Mohon tunggu...
Abd halim
Abd halim Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Financial

Konsep-konsep Produksi dalam Hadis Nabi SAW

17 Maret 2019   10:13 Diperbarui: 17 Maret 2019   10:53 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan artikel ini yang membahas tentang "Konsep Produksi Dalam Hadis Nabi SAW.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa artikel ini bukanlah sebuah kesempurnaan. Dengan kerendahan hati,  kami mengharapkan kritik dan saran dari Dosen Pengampu untuk meningkatkan kemampuan pembuatan artikel pada waktu yang  akan datang dan agar kami dapat memperbaikinya guna kemajuan bersama.

Jember, 18 Maret 2019

Abd. Halim
PEMBAHASAN
Konsep Produksi Dalam Hadits Nabi SAW.
Rasullah sangat menghargai umatnya yang selalu bekerja dan berproduksi dalam rangka memenuhi kebutuhan materiel dan spiritualnya. (Abd. Wahhab, 2005: 57-58). Ia mendorong umat Islam agar rajin bekerja berangkat pagi-pagi sekali untuk mencati karunia Allah agar dapat memeberi dan berbagi nikmat kepada orang lain, tidak meminta-minta, dan agar dapat memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggung jawab mereka. Dalam Hadis riwayat Abu Huryrah, Nabi bersabdah:
: :     .                                                                                                                
Artinya: Dari Abu Hurayrah RA berkata, aku mendengar Rasullah SAW bersabdah: hendaklah kalian seseorang di antara kalian berangkat pagi-pagi sekali mencari kayu bakar, lalu bersedekah dengannya dan menjaga diri (tidak meminta-minta) dari manusia, yang itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada seseorang baik diberi ataupun tidak. Tangan di atas lebih baik dari pada tangan dibawah. Mulailah (memberi) kepda orang yang menjadi tanggung jawabmu. (HR. Muslim).
Hadis di atas menjelaskan tentang beberapa hal yang terkait dengan aktivitas ekonomi, yaitu sebagai berikut;
1) Dorongan untuk rajin bekerja dengan berangkat pagi-pagi sekali
2) Dorongan untuk bekerja dan berproduksi
3) Dorongan untuk melakukan distribusi
4) Dorongan untuk hidup kesatria dengan tidak meminta-minta
5) Dorongan untuk bertanggung jawab dalam ekonomi keluarga

Aktivitas produksi mencakup semua pekerjaan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mulai dari bertani, berindustri, usaha jasa, dan lain sebagainya. Dalam persepektif Islam semua usaha itu masuk dalam katagori ibadah. Bahkan hal itu menempati porsi sembilan puluh persen dari ibadah. 

Sebab, bekerja yang produktif akan membantu manusia dalam menunaikan ibadah-ibadah wajib, seperti; Sholat, Zakat, Puasa, Haji dan lain sebagainya, semua ibadah itu menempati sepuluh persen dari ibadah. (M. Abd. Halim, 2000:12). 

Bahkan, Rasulullah SAW mendorong untuk bekerja dan berproduksi serta melarang pengangguran walaupun manusia memiliki modal fanincial yang mencukupi, sebagaimana sabdah Nabi SAW  (Yang paling sedih siksa manusia di hati kiamat adalah orang yang cukup yang menganggur)  (HR. Al-Daylami). Hadis ini menjadi landasan Ja'far yang mengatakan kepada Mu'azd ketika ia tidak bekerja karena kecukupan finansial dan kaya, dengan mangatakan: "Hai Mu'azd , apakah Anda tidak bisa berdagang atau Anda Zuhud dalam hal itu.?". Mu'azd menjawab: " saya bukannya tidak bisa berdagang dan tidak pula zuhud. 

Saya lakukan itu karen saya memiliki banyak harta dan harta itu cukup sampai saya meninggal". Kemudian Ja'far berkata: "Jangan kau tinggalkan pekerjaan itu, karena hal itu akan menghilangkan nilai rasionalitas Anda. (M.al-Jamali, 1989:147)

Di dalam hadis lain Rasulullah mengatakan bahwasannya, Rasul sangat mencela seorang muslim yang malas, tidak mau bekerja, dan suka meminta-minta pada orang lain sebagaimana sabdahnya:
:   : .  
Artinya: Dari Abu Huroiroh berkata, Rasulullah SAW. Bersabda: "Barangsiapa meminta-minta harta kepada orang lain dalam rangka untuk memperbanyak (harta), sesungguhnya ia meminta bara api,maka hendaklah ia mempersedikit atau memperbanyaknya." (HR. Muslim)
: : .
Artinya: Dari Hamzah bin Abdullah bin Umar ia mendengar bahwa ayahnya berkata
Rasulullah SAW bersabdah tidaklah seseorang meminta-munta kepada orang lain hingga datang pada hari kiamat dan di wajahnya tidak terdalap sedikit dagingpun (HR. Muslim).

Dalam hadis lain, Nabi SAW menganjurkan bekerja dan berproduksi yang di sertai dengan kejujuran bahkan ia memberikan dorongan optimisme bahwa pedagang yang jujur akan masuk surga bersama para Nabi, para syuhada', dan orang-orang yang jujur, sebagaimana sabdahnya:
:
  ( ) :
Artinya: " Dari Abu Said al-Khudzari RA katanya, Rasulullah SAW bersabdah pedagang yang terpercaya, jujur akan bersama dengan para Nabi, para shiddiqin, dan syuhada'". (HR. At-Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad Rasulullah SAW bersabdah, "Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama dengan para Nabi, para shiddiqin, dan para syuhada' pada hari kiamat" {HR. Ahmad}.
Tujuan dan Prinsip-Prinsip Produksi Dalam Islam

Tujuan produksi dalam Islam sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan diciptakan dan diturunkannya manusia kemuka bumi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi (2/al-Baqoroh: 30), pemakmur bumi (Imarah al-ardh) (11/Hd: 61), yang diciptakan untuk berinadah kepada-Nya (51/adz-Dzariyat: 56). (Lajnah, 2009: 304). 

Dengan memahami  tujuan penciptaan manusia tersebut, kita lebih mudah memahami tujuan produksi dalam Islam. Sebagai khalifah, manusia mendapatkan amanat untuk memakmurkan bumi. Ini berarti bahwa diharapkan campur tangan manusia dalam proses-proses untuk mengubah dunia dari apa adanya menjadi apa yang seharusnya. (Ismail Raji' al- faruqi, 1992: 63).

Oleh karena itu, mereka harus melakukan berbagai aktivitas termasuk dibidang ekonomi di antaranya berproduksi. Melakukan aktivitas produksi merupakan kewajiban manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga tercapai kesejahteraan lahir dan batin. Semua aktivitas ekonomi tersebut dimakaudkan sebagai bagian dari ibadah dan rasa syukur kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta, sebagai rahmat dan karunia yang diberikan oleh Alah kepada manusia.

Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia dan berusaha agar setiap orang dapat hidup dengan layak, sesuai dengan bartabatnya sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain, tujuan  produksi adalah tercapainya kesejahteraan ekonomi. Menurut M. Abdul Manna, sebagaimana yang dikutip oleh Suprayitno, dalam produksi Islam.
Menurut M. N. Shiddiqi sebagaimana yang dikutip oleh Rustam Efendi, produksi dalam Islam mempunyai beberapa tujuan (Rustam Efendi: 27-33) yaitu;
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan keluarga
Bekal untuk generasi mendatang

Bantuan masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah
Dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi secara makro adalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarkat dalam mencapai kemakmuran nasional suatu Negara. Secara mikro, tujuan produksi meliputi sebagai berikut;
Menjaga kesinambungan usaha perusahaan dengan jalan meningkatkan proses produksi secara terus-menerus
Meningkatkan keuntungan perusahaan dengan cara meminimumkan biaya produksi
Meningkatkan jumlah dan mutu produksi
Memperoleh kepuasan dari kegiatan produksi
Memenuhi kebutuhan dan kepentingan produsen serta konsumen

Terlihat bahwa diantara tujuan produksi dalam ekonomi konvensional adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam Islam yang bertujuan untuk memberikan maslahah yang makaimum bagi konsumen. 

Walaupun tujuan utama ekonomi Islam adalah memaksimalkan maslahah, memproleh laba tidaklah dilarang selama dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Dengan demikian, tujuan produksi dalam Islam adalah untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan manusia. Dengan terpenuhinya kebutuhan manusia ini diharapkan bisa tercipta kemaslahatan atau kesejahteraan baik individu maupun kolektif.

Faktor-faktor Produksi Dalam Islam
Dalam sistem ekonomi konvensional, produksi di artikan dengan uapaya atau kegiatan untuk menambah nilai pada suatu barang. Arah kegiatan di tujukan pada uapaya-uapaya pengaturan yang sifatnya dapat memambah atau menciptakan kegunaan (Utility) dari suatu barang atau jasa. 

Untuk melaksanakan kegiatan produksi tersebut tentu saja perlu dibuat suatu perencanaan yang menyangkut apa yang akan di produksi, berapa anggaran dan bagaimana pengemdalian dan pengawasannya. Bahkan perlu dipikirkan pula kemana hasil produksi akan didistribusikan karena pendistribusian dalam bentuk penjualan hasil produksi alhirnya merupakan penunjang untuk kelanjutan produksi. Pada hakikatnya, kegiatan produksi akan dapat dilaksanakan bila tersedia faktor-faktor produksi.

Secara garis besar, faktor-faktor produksi dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu faktor manusia dan faktor non-manusia. Yang termasuk faktor manusia adalah tenaga kerja atau buruh dan wira-usahawan, sementara faktor non-manusia adalah sumber daya alam, modal (kapital), mesin, alat-alat, gedung, dan input-input fisik lainnya.

Dikalangan para ahli ekonomi Muslim, belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor produksi. Menurut al-Mawdd, faktor produksi terdiri atas amal atau kerja (labour), tanah, (land), dan modal (capital). Adapun menurut M Abdul Mannan faktor produksi hanya berupa amal (kerja), dan tanah. Modal bukanlah faktor dasar Modal merupakan manifestasi dan hasil atas suatu pekerjaan. Dalam ekonomi konvensioanal, modal (capital) yang telah diberikan menuntut adanya return, yang biasanya berupa bunga. (Sa'id Sa'ad Marthan: 51)

Abu Su'ud menyatakan bahwa faktor-faktor produksi dalam Islam sama dengan faktor-faktor produksi dalam ekonomi konvensional yaitu, sumber daya alam (tanah), usaha manusia (tenaga kerja), modal (kapital), dan organisi (wirausahawa). Baik modal fisik maupun uang akan mengalami depreasi sementara tanah tidak, sehingga sewa tetap (fixed rent) dapat dikenakan pada modal tetapi tidak dapat dikenakan pada tanah. 

Sewa tetap ini bisa mencakup biaya untuk pemeliharaan dan depresiasi. Implikasi dari hal tersebut adalah bahwa pemanfaatan tanah dengan cara muzra'ah yaitu bagi hasil pertanian (shere cropping) lebih sesuai daripada sewa tanah untuk pertanian. Karena itu Rasulullah melarang sewah tanah untuk pertanian sebagaimana sabdahnya:
.
Artinya, "Dari jbir ibn Abduallah bahwasannya Rasulullah SAW melarang menyewakan tanah pertanian" (HR. Muslim).
Maskipun terjadi perbedaan pendapat di atas, beberapa ahli ekonomi Islam, sebagaimana ahli ekonomi konvensional, membagi faktor-faktor produksi menjadi empat, yaitu tanah (sumber daya alam), tenaga kerja (sumber daya manusia), modal dan organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ibn Hambal. 2017 M. Musnan Ahmad Ibn Hanbal. Beir: al-Maktab al-Islmi.
Ahmad Ibn sa'id Ab Abd al-Rahmn al-Nas'i. 1991 M/1411 H. Sunan al-Nas'i. Beirt: Dar al-Kutup al-Ilmiyyah.
Abd al-Rahmn al-Mliki. 2001 M. Politik Ekonomi Islam terjemah Ibn Sholah, Bangil: Al-Izzah.
Abd. Allh Zaki al-kf. 2002 M. Ekonomi Dalam Persepektif Islam. Bandung: pustaka setia.
A. Dela Timpe. 2000 M. Produktivitas. Jakarta: PT Elek Kompotindo.
A. Anwar Mangkunegara. 2004 M. Manajemen Sumber Daya Manusia perusahaan. Bandung: PT Rosda Karya.
Abd al-Rahmn al-mliki. 2001 M. Politik Ekonomi Islam, terjemah Ibn Sholah. Bangil Al-Izzah.
Abu Hmid al-Ghozl. 1989 M. Hawl al-Manhaj al-Islmi fi al- Tanmiyyah al-Iqtishdiyyah. Kairo: Dr al-waf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun