Mohon tunggu...
Abas Basari
Abas Basari Mohon Tunggu... Guru - Guru Biologi SMA Al Masoem

melakukan apa pun yang bisa, kalau boleh orang lain bahagia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Copet Ganteng

10 Oktober 2023   08:10 Diperbarui: 10 Oktober 2023   08:25 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Copet Ganteng

"Mer, dia mah copet. Tiap hari minta melulu. Siapa pun akan dimintai jajanannya. Urat malunya sudah hilang", ujar Bunga nyerocos tak putus-putus di depan Meranti dan Yulianti. Kelihatannya dia kesal banget dengan sikap temannya.

"Kok, repot sih. Udah, anggap sedekah saja. Beres urusan", balas Yulianti kalem.

"Beng, emangnya kamu risih dengan kelakuannya?", tanya Meranti

"Ya, lah masa sih setiap hari gitu loh", jawab Bunga tambah sewot.

"Berarti kamu secara ga sadar merhatiin dia dong!", sanggah Meranti.

Bunga terdiam sejenak secuil senyum sinis pun muncul. Perasaannya terusik oleh teman-temannya. Si Copet cool tapi ganteng. Tanpa disadari, Bunga melamun di depan kedua temannya.

Dalam lamunan sepertinya dia ngobrol bareng Si Copet ganteng sehingga nampak lama.

"Beng, maafin sikap aku, ya !', pinta Bandi penuh hormat sambil menatap, seolah penuh harap dapat ampunan Bunga.

"Ya, saya maafin. Tapi kamu kok tiap hari sih lakuin itu !", tanya Bunga yang mulai kepo dengan Bandi.

"Jujurly, aku ga pernah dikasih uang jajan. Harus cukup dengan sarapan. Ibu aku tak cukup uang lebih buat uang jajan aku. Ibu ku lebih butuh uang untuk keperluan sekolah adik-adik ku", jelas Bandi panjang dan lebar, sepanjang jalan kereta api, dan selebar jalan tol.

"Jadi kalau aku kelaparan banget, terpaksa deh aku minta jajajan mereka termasuk kamu, Beng", tambahnya lagi.

Bunga yang dihadapannya malah tak berkutik setelah mendengar penjelasannya. Biasanya dia yang cepat merespon temannya jika berkelit atau berdalih argumen depan dia. Ini mah malah terdiam menyimak sepenuh hati.

Pikiran dan naluri perempuannya mulai bangkit, terpicu dan terpacu oleh cerita Bandi. Pikirnya, "Kasihan dia". Sebagai teman se-kelas, Bunga merasa tak tega hati mengatakan Bandi copet dihadapan temen perempuan yang dua orang. Rasa kepo pun berkeliaran mengajak pikiran dan otaknya untuk ngepoin lagi.

"Terus kamu ngapain aja sepulang sekolah, kerja bantuin ortu apa diam saja ?", tanya Bunga lagi.

"Kok kamu nanyain aku terus sih ?", jawab Bandi sambil nunduk karena malu sedari tadi dia memperhatikan wajah Bunga yang nampak memerah.

"Ya, lah. Aku kan nanya biar aku ga bilang lagi kalau kamu copet !", jawab Bunga ringan.

Bandi terkejut, terperangah bukan kepalang, bangkit dari duduknya dan langsung berdiri.

"Kamu tega banget deh Beng, masa aku dibilang copet", sanggahnya .

"Ya, kamu tuh, Copet. Cowok Kepepet, tapi ganteng", jawabnya sambil benerin rambutnya yang tersibak kena angin. "Ngerti, kan !", pinta Bunga sambil senyum simpul menatap cowok ganteng di depannya yang serba salah, kikuk sejadi-jadinya. Ditambah muka Bandi yang memerah karena malu disebut ganteng di depan teman cewek sekelasnya.

"Oh, itu toh. Memang, mama aku pun bilang begitu. Apalagi tetangga dengan sengaja panggil aku Bagan.

"Apaan tuh ?", kepo keluar lagi dari Bunga.

"Bandi ganteng", jawabnya singkat. Bunga kembali tersenyum simpul namun ada rasa bangga berteman dengan cogan yang juga copet tapi telah mencopet hati Bunga. Diambil hatinya hingga tak bersisa.

Bunga terkaget-kaget manakala teman-temannya menegur dengan suara keras, karena Bunga melamun dalam waktu yang lama. Dua temannya merasa khawatir, jangan-jangan dia jatuh sakit. Atau kesambet hantu sekolah yang terkenal suka jailin anak perempuan. Atau bisa jadi si Bunga kepincut sama si Bandi.

"Hey, kamu tadi tuh ngapain, sih. Ditanya ga jawab, disapa diam saja, diajak makan bala-bala ga respon !", tanya Meranti penuh rasa waswas.

"Bunga, dari tadi kamu hanya terdiam saja. Ngelamun, ya !", tanya Yulianti pun penuh rasa curiga.

"Kayaknya kamu kesambet hati Si Bandi tuh !", tanya temannya berdua kompak.

Dengan rasa canggung campur malu juga seneng karena kedua temannya menyadarkannya dari lamunan yang panjang. Malu kalau ngajak Bandi untuk ngobrol, malu kalau ditemuin temannya. Tapi dia bahagia atas lamunan yang bikin hatinya jadi tenang.

Sambil sedikit grogi, Bunga pun seperti biasa cuap-cuap membela diri alias bersilat lidah karena memang dia atlit pencak silat.

"Gini, tadi tuh hanya sejenak melepas lelah setelah adu otot sama kalian, kan !", jawabnya sedikit nyeleneh.

"Oooo, gitu. Jadi kita yang salah ya. Berantem, adu otot belain Si Bandi", sela Yulianti dengan sikap meledek.

"Ah kamu, bisa saja. Hati mu tuh diambil Si Bandi. Iya, kan !, tanya Meranti sambil kedua tangannya melambangkan hati tepat di dadanya.

"Ih, engga ah. Kamu tahu dari siapa ?", Bunga mendesak tanya.

"Lah barusan kamu yang nyebut. Kita cuma denger saja", jawab Yulianti sambil tersenyum simpul bahagia temannya disenangi laki-laki teman sekelasnya.

"Beng, kita mah seneng saja. Kamu dapet temen baru copet ganteng". Meranti dan Yulianti akhirnya memeluk Bunga. Pertemenan yang kompak semasa sekolah SMA.

Hati Bunga yang akhirnya jujur mengakui isi hatinya. Bandi, Si Copet ganteng, aku jatuh hati pada mu. Aku suka lamunan yang tadi. Aku bisa jujur dengan apa kata hati, disaat kedua teman ku tak menyaksikan aku berkata demikian. Duh, Bandi....aku.....jadi baper nih.

Aku suka kejujuran mu. Memang wajah mu ganteng, tapi kejujuran mu jauh lebih ganteng.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun