Penelitian  Davy Hendr menunjukkan bahwa penurunan perilaku anti sosial masyarakat akhir-akhir ini menjadi permasalahan besar yang dialami  pemerintah di berbagai juga negara, termasuk Indonesia. Salah satu tujuan kebijakan untuk menangkal perilaku anti-sosial, termasuk kejahatan lokal, adalah untuk membangun "kemanjuran kolektif," yang menggambarkan kemampuan masyarakat untuk menegakkan peraturan sosial dan mendorong partisipasi warga dalam kegiatan kolektif.
Â
Namun, dalam masyarakat dengan struktur sosio-ekonomi yang sangat beragam, mencapai hal ini merupakan sebuah tantangan besar. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara struktur sosial ekonomi dan penciptaan efektivitas kolektif. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih menekankan pada kualitas pengaruh tokoh agama sebagai salah satu elemen  konsep efikasi kolektif. Dalam konteks ini, tokoh agama sebagai pemimpin informal di tingkat masyarakat dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi kerukunan dan menegakkan norma-norma komunal yang merupakan tanda utama efektivitas kolektif.Â
Analisis penelitian ini menggunakan data sosial ekonomi dari sekitar 400 kabupaten/kota di 33 provinsi  Indonesia pada tahun 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur sosial ekonomi yang stabil dalam suatu masyarakat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan efektivitas kolektif. Selain itu, tokoh agama yang berkualitas  juga berperan penting dalam mendorong terbentuknya efikasi kolektif di tingkat komunitas .[7]
Meskipun kaum fungsionalis berpendapat bahwa konflik dalam kehidupan sosial dianggap sebagai sesuatu yang tidak normal (Johnson, 1994:161), namun dalam kasus lain konflik merupakan fenomena sosial, masyarakat dapat memberikan manfaat bagi orang-orang tertentu jika dikelola dengan baik. Oleh karena itu, ada situasi dimana konflik juga diperlukan untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, konflik terkadang  mengikuti pola tertentu dan terkadang sejalan dengan perkembangan masyarakat.Â
Memperhatikan perkembangan masyarakat  yang semakin kompleks dan dengan asumsi  konflik juga akan  semakin kompleks sesuai dengan tingkat kompleksitas masyarakat, maka buku "Mamangan" edisi kedua ini menjangkau pembaca dengan mengangkat konflik sebagai tema utama. Pada edisi kali ini, penulis mengeksplorasi konflik dalam berbagai aspek melalui pendekatan berbeda, baik  teoritis maupun empiris, melalui penelitian lapanganÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H