Mohon tunggu...
Aba Syukur
Aba Syukur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta

Tertarik dengan isu isu seputar politik Internasional dan bergelut di bidang administrasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dari Konflik ke Kolaborasi: Menjaga Kedaulatan Indonesia melalui Kerjasama Indonesia - Malaysia 2025 dengan Analisis Neo-Liberal institutionalism

31 Mei 2024   21:07 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:54 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut China Selatan merupakan kawasan konflik sejak tahun 1947 dimana China “nine-dash line yang menunjukkan klaim China atas hampir seluruh Laut China Selatan (LCS). Hal ini ditambah dengan Perjanjian San Fracisco 1951 yang melepaskan wilayah kependudukan Jepang, termasuk kepulauan Spratly dan Paracel. Lebih lanjut, sejak penemuan Cadangan minyak besar-besaran pada 1970-an, negara-negara yang bersinggungan dengan Laut China Selatan semakin memanas, seperti China, filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam (CNN Indonesia, 2022).

            LCS memiliki nilai strategis karena merupakan koridor maritim yang kaya akan sumber daya alam, seperti minyak dan gas alam (CNN Indonesia, 2022). Selain itu, jalur perairan ini juga penting untuk perdagangan internasional dan keamanan regional. Negara-negara yang berkepentingan di LCS berusaha memperkuat klaim mereka melalui berbagai cara, termasuk pembangunan infrastruktur militer dan penempatan personel di pulau-pulau terdekat. 

Oleh karena itu, hal ini akan berdampak ke kedaulatan negara-negara yang bersinggungan, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pembahasan dampak konflik LCS terhadap Kedaulatan Indonesia menjadi sangat penting. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat umum akan pentingnya kedaulatan, serta upaya untuk memberikan solusi dalam mengatasi eskalasi konflik.

            Dalam menganalisis konflik LCS ini, saya akan menggunakan konsep Interdependensi dari teori Neo-Liberal Institutionalism. Teori Neo-Liberal Institutionalism merupakan pendekatan teoritis yang menekankan peran institusi internasional dalam mengelola konflik dan kerjasama antarnegara. 

Sedangkan konsep Interdependensi adalah konsep saling ketergantungan yang menggambarkan hubungan timbal balik antara dua atau lebih entitas di mana satu entitas memengaruhi atau bergantung pada entitas lainnya. Relevansi dengan konflik ini adalah konflik ini membutuhkan kerjasama antar negara dikarenakan negara-negara ini saling membutuhkan untuk mengatasi konflik yang sama (Milner & Moravcsik, 2009).

Indonesia harus secepatnya turut aktif dalam penyelesaian sengketa di LCS ini. Hal ini dikarenakan ketegangan di wilayah ini berpotensi mengganggu arus barang dan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga menjaga stabilitas jalur maritim menjadi prioritas utama untuk memastikan perdagangan berjalan lancar. Ketidakstabilan di LCS juga mempengaruhi kepercayaan investor dan mengurangi investasi langsung asing, serta berdampak pada pembangunan infrastruktur dan industri maritim Indonesia (Nurdiansyah, 2024).

            Selain itu, konflik ini juga berdampak pada sektor keamanan Indonesia. Klaim teritorial di LCS telah memicu ketegangan militer antara negara-negara yang bersengketa, termasuk peningkatan pengeluaran pertahanan untuk menghadapi ancaman di wilayah ini. Indonesia harus memastikan keamanan wilayah perbatasannya dan mengantisipasi potensi konflik bersenjata. 

Untuk menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu memperkuat kerjasama dengan negara-negara ASEAN dan mitra strategis lainnya untuk menjaga stabilitas dan mengatasi ancaman keamanan di LCS. Dalam hal ini, penulis menganggap Malaysia sebagai mitra potensial yang cukup efektif dalam peredaan eskalasi konflik di LCS dengan posisi Malaysia sebagai ketua ASEAN pada 2025 mendatang (Nurdiansyah, 2024).

            Malaysia, yang akan menjadi ketua ASEAN 2025 merupakan negara potensial untuk kerjasama dengan Indonesia perihal konflik LCS. Dalam posisi ini, Malaysia dapat memanfaatkan platform multilateral untuk mengatasi permasalahan regional, termasuk konflik LC. Dengan posisi Malaysia yang netral terhadap persaingan AS China, serta hubungan diplomatik yang cenderung baik dengan China membuat Indonesia memiliki banyak opsi kerjasama antara kedua negara, lalu menyebarkannya di kawasan ASEAN. Selain itu, posisi Malaysia sebagai salah satu mitra dagang dan investor terbesar Indonesia turut menjadi faktor yang menguntungkan bagi Indonesia (Kee, 2024).

            Bentuk kerjasama ini berupa patroli maritim bersama serta inisiasi dialog diplomasi. Patroli bersama antara Indonesia dan Malaysia di Laut China Selatan (LCS) akan meningkatkan keamanan dengan memperkuat kehadiran militer dan mengurangi risiko insiden yang dapat memicu eskalasi konflik. Koordinasi antara angkatan laut kedua negara akan memastikan pemantauan yang lebih baik terhadap aktivitas ilegal, seperti penangkapan ikan secara ilegal dan pelanggaran territorial (Wiyoga, 2023). 

Selain itu, patroli bersama ini akan memperkuat hubungan bilateral dan membangun kepercayaan antara Indonesia dan Malaysia, memungkinkan kedua negara untuk berbagi intelijen, teknologi, dan pengalaman dalam menghadapi tantangan maritim, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih aman dan stabil di wilayah LCS dan berimbas pada kedaulatan Indonesia yang semakin kokoh.

            Indonesia – Malaysia juga harus menjadi penginisiasi dialog diplomasi antar negara yang terlibat di konflik LCS. Melalui dialog, Indonesia dan Malaysia dapat membahas klaim teritorial dan mencari solusi yang berkeadilan, memperkuat mekanisme penyelesaian sengketa berbasis hukum internasional. 

Dialog diplomasi ini juga dapat memperkuat kerjasama regional dalam mengelola LCS, dengan ASEAN berperan sebagai mediator dan fasilitator. Hal ini tentu akan melibatkan negara-negara tetangga akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penyelesaian konflik.

            Dengan menganalisis situasi dan solusi diatas menggunakan teori Neo-Liberal institutionalisme, konsep Interdependensi atau saling ketergantungan menjadi sangat relevan. Ketidakstabilan di LCS mempengaruhi kedaulatan kedua negara, khususnya Indonesia yang seringkali menenukan kapa lasing illegal di kawasan LCS. Hal ini tentu dapat mengancam kedaulatan Indonesia dan Malaysia.

            Neo-liberal Institutionalisme juga menekankan akan peran institusi sebagai sarana kerjasama Internasional. Dalam hal ini, ASEAN memainkan peran penting, dimana hampir semua negara yang bersengketa merupakan anggota ASEAN, dan hanya China yang bukan merupakan anggota. Dengan inisiasi dialog, Indonesia dapat berusaha menyelesaikan konflik ini menggunakan basis Hukum Internasional.

            Konflik di Laut China Selatan telah mengancam kedaulatan Indonesia, terutama dengan klaim China akan nine-dash line yang termasuk pulau Natuna. 

Hal ini berdampak pada sektor ekonomi dan keamanan, seperti peningkatan ketegangan antara negara-negara yang terlibat, sertaancaman yang terus meningkat di wilayah ini. Indonesia dalam mempertahankan kedaulatannya perlu menginisiasi peredaman konflik dengan menggandeng Malaysia sebagai ketua ASEAN 2025 dalam bekerja sama perihal patroli bersama dan dialog dengan negara anggota ASEAN lainnya. Hal ini selaras dengan Interdependensi dari teori Neo-Liberal Institutionalisme yang mengedepankan kerjasama antar negara untuk menangani konflik Internasional.

REFERENSI

CNN Indonesia. (2022, May 13). Sejarah Konflik Laut China Selatan yang Jadi Rebutan - Halaman 2. Cnnindonesia.Com. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220511135122-118-795477/sejarah-konflik-laut-china-selatan-yang-jadi-rebutan/2

Kee, K. K. (2024, May 31). Malaysia-China relations: An exemplar for ASEAN countries - World - Chinadaily.com.cn. Https://Www.Chinadaily.Com.Cn/. https://www.chinadaily.com.cn/a/202405/31/WS66592454a31082fc043ca248.html

Milner, H. V, & Moravcsik, A. (2009). Power, Interdependence, and Nonstate Actors in World Politics. Princeton University Press.

Nurdiansyah, D. R. (2024, March 13). Analisa Konflik Sengketa Laut Cina Selatan dalam Kepentingan Nasional Indonesia. Https://Www.Indonesiana.Id/.

Wiyoga, P. (2023, August 14). Menangkap Ikan secara Ilegal di Natuna, Bakamla Seret Kapal Ikan Vietnam ke Batam. Https://Www.Kompas.Id/. https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/08/14/menangkap-ikan-secara-ilegal-di-natuna-bakamla-seret-kapal-ikan-vietnam-ke-batam

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun