Menurut Melis, Granovetter menegaskan bahwa perilaku ekonomi yang terkait dengan Koneksi antarindividu dalam masyarakat dapat dipahami melalui keterkaitan dalam jaringan social yang terbentuk dalam konteks ekonomi. Bagi sosiolog, analisis tentang jaringan sosial berkaitan dengan bagaimana seseorang terhubung satu sama lain dan bagaimana hubungan ini dapat bertindak sebagai fasilitator dalam mencapai tujuan ekonomi atau menghubungkan elemen-elemen yang memberi struktur dan makna pada kehidupan sosial. Menurut sumber-sumber yang ada, Smith-Doerr dan Powell (1994) mengusulkan dua pendekatan untuk mendalami jejaringan sosial, yaitu pendekatan perspektif atau studi kasus dan pendekatan analitis abstrak.
Metode analisis media sosial menekankan hal berikut:
a. Identifikasi desain tidak resmi dalam suatu lembaga. Pada mulanya, bidang ini memandang hubungan informal sebagai elemen sentral dari politik organisasi.
b. Fokus pada membangun lingkungan di dalam organisasi. Hal ini berarti perhatian yang lebih besar terhadap aspek normatif dan kultur suatu daerah, seperti sistem keyakinan, sumber legitimasi, pekerjaan, dan hak.Â
c. Â menggunakan kerangka formal untuk kajian kekuasaan dan kedaulatan, bidang ini menyangkut struktur sosial sebagai pola interaksi antara entitas sosial yang terhubung (orang-orang dan agen-agen kooperatif) yang bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Pendekatan visioner, sebaliknya, memandang jejaringan sosial sebagai pengendalian rasional atau sarana untuk mengelola ikatan antar pelaku ekonomi. Dalam perspektif ini, jaringan dianggap sebagai komponen yang menghubungkan individu ke dalam suatu struktur yang terintegrasi. Pendekatan ini lebih praktis dan cenderung dengan pendekatan interdisipline.Cenderung mengidentifikasi berbagai dinamika dalam konteks perekonomian, seperti analisisa jaringan sosial di pasar, ketenagakerjaan, lembaga kelompok usaha, dan etika bisnis. Pertepatan antara pendekatan perspektif dan pendekatan logis dilandaskan pada bentuk teoretis berikut: Â keterkaitan, timbal balik, dan koneksi. Semua elemen tersebut membentuk jaringan ikatan untuk setiap prilaku spesifik yang tertanam dalam kerangka sosial yang lebih luas atau suatu bangsa secara keseluruhan.Â
b) Gunakan pola tindakan dan bahasa. Menurut Burt (1992), keunggulan informasi dari jejaring sosial adalah aksesibilitas, kecepatan dan transparansi. Kedua pendekatan tersebut  memandang kepercayaan sebagai hal yang penting untuk timbal balik dalam jejaringan sosial. Pendekatan analitis dan prospektif mempunyai keterbatasan. Situasi ini menghalangi kedua pendekatan ini untuk sepenuhnya memahami struktur keseluruhan atau konfigurasi dan konten dari jaringan sosial. Pendekatan abstrak seringkali sangat kurang memperhatikan konten, menyandarkan struktur (dimensi) daripada konten tautan jaringan sosial.[1]
Â
Pengkajian yang dilakukan Yuwan Ferdiana Ilahi Ceta Indra Lesmana menjelaskan perbedaan pendekatan pemahaman ekonomi dan masyarakat. Menurutnya, ilmu ekonomi seringkali berfokus pada aspek pertukaran ekonomi dan pasar, sedangkan masyarakat dianggap sebagai entitas di luar perekonomian dan sudah ada. Cara pandang ini berbeda dengan cara pandang sosiologi yang menganggap masyarakat sebagai bagian integral dari sistem sosial dan ekonomi sebagai bagian integral dari sistem sosial tersebut. Oleh sebab itu, Swedberg dan Smelser (2005) menekankan bahwa sosiologi ekonomi lebih fokus pada: (i) analisis sosial terhadap proses ekonomi, termasuk pembentukan harga melalui kesepakatan antar pelaku ekonomi; (ii) menganalisis interaksi perekonomian dengan institusi masyarakat lainnya, seperti hubungan  ekonomi dengan agama, birokrasi, politik, dan institusi lainnya; (iii) menganalisis perubahan keorganisasian dan faktor tradisi yang menjadi landasan ekonomi sosial.[2]
Â
Tindakan ekonomi adalah perilaku yang dilakukan oleh seluruh individu dengan tujuan demi mencapai kesejahteraan, dan kebutuhan material manusia harus terpenuhi. Itulah cara manusia menjalani kehidupan dan memenuhi keperluan mereka setiap hari. Kegiatan ekonomi ini biasanya dilakukan oleh semua orang. Suatu tindakan ekonomi dikatakan suatu tindakan ekonomi apabila dilakukan dengan mempertimbangkan pengorbanan, hasil, dan kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang harus diutamakan. Para ekonom sering menghubungkan tindakan ekonomi dengan preferensi individu, kualitas, dan harga barang dan jasa.
Â
Dalam perspektif sosiologi, makna aktifitas ekonomi dibangun secara historis dan harus dianalisis secara empiris, tidak dapat diasumsikan dengan sederhana atau hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal. Oleh sebab itu, sosiologis melihat prilaku ekonomi sebagai bentuk tindakan sosial, tergantung pada bagaimana perilaku individu ini memengaruhi tingkah laku orang lain.[3]
Â
Dalam jurnal utama dijelaskan bahwa Swedberg bersama Coleman, Granovetter dan Weber Menyatakan bahwa tindakan ekonomi adalah produk dari tindakan individu dalam kerangka hubungan sosial yang tengah berlangsung. Tindakan ekonomi dipandang sebagai bentuk tindakan sosial yang selalu memperhatikan makna dan terfokus pada pertimbangan kekuasaan (sebagaimana dikemukakan  Weber), serta terjalin dalam jaringan hubungan antar individu, antar aktor (sebagaimana Weber disebut Granovetter), dan termotivasi. berdasarkan kepentingan adalah kekuatan fundamental yang mendefinisikan masyarakat (seperti yang diilustrasikan oleh Swedberg).
Â
Dalam analisis kepentingan, sosiologi ekonomi klasik dipertimbangkan sebagai kerangka konseptual yang mendukung untuk menjelaskan tindakan ekonomi dalam lingkungan masyarakat.. Sementara itu, Swedberg berupaya menjadikan analisis kepentingan sebagai elemen sentral analisis sosiologis tindakan ekonomi.[4]
Â
Penelitian Nani Indrayantia, Katriani Puspita Ayub dan Ester S.U. Lapalu berkaitan dengan integrasi relasional, yang seperti dijelaskan  Granovetter pada tahun 1990 di halaman 36  buku "Sosiologi Ekonomi Lama dan Baru", menggambarkan integrasi relasional sebagai tindakan ekonomi yang terjadi dalam konteks masyarakat dan terkait dengan pengambilan jaringan sosial pribadi. tempat antar aktor. . Konsep ini menekankan bahwa kegiatan ekonomi seperti yang telah dibahas sebelumnya, terjadi pada kegiatan ekonomi yang melibatkan interaksi dengan orang lain atau individu lain. Misalnya tindakan ekonomi dalam hubungan antara penjual dengan pembeli dan  pelanggan selalu dikaitkan dengan hubungan yang erat.[5]
Â
Kajian Akmal Hakim Zakaria dan Siti Ikramatoun membahas tentang konsep embeddedness dalam sosiologi ekonomi. Menurut pemahaman ini, tindakan ekonomi selalu dikaitkan dengan struktur sosial. Konsep keterlekatan diperkenalkan oleh Granovetter pada tahun 1985 untuk menjelaskan bagaimana perilaku ekonomi dipengaruhi oleh hubungan sosial. Tindakan ekonomi disituasikan secara sosial dan tertanam dalam jaringan sosial pribadi antar aktor. Jaringan hubungan sosial ini mencakup serangkaian hubungan serupa antar individu atau kelompok (Melis, 2018). Granovetter menjelaskan beberapa prinsip utama yang mendasari pemikiran tentang hubungan antara media sosial dan kepentingan ekonomi. Pertama, manfaat ekonomi cenderung berasal dari jaringan hubungan yang lemah, yang berarti bahwa informasi empiris seringkali berasal dari pengetahuan baru dan keterbukaan terhadap dunia luar. Kedua, peran lubang struktural di luar jaringan juga membantu menghubungkan individu dengan pihak eksternal. Ketiga, aktivitas kehidupan sosial dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi (Ketut Gede, 2011).[6]
Â
Penelitian  Davy Hendr menunjukkan bahwa penurunan perilaku anti sosial masyarakat akhir-akhir ini menjadi permasalahan besar yang dialami  pemerintah di berbagai juga negara, termasuk Indonesia. Salah satu tujuan kebijakan untuk menangkal perilaku anti-sosial, termasuk kejahatan lokal, adalah untuk membangun "kemanjuran kolektif," yang menggambarkan kemampuan masyarakat untuk menegakkan peraturan sosial dan mendorong partisipasi warga dalam kegiatan kolektif.
Â
Namun, dalam masyarakat dengan struktur sosio-ekonomi yang sangat beragam, mencapai hal ini merupakan sebuah tantangan besar. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara struktur sosial ekonomi dan penciptaan efektivitas kolektif. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih menekankan pada kualitas pengaruh tokoh agama sebagai salah satu elemen  konsep efikasi kolektif. Dalam konteks ini, tokoh agama sebagai pemimpin informal di tingkat masyarakat dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi kerukunan dan menegakkan norma-norma komunal yang merupakan tanda utama efektivitas kolektif.Â
Analisis penelitian ini menggunakan data sosial ekonomi dari sekitar 400 kabupaten/kota di 33 provinsi  Indonesia pada tahun 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur sosial ekonomi yang stabil dalam suatu masyarakat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan efektivitas kolektif. Selain itu, tokoh agama yang berkualitas  juga berperan penting dalam mendorong terbentuknya efikasi kolektif di tingkat komunitas .[7]
Meskipun kaum fungsionalis berpendapat bahwa konflik dalam kehidupan sosial dianggap sebagai sesuatu yang tidak normal (Johnson, 1994:161), namun dalam kasus lain konflik merupakan fenomena sosial, masyarakat dapat memberikan manfaat bagi orang-orang tertentu jika dikelola dengan baik. Oleh karena itu, ada situasi dimana konflik juga diperlukan untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, konflik terkadang  mengikuti pola tertentu dan terkadang sejalan dengan perkembangan masyarakat.Â
Memperhatikan perkembangan masyarakat  yang semakin kompleks dan dengan asumsi  konflik juga akan  semakin kompleks sesuai dengan tingkat kompleksitas masyarakat, maka buku "Mamangan" edisi kedua ini menjangkau pembaca dengan mengangkat konflik sebagai tema utama. Pada edisi kali ini, penulis mengeksplorasi konflik dalam berbagai aspek melalui pendekatan berbeda, baik  teoritis maupun empiris, melalui penelitian lapanganÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H