Mohon tunggu...
Muhamad Habib Koesnady
Muhamad Habib Koesnady Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Teater

Mempelajari Seni

Selanjutnya

Tutup

Seni

Catatan Kurasi Festival Teater Pelajar Jakarta Pusat tahun 2024

7 Juli 2024   02:49 Diperbarui: 7 Juli 2024   08:12 1926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senjakala Teater | foto: Dany Oki Darmawan/ATAP

Secara konsep, teater musikal membayangkan sebuah dunia yang didominasi oleh musik. Bayangkan, jika kita hidup dengan menggunakan musik sebagai latar belakang kehidupan kita. Ketika melakukan segala aktivitas, peristiwa, perasaan hati dan seterusnya, didorong atau didukung oleh musik. Meski dalam implementasinya ada unsur-unsur adegan yang "tidak musikal", adegan tersebut adalah adegan minor. Dominannya tetap musikal. 

Teater of Douven | foto: Dany Oki Darmawan/ATAP
Teater of Douven | foto: Dany Oki Darmawan/ATAP

Jika seorang sutradara memilih genre/bentuk/konsep pertunjukan yang sudah mapan, maka lebih baik ia menguasai konsep-konsep dari pilihannya tersebut. Meskipun, boleh saja jika yang bersangkutan memberikan penawaran-penawaran lain, namun konsep-konsep dasarnya lebih baik dikuasai terlebih dahulu. Ada beberapa kekeliruan dan/atau kebingungan para sutradara pelajar (?) dalam menjelaskan konsep pertunjukan. 

Misalnya sutradara Senjakala Teater menyebutkan "Realis-Opera" dalam menamai konsep pertunjukannya. Namun kurang mampu mengelaborasi definisi tersebut. Bahkan secara pertunjukan, tidak menggambarkan adanya indikasi dari sebuah pertunjukan "realis" atau "opera". Contoh lain adalah ketika sutradara Teater Relief menyebut pertunjukannya sebagai Teater Realis. Padahal pertunjukannya dibuka dengan tarian & nyanyian khas Teater Musikal. Agak sulit memasukan adegan tarian & nyanyian berkelompok dalam pertunjukan realisme tanpa alasan-alasan realistis yang kuat. Teater of Douven yang justru secara adegan masih sangat realistis, namun secara dialog sudah cukup musikal. Dalam hal ini Teater of Douven & Teater Tosla memiliki problem yang sama: masih ada tarik-menarik antara Teater Musikal & Teater Realisme. Selain itu Sutradara Teater Ganar menyebut pertunjukannya tidak sepenuhnya musikal. Meskipun belum jelas musikal yang tidak penuh itu seperti apa. 

Teater Ganar | foto: Dany Oki Darmawan/ATAP
Teater Ganar | foto: Dany Oki Darmawan/ATAP

Realisme Para Remaja

Selain Teater Musikal, Teater Realisme menjadi pilihan populer selanjutnya. Ada 5 kelompok membawakan pertunjukan yang terindikasi sebagai Teater Realisme. Kelompok-kelompok tersebut antara lain adalah Teater One Mad (Ayahku Pulang karya Usmar Ismail), Teater Dua Gambir (Dukun-Dukunan karya Moliere adaptasi Puthut Buchori), Teater Reptil (Senja dengan Dua Kelelawar karya Kirdjomulyo), Teater Nibras (Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi), Teater Bengkel Mutu (Masa Depan Aisyah karya Umar Karya Triyono). 

Secara sederhana, Teater Realisme adalah aliran pertunjukan teater yang menampilkan ilusi realitas di atas panggung. Realitas nyata adalah acuan dalam mazhab realisme. Sebuah pertunjukan dapat dikatakan sebagai pertunjukan teater realisme jika menampilkan "sesuatu yang mungkin terjadi" dalam realitas. Meskipun kemungkinan tersebut sangat kecil, tetapi jika kemungkinan tersebut masih masuk akal/rasional/realistis, maka sesuatu tersebut dapat dikatakan sebagai indikasi teater realisme. Sesuatu yang dimaksud di sini adalah peristiwa/adegan, kostum, rias, setting, dsb. 

Selain suatu peristiwa tersebut mungkin terjadi, realisme membolehkan pula menambahkan unsur-unsur dramatis di luar realitas. Hal ini lah yang membedakan teater realisme dengan realitas nyata. Misalnya, dalam realitas sehari-hari, kita tidak menggunakan penataan cahaya atau musik untuk memberikan efek dramatis, tetapi dalam pentas teater realisme, penataan cahaya dan musik digunakan. Contoh lain, dalam realitas nyata kita tidak mengatur langkah/pergerakan untuk selalu menghadap ke satu arah dan menghindari membelakangi arah tersebut, tetapi dalam teater realisme, hal tersebut dilakukan karena kita memperhitungkan arah tersebut sebagai posisi duduk para penonton. Dua hal tersebut---sesuatu yang mungkin terjadi/realistis dan unsur-unsur dramatis---adalah kunci dari teater realisme. Tentu saja akan ada tarik-menarik negosiasi antara dua hal tersebut. 

Teater One Mad | foto: Dany Oki Darmawan/ATAP
Teater One Mad | foto: Dany Oki Darmawan/ATAP

Salah satu hal yang seringkali menjadi kecanggungan dalam pertunjukan teater realisme adalah konsep dinding keempat. Banyak sekali naskah-naskah teater realisme yang menggunakan ruang tamu/rumah sebagai setting. Jika sebuah rumah dalam realitas memiliki empat dinding, maka dalam realisme kita menghilangkan salah satu dinding untuk menjadi tempat penonton. Dinding tersebut masih tetap ada secara imajiner. Sebagai pertunjukan yang realistis, kita membayangkan dinding tersebut hadir. Dinding tersebut disebut sebagai dinding keempat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun