiri untuk mempertemukan opsi-opsi opini dari berbagai kalangan. Jaringan serta jalinan yang kemudian mencoba merangkai luasnya interaksi sosial serta kemungkinan informasi itu menjadi bagaian pertimbangan dalam kontruksi kecintaan itu juga.

Pada kalangan Prosa dan frasa: Kadang ia tenggelam pada pelupuk mata sayu yang rumit menerjemahkan bunga melati itu berwarna putih atau merah kekuningan?

Seperti itulah ketika kita-kita mengartikan orang yang ada di sekitar kita. Banyak penilaian dari mereka tentang kita pula. 

Jangan merasa minder ketika kita berada dilingkungan yang lebih di atas kita. Jangan kecil hati jika kita berasal dari lingkungan yang kurang baik. Dan jangan mendongakan kepala jika kita berasa di atas dari lingkungan kita yang baru.

Sejatinya, penilaian seseorang akan dilihat dari tingkah laku kita. Sombong? Pemalu? Iri? Ingin mengetahui atau seorang yang kepo terhadap suatu hal? Itu akan terungkap pada masanya.

Kediri, 12 November 2020
Buah Karya: Abdul Azis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun