Hari itu, malam semakin rumit. Serumit kisah kita yang mulai terombang-ambing dilautan kegelisahan. Senyummu mulai tak seindah kemarin. Raut wajahmu mulai kusut, alismu mulai menunjukkan kekesalan. Mungkin semua salahku yang tak memperhatikan keberadaanmu beberapa minggu terakhir. Jujur, aku sangat menyesal. Handphonemu mulai kamu matikan. Sebuah kode kalau kita tidak baik-baik saja. Firasatku mulai buruk, hubungan ini berada diambang kehancuran.Â
Keesokan harinya, aku mulai memberanikan diri menemuinya. Namanya Hanum. Wanita cantik yang menjadi pilihan hatiku. Orangnya tinggi semampai, kulitnya putih dan memakai hijab kemanapun ia pergi. Sudah hampir satu minggu kita bertengkar, karena salah paham. Maklum, kita sama-sama sibuk dengan pekerjaan kita. Suatu ketika, Hanum melihatku jalan dengan rekan kerja. Itupun siang hari, aku diajak makan di sebuah warung di pinggiran kota tak jauh dari tempat kami bekerja. Sejak itu, hubungan kita mulai retak. Salahku juga, kenapa aku tidak memberitahu hanum lebih dulu. Aku pikir, aku akan memberitahu dia nanti saja sepulang kerja sambil aku jemput dia di kantornya. Tapi semua sudah terjadi dan semuanya tak bisa aku kendalikan lagi.Â
Hari ini aku menemuinya, aku berharap kapal yang hampir karam ini bisa aku selamatkan. Cerita kita baru dimulai setengah abad dan aku masih berharap semua akan membaik jika kita bisa membicarakannya bersama.Â
" Assalamu'alaikum, Hanumnya ada?"Tanyaku pada Jufri. Sepupu Hanum, yang kebetulan duduk di teras rumahnya.Â
" Waalaikumsalam, kamu Mas Adit. Silahkan duduk dulu, biar aku panggil Hanum dulu."Jawab Jufri, sambil memanggil nama Hanum.Â
Akhirnya, aku duduk di kursi sofa yang berada di dekat taman di teras rumahnya. Lama sekali aku duduk di sana dan Hanum belum juga keluar menemuiku. Tapi aku tetap bertahan karena aku ingin meluruskan tentang masalah yang kita hadapi. Aku ingin hubungan kita akan baik-baik saja. Sudah satu jam aku menunggu dan dia belum juga keluar. Tiba-tiba Jufri sepupu Hanum keluar lagi, dan dia bilang Hanum gak enak badan dan tak bisa menemuiku.Â
"Mohon maaf Mas Adit, Hanum gak enak badan, dia bilang tidak bisa menemui Mas Adit."Jufri berusaha meyakinkan dengan kata-katanya. Meskipun, tampak jelas diraut sepupu Hanum itu kalau dia berbohong dan sikapnya yang serba salah.Â
" Iyah. Jufri, tidak apa-apa. Aku pamit dulu kalau begitu. Sampaikan salamku pada Hanum, semoga dia cepat sembuh dan bisa beraktivitas kembali."Aku tahu dibalik jendela, Hanum melihatku. Akhirnya, dengan rasa kecewa aku pergi dari rumah Hanum. Ternyata niat baikku untuk mempertahankan hubungan ini mengalami banyak kendala.Â
Baru keluar dari gerbang rumah Hanum kira-kira 50 meter dari rumahnya tiba-tiba handphoneku berbunyi. Dengan mata yang melotot tak percaya aku mulai lemas saat itu.Yah, itu bunyi Whatsapp Hanum padaku.Â
"Maaf Mas Aditya, hubungan kita sampai disini saja. Mungkin kita tak ada kecocokan., maafkan aku, Hanum."Seketika wajahku memerah, aku tak mampu berbuat apa-apa dan rasanya aku ingin menghilang sebentar untuk bisa mengobati luka ini. Aku baru menyadari, kalau aku sangat kehilanganya.Â