Konselor dapat mengadakan program pelatihan atau workshop tentang kepemimpinan, resolusi konflik, dan advokasi. Program ini membantu siswa mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi agen perubahan yang efektif dalam menghadapi relasi kekuasaan.
Â
Meskipun bimbingan konseling memiliki potensi besar sebagai alat emansipasi, beberapa tantangan tetap ada. Salah satunya adalah resistensi dari pihak otoritas sekolah yang mungkin merasa bahwa pendekatan ini mengancam stabilitas sistem. Selain itu, konselor sering kali menghadapi keterbatasan waktu dan sumber daya untuk menjalankan program yang komprehensif.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi konselor untuk terus berinovasi dan berkolaborasi dengan semua pihak yang terlibat. Dukungan dari kebijakan pendidikan yang lebih inklusif juga sangat diperlukan untuk memastikan bahwa emansipasi melalui bimbingan konseling dapat berjalan dengan efektif.
Bimbingan konseling memiliki peran penting sebagai alat emansipasi dalam relasi kekuasaan di dunia pendidikan. Melalui pendekatan yang dialogis, inklusif, dan berbasis pemberdayaan, bimbingan konseling dapat membantu siswa memahami, menghadapi, dan bahkan mengubah relasi kekuasaan yang tidak adil. Dengan membangun kesadaran kritikal, memberikan ruang untuk ekspresi diri, dan mendorong partisipasi aktif siswa, bimbingan konseling dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih adil, demokratis, dan berorientasi pada kesejahteraan semua pihak.
Transformasi ini tidak hanya memberikan manfaat bagi siswa secara individu, tetapi juga berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih egaliter dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Di era globalisasi yang penuh tantangan ini, pendidikan yang memberdayakan melalui bimbingan konseling adalah langkah strategis menuju masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H