Mohon tunggu...
Abby Crisma
Abby Crisma Mohon Tunggu... Lainnya - Hamba Allah Biasa | Anak'e Ibu | Citizens

Simply, writing for relaxing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Januari 2023 Belum Kelar, Mari Meninjau Kembali Resolusi Tahun Baru

13 Januari 2023   16:00 Diperbarui: 14 Januari 2023   02:23 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpegang pada nasehat tersebut, sebetulnya fakta bahwa resolusi adalah 'janji untuk menjadi pribadi yang lebih baik', sudah cukup untuk melibatkan nilai-nilai leluhur, agama, atau kerohanian lain, meskipun terkadang dalam penyusunan resolusi tersebut tidak terdapat kalimat mimpi yang berterus terang menyatakan target pencapaian berupa rutinitas religius.

Sumber: Finder.com
Sumber: Finder.com

Hal tersebut selaras dengan survey yang dilakukan Finder terhadap 1013 responden yang menjadi representasi nasional di Australia. Dikutip dari artikel yang ditulis Sophie Wallis (2022) berjudul New Year's Resolution 2022 Statistic, menunjukkan bahwa dari 72% responden yang menyusun resolusi tahun baru, semuanya berfokus pada kepentingan pribadi untuk memenuhi hasrat duniawi, diantaranya seperti diet dan hidup lebih sehat, waktu tidur yang lebih, menerapkan work-balance, meningkatkan gaji, berwisata, renovasi rumah, serta memperoleh jodoh. Ternyata, poin-poin tersebut kurang lebih hampir sama dengan survey yang dilakukan di Indonesia.

Dilansir dari artikel yang ditulis Cindy Mutia Annur berjudul Resolusi Tahun Baru Masyarakat Indonesia (2022) di laman databoks.katadata.co.id, survey dari JakPat terhadap 1646 responden memaparkan bahwa 68,8% orang Indonesia sudah biasa menyusun resolusi tahun baru. Target resolusi yang ingin dicapai pun diantaranya hidup lebih hemat, menjaga pola makan, menambah relasi, mencoba hobi baru, olahraga yang rutin, hingga mencapai badan yang ideal. Adapun kesamaan yang dimaksud sebelumnya, didasarkan pada kenyataan bahwa poin resolusi yang terdata cenderung merujuk pada kepentingan lahiriah semata. Sejauh hasil survey, memang belum ditemukan kan resolusi semacam: 'lebih dekat kepada Tuhan', 'ibadah yang rajin', 'rutin membaca kitab suci', atau bahkan 'sedekah 100 kali sehari'.

Kendati demikian, apakah itu menjadi sebuah masalah? Sama sekali tidak. Ajaran surgawi sejatinya akan selalu berkenaan dan melekat pada segala hal yang berorientasi pada kebaikan. Terlepas dari data survey, haqqul yakin, sebagian besar individu pasti sudah menetapkan spiritual habit sebagai bagian dari resolusi mereka, yang tentu tidak harus ditulis secara fisik. Spiritualitas dan ritual-ritual semacamnya, merupakan hubungan antara hamba dengan Tuhannya yang seyogyamya tidak perlu diumbar. Penjelasan tersebut pada akhirnya dapat dikembalikan lagi pada definisi awal, bahwa resolusi diartikan sebagai 'komitmen' pada pribadi masing-masing.

Demotivasi Itu Wajar, Antisipasi Itu Wajib  

Sebagian besar mereka yang berhasil menyusun resolusi akan mengalami demotivasi seiring waktu berjalan. Di awal Januari semangat terasa bergejolak, namun kian berkurang pada bulan-bulan selanjutnya. Bahkan beberapa orang justru lebih memilih untuk mengakhiri resolusi mereka. Sedikit dari mereka kehilangan komitmen sejak awal (disengagement of goals), dan sebagian besar telah berusaha, namun tidak mampu mengupayakan lagi di bulan-bulan terakhir (discontinuation of goals). Oleh karenanya, tidak jarang mereka memanfaatkan momentum awal tahun untuk kembali ke jalur yang seharusnya.

"Mereka yang telah merencanakan saja pada akhirnya berpeluang menelantarkan, apalagi yang sama sekali tidak menentukan"

Demi mengantisipasi hal tersebut, pertama, perlu dipahami bahwa resolusi tahun baru adalah long-terms goal.  Maka dari itu, dibutuhkan perencenaan yang lebih detail dan matang, serta strategi yang cermat. Salah satu strategi yang bisa diterapkan dengan cukup mudah -namun tidak semudah itu- adalah dengan mengkombinasikan tujuan superordinat (superordinate goals) dan subordinat (subordinate goals), guna membangun suatu fondasi berupa goals hirearchy. 

Tujuan superordinat bersifat lebih luas dan jangka panjang, sedangkan subordinat merupakan capaian-capaian kecil yang perlu digapai dan dibiasakan untuk menuntun kepada capaian yang lebih besar. Mayoritas orang, direncanakan maupun tidak direncanakan, pasti menerapkan ini dalam beberapa aktivitas yang mereka lakukan, seperti di kantor, universitas, atau rumah. Ketika membuka aplikasi Microsoft Word mungkin, secara spontan langkah yang kita lakukan adalah dengan mengambil laptop dari tas, membuka layar, menekan tombol power, menunggu loading screen, dan membuka aplikasinya. 

Spontanitas tersebut tercipta karena terbiasa, dan ini merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk beberapa orang yang baru, dimana pada kasus ini adalah orang yang benar-benar gagap dalam teknologi (gaptek). Orang-orang tua dulu yang tidak pernah berkutat dengan hal-hal itu, pasti merasakan masa-masa sulit sehingga terdesak untuk beradaptasi dan memahami fungsional dari teknologi tersebut. Lalu, bagaimana jadinya kalau kali ini, strategi tersebut diterapkan untuk menggapai suatu resolusi yang lebih nyata guna memacu kapasitas dan meningkatkan kapabilitas dalam diri. 

Ambil contoh, resolusi tahun ini adalah ingin 'hidup lebih sehat'. Resolusi tersebut adalah tujuan superodinatnya. Maka untuk setiap orang yang hendak menjadi pribadi yang lebih sehat dan bugar, perlu beradaptasi terhadap beberapa tujuan subordinat berupa kebiasaan-kebiasaan kecil yang beroritentasi pada resolusi tersebut, misalnya rutin berolahraga, diet sehat, tidak mengonsumsi dirty food, dan sebagainya. Termasuk juga printilan-printilan yang lebih kecil sebagai pendukung tujuan subordinat sebelumnya, seperti menyusun agenda dan pola olahraga, menentukan jadwal dan menu makan, serta cara membeli dan mengolah bahan makanan. Semua hal tersebut harus disiapkan dengan baik sehingga tercipta tujuan-tujuan bertingkat yang terarah.

"Perjalanan menuju cita-cita jangka panjang bagaikan estafet, perlu menggapai ataupun terjatuh dari hal-hal kecil dahulu, sebagai aspek pendukung untuk meraih kemenangan yang lebih besar"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun