Mohon tunggu...
Muhamad Habib Koesnady
Muhamad Habib Koesnady Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Teater

Mempelajari Seni

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Festival Teater: Apakah Seni (Tidak) Dapat Dilombakan?

6 Juni 2023   13:44 Diperbarui: 6 Juni 2023   13:52 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Christie sbg Lucky dalam "Godot Menunggu (Godot)" rekonstruksi karya Samuel Beckett, sutradara Rachman Sabur (Teater Payung Hitam | 2019) 

Terlebih lagi sangat sulit menemukan ukuran pasti dari seni teater. Sebagai pembanding, dalam menilai musik, penilaian pertama kali yang dilakukan adalah pernilaian terhadap benar-salah sebuah nada/suara. 

Kita tahu nada/suara adalah fisika---memiliki ukuran-ukuran pasti. Kord C berada dalam frekuensi 261.63 Hz. Setelah secara fisika nada tersebut benar, maka barulah masuk pada penilaian musik sebagai seni.

Dalam konteks teater, sulit menemukan dasar kebenaran objektif seperti pada musik. Sejak awal, teater tidak memiliki hal yang bersifat matematis, tidak ada yang bisa dihitung secara pasti. Jika dicari-cari unsur eksak dalam teater tentu saja ada. Misalnya ilmu biologi dalam studi ketubuhan pemeran. Tetapi tidak lantas menjadikannya sebagai basis kebenaran dalam teater. Tidak menjadi hakikat teater itu sendiri.

Kalau begitu, artinya teater tidak dapat dilombakan dong?

Teater: Realitas Subjektif atau Intersubjektif?

Teater tidak hadir dalam realitas objektif seperti ilmu-ilmu eksak. Tidak ada kebenaran tunggal (objektif) dalam teater. Sebagai pelaku teater, kita dapat merumuskan teater versi kita sendiri. Bahkan dengan mengabaikan sama sekali teater yang dirumuskan oleh para ahli teater terdahulu. 

Hal tersebut tidak mungkin terjadi pada ilmu-ilmu yang ada dalam realitas objektif seperti ilmu biologi. Jika seorang ahli biologi ingin merumuskan sesuatu, maka ia harus bersandar pada objek ilmiah dalam ilmu biologi.

Rumus-rumus teater yang saya maksud tadi lebih cocok disebut sebagai realitas subjektif dibanding realitas objektif. Realitas subjektif berkaitan dengan persepsi kita terhadap suatu objek. 

Penekanannya ada pada persepsi, bukan pada objek. Rumusan-rumusan teater adalah contoh dari persepsi kita terhadap teater sebagai objek. Realitas ini tidak dapat diukur secara pasti karena ada dalam rumusan/konsep masing-masing individu. Dalam realitas objektif, penilaian/pengamatan didasarkan pada objek yang dinilai, sedangkan dalam realitas subjektif penilaian didasarkan pada subjek yang menilai.

Sebagai contoh, sejarah peradaban teater sejak zaman Yunani Kuno sampai hari ini selalu dipenuhi dengan interupsi-interupsi ide dan pencarian yang terus menerus membaru, menyesuaikan dengan zamannya. Kadang pendapat-pendapat tersebut saling mendukung, namun tak jarang pula pendapat satu melawan bahkan menegasi pendapat yang lain. 

Pendapat baru dalam bidang teater tidak otomatis membatalkan pendapat sebelumnya karena dimungkinkan tiap pendapat memiliki dasar argumentasinya sendiri. Diskursus lah yang akan menentukan pendapat tersebut hanya akan menjadi pendapat individu yang sangat personal, atau dapat menjadi "ilmu baru" teater dalam kerangka realitas subjektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun