Mohon tunggu...
Putu Abda Ursula
Putu Abda Ursula Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di UNIPAS, Konselor, Ketua Sekolah Alam Banyumilir, Mahasiwa S3 Ilmu Pendidikan UNDIKSHA

Saya Putu Abda Ursula bekerja sebagai Dosen di Prodi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas Panji Sakti Singaraja dan Praktek Konseling, Tarot, dan Hipnoterapi di Singaraja. Saat ini sedang menempuh studi di Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi S3 Ilmu Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bimbingan Konseling sebagai Alat Emansipasi dalam Relasi Kekuasaan di Dunia Pendidikan

1 Desember 2024   20:01 Diperbarui: 1 Desember 2024   21:08 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dunia pendidikan sering kali menjadi cerminan dari struktur kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Dalam konteks pendidikan, kekuasaan dapat hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari hubungan antara guru dan siswa, kebijakan sekolah yang hierarkis, hingga aturan-aturan yang terkadang membatasi kebebasan siswa untuk berekspresi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana sistem pendidikan dapat mengakomodasi kebebasan individu tanpa mengabaikan otoritas yang diperlukan untuk mengelola institusi pendidikan?

Di tengah tantangan ini, bimbingan konseling muncul sebagai pendekatan yang tidak hanya membantu siswa mengatasi masalah pribadi dan akademis, tetapi juga sebagai alat emansipasi dalam relasi kekuasaan di dunia pendidikan. Kita akan membahas bagaimana bimbingan konseling dapat menjadi sarana pemberdayaan siswa untuk memahami, menghadapi, dan bahkan menantang struktur kekuasaan yang tidak adil di lingkungan sekolah.

Relasi kekuasaan dalam pendidikan mencakup hubungan yang kompleks antara berbagai aktor, seperti guru, siswa, kepala sekolah, dan kebijakan pemerintah. Kekuasaan di sini dapat bersifat positif, misalnya dalam bentuk otoritas yang membimbing siswa menuju pertumbuhan intelektual dan moral. Namun, kekuasaan juga dapat menjadi alat penindasan, terutama ketika diterapkan secara otoriter atau tidak inklusif. Sebagai contoh, kebijakan disiplin yang berlebihan atau sikap guru yang terlalu dominan dapat membatasi kreativitas dan kebebasan siswa. Hal ini menciptakan ketimpangan relasi yang membuat siswa merasa tertekan, tidak memiliki suara, atau bahkan merasa tidak dihargai sebagai individu.

Bimbingan konseling memiliki potensi besar untuk menjadi alat emansipasi dalam relasi kekuasaan di dunia pendidikan. Berikut adalah beberapa peran strategis bimbingan konseling dalam konteks ini:

1. Meningkatkan Kesadaran Kritikal Siswa

Salah satu tujuan utama emansipasi adalah membangun kesadaran kritikal terhadap struktur kekuasaan yang ada. Konselor dapat membantu siswa memahami bagaimana sistem pendidikan bekerja, siapa yang memegang kekuasaan, dan bagaimana kekuasaan tersebut memengaruhi kehidupan mereka. Dengan kesadaran ini, siswa dapat mulai melihat diri mereka bukan hanya sebagai objek dalam sistem pendidikan, tetapi juga sebagai subjek yang memiliki hak dan kemampuan untuk memengaruhi perubahan.

2. Memberikan Ruang untuk Ekspresi Diri

Bimbingan konseling menyediakan ruang yang aman bagi siswa untuk mengekspresikan pandangan, perasaan, dan kekhawatiran mereka tanpa takut akan konsekuensi negatif. Dengan adanya ruang ini, siswa merasa dihargai dan didengar, yang merupakan langkah awal dalam proses emansipasi.

3. Mengajarkan Keterampilan Resolusi Konflik

Dalam relasi kekuasaan, konflik sering kali tidak dapat dihindari. Bimbingan konseling dapat mengajarkan siswa cara menyelesaikan konflik secara konstruktif, baik dengan teman sebaya maupun dengan otoritas sekolah. Hal ini termasuk keterampilan bernegosiasi, berdialog, dan mencari solusi yang saling menguntungkan.

4. Mendorong Partisipasi Aktif dalam Pengambilan Keputusan

Konselor dapat memfasilitasi partisipasi siswa dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi mereka, baik di tingkat kelas maupun sekolah. Dengan terlibat aktif, siswa belajar bahwa suara mereka penting dan memiliki dampak nyata terhadap kebijakan atau aturan yang berlaku.

5. Mengurangi Ketergantungan pada Struktur Kekuasaan

Bimbingan konseling bertujuan untuk memberdayakan siswa agar mereka dapat mengambil kendali atas kehidupan mereka sendiri. Konselor membantu siswa mengenali potensi mereka, membuat keputusan yang bijak, dan mengatasi hambatan yang diakibatkan oleh relasi kekuasaan yang tidak seimbang.

Untuk menjadikan bimbingan konseling sebagai alat emansipasi yang efektif, beberapa strategi dapat diterapkan:

1. Mengadopsi Pendekatan Dialogis

Pendekatan dialogis menekankan pentingnya interaksi yang setara antara konselor dan siswa. Konselor tidak hanya memberikan solusi, tetapi juga mendorong siswa untuk berbicara, berpikir kritis, dan mencari solusi mereka sendiri. Dengan cara ini, siswa merasa dihargai sebagai individu yang setara.

2. Mengintegrasikan Pendidikan Emansipatif

Konselor dapat mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan emansipatif ke dalam sesi bimbingan, seperti penghormatan terhadap hak asasi manusia, kesetaraan, dan keadilan sosial. Hal ini membantu siswa memahami pentingnya melawan ketidakadilan tanpa melibatkan kekerasan.

3. Melibatkan Semua Pihak dalam Proses Emansipasi

Konselor perlu bekerja sama dengan guru, kepala sekolah, dan orang tua untuk menciptakan lingkungan yang mendukung emansipasi siswa. Semua pihak harus menyadari pentingnya memberikan siswa kebebasan yang bertanggung jawab dalam mengelola kehidupan mereka di sekolah.

4. Memberikan Program Pelatihan bagi Siswa

Konselor dapat mengadakan program pelatihan atau workshop tentang kepemimpinan, resolusi konflik, dan advokasi. Program ini membantu siswa mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi agen perubahan yang efektif dalam menghadapi relasi kekuasaan.

 

Meskipun bimbingan konseling memiliki potensi besar sebagai alat emansipasi, beberapa tantangan tetap ada. Salah satunya adalah resistensi dari pihak otoritas sekolah yang mungkin merasa bahwa pendekatan ini mengancam stabilitas sistem. Selain itu, konselor sering kali menghadapi keterbatasan waktu dan sumber daya untuk menjalankan program yang komprehensif.

Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi konselor untuk terus berinovasi dan berkolaborasi dengan semua pihak yang terlibat. Dukungan dari kebijakan pendidikan yang lebih inklusif juga sangat diperlukan untuk memastikan bahwa emansipasi melalui bimbingan konseling dapat berjalan dengan efektif.

Bimbingan konseling memiliki peran penting sebagai alat emansipasi dalam relasi kekuasaan di dunia pendidikan. Melalui pendekatan yang dialogis, inklusif, dan berbasis pemberdayaan, bimbingan konseling dapat membantu siswa memahami, menghadapi, dan bahkan mengubah relasi kekuasaan yang tidak adil. Dengan membangun kesadaran kritikal, memberikan ruang untuk ekspresi diri, dan mendorong partisipasi aktif siswa, bimbingan konseling dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih adil, demokratis, dan berorientasi pada kesejahteraan semua pihak.

Transformasi ini tidak hanya memberikan manfaat bagi siswa secara individu, tetapi juga berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih egaliter dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Di era globalisasi yang penuh tantangan ini, pendidikan yang memberdayakan melalui bimbingan konseling adalah langkah strategis menuju masa depan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun